Bab 2

Kurebut Istri yang Selalu Kau Sakiti

Part 2

Aku masih terpekur di meja kerja kantorku. Teringat kembali pada kenangan bersama Alya dulu. Empat tahun yang lalu, ia masih jadi wanita spesial dalam hidupku. Dua tahun cintaku bersemi, meski aku tak mengatakannya secara resmi.

“Alya … tunggu!” Aku mengayuh sepedaku, berusaha mengejar Alya yang sudah lebih dulu berada jauh di depanku. Kami berdua menyusuri kebun teh di kampung. Menghirup udara segar pegunungan.

“Kamu laki-laki kenapa kalah sama aku, Mas?” ujarnya dengan senyum indah yang sangat membuatku jatuh cinta.

“Kamu udah biasa menanjak di area ini, jelaslah aku kalah.”

“Mas, kuliahmu di kota masih berapa tahun lagi?”

“Tahun depan aku usahakan sudah selesai. Kenapa, Al?”

“Gak apa-apa, Mas. Kamu di kota punya pacar, Mas?”

“Enggak.”

“Hahaha … masa, sih?”

“Kan aku sukanya sama kamu.”

“Mana mungkin, Mas.”

“Kenapa gak mungkin?”

“Eh, lihat, Mas! kamu lihat di sana?” Alya menunjuk sungai kecil nan jernih di kaki bukit. Tanpa kuduga, Alya berlari menuruni curamnya lembah, lalu tertawa mengajakku turun mengikutinya. Kukejar dia sampai di bawah. Alya begitu bahagia menceburkan kakinya di gemericik air yang mengalir.

Kenangan itu tak pernah bisa aku lupakan sampai saat ini. Aku sama sekali tak menyangka, setelah dua tahun kedekatan kami berdua, tiba-tiba aku mendapatkan undangan pernikahannya. Sedangkan aku sedang giat-giatnya mengumpulkan uang untuk segera melamarnya. Salah, iya aku salah. Harusnya aku katakan padanya bahwa aku mencintainya, menginginkan dia yang jadi pendamping dalam hidupku.

Aku hadir di pesta pernikahannya, dengan berlapang dada kusalami dia dan suaminya. Alangkah terkejutnya aku saat tahu siapa yang beruntung telah meminang gadisku. Dia adalah Ramlan, teman sekantorku sendiri. Baru kusadari, undangan yang diberikan Ramlan memang kuabaikan sebab hatiku perih menerima undangan virtual dari Alya dalam sebuah pesan yang ia kirimkan.

[Mas Angga, Alya minta maaf, kalau dirasa undangan ini agak kurang sopan. Hadir ya, Mas. Alya akan menikah dengan lelaki pilihan Ayah ….]

Kini, dua tahun sudah berlalu setelah pertemuan di pesta pernikahan itu, aku kembali bertemu dengan Alya dalam keadaannya yang membuat hatiku tersayat perih.

“Woy! Ngelamun, lo?” Tiba-tiba Ramlan mengagetkanku. Buyar sudah semua lamunanku tentang Alya.

“Sory. Gimana? Bagian elu udah beres?” tanyaku pada Ramlan.

“Aduh, sory, Ga! Semaleman anak gue nangis. Gue beneran gak konsen.”

“Anak lu sakit?”

“Gak tau, deh. Sebel gue denger bocah nangis gak berhenti, mau tidur aja susah!”

“Udah elu periksain ke dokter?”

“Ah, bodo amat, lah. Itu urusan si Alya.”

“Elu kan bapaknya, Lan? Masak iya anak nangis elu biarin? Gimana kalau ternyata anak lu sakit? Kasihan, kan?”

“Alaah … dasar ibunya aja gak beres ngurus anak. Anak nangis gitu doank gak bisa diemin.”

“Seskali coba ikut andil ngurusin anak, Lan. Pasti elu tau capeknya jadi bini elu.”

“Aarrghh … gue lagi males bahas si Alya. Perempuan itu lama-lama semakin gak enak dilihat. Mau dibuang juga gue bakalan rugi. Dulu itu dia gue nikahin karena babehnya dia punya utang banyak sama bapak gue, dan mereka gak mampu bayar.”

“Dia itu anak manusia, Lan. Apa gak bisa elu berlaku baik ke anak bini sendiri?”

“Bodo amat, lah. Yang penting gue masih bisa cari pemandangan seger di luar rumah. Dia mau ngapain juga terserah!”

“Kenapa gak elu balikin aja ke orang tuanya?”

“Ya elah, Ga! Elu kenapa, sih? Ribet banget sama urusan rumah tangga gue? Bapaknya dia udah mati! Kalau gue balikin dia ke emaknya, emaknya juga gak bakalan mampu balikin utang keluarga mereka. Dah, ah! Nih, tolong tugas gue elu kerjain. Gue mau cuci mata dulu ke luar.” Ramlan membanting setumpuk map di meja kerja milikku.

“Elu mau kemana?”

“Mau cari udara segar, lah. Stress gue di rumah.”

“Elu mau ke tempat mangkal perempuan gak bener?”

“Alaahh … gak usah sok suci, lu, Ga! Sesekali nikmatin lah idup, lu! Tar kelamaan gak dipake tu barang punya elu bakalan kisut, tauk? Hahahaha ….” Ramlan meninggalkan ruanganku dengan tawa membahana.

Sekali lagi aku teringat pada Alya. Betapa malang nasibmu wahai gadis pujaanku. Tuhan, kalau Engkau izinkan, biarkan Alya bersamaku, jangan biarkan ia tersiksa bersama lelaki bejat bernama Ramlan.



Komentar

Login untuk melihat komentar!