Sebelum di baca mau ngingetin lagi nih, jangan lupa temen-temen kasih rate setelah membaca, terima kasih.
"Jangan sentuh Reva! Ini hutang Reva, tiga juta. Jangan ganggu Reva lagi!"
Aku di bawa kembali ke dalam mobil, kali ini mobil melaju kearah rumah kami. Aku tak henti menangis rasanya campur aduk, entah bagaimana nasibku jika Bang Arya tak menolongku.
Sejak Ayah pergi tak ada lagi laki-laki yang menjaga Aku, Ibu dan Revi.
"Sudah jangan nangis lagi, kita sudah di rumah."
Bang Arya mengusap pucuk kepalaku, perlahan aku membuka kedua tangan yang sedari tadi menutupi wajahku. Pandanganku berliling berharap Ibu tidak sedang di teras.
Kuusap bekas air mataku dengan punggung tangan.
"Bang, jangan cerita soal ini pade Revi dan Ibu, ya! nanti mereka sedih."
"Okey."
Aku mengikat rambutku yang semerawut setelah itu membuka pintu mobil.
"Satu lagi Bang, makasih Abang udah nolong. Nanti kalau udah dapet kerja uang Abang segera Reva ganti."
"Udah, masalah itu gak usah kamu fikirkan. Abang ke kantor dulu ya, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Aku berdiri mematung hingga mobil Bang Arya menghilang di ujung komplek. Baik sekali laki-laki itu, aku berhutang banyak padanya. Dengan mengendap-ngendap aku masuk kerumah, jangan sampai Ibu tahu.
Saking lelahnya aku menangis aku tertidur sampai sore. Terdengar suara Ibu mengetuk pintu kamar.
"Kamu kapan pulang, kok Ibu gak tau? Itu Bang Arya nyari! "
"Iya, Bu. Reva cuci muka dulu."
Aku menghampiri Bang Arya di teras.
Dia sudah dengan pakaian casualnya sepertinya sudah pulang dari tadi.
"Gimana, Va, udah baikan?"
Aku mengangguk pasti.
"Bang, maaf Reva belum masak nasi, ketiduran tadi."
"Gak masalah, Abang mau makan di luar kok. Iya, Va, ini high heelsmu ketinggalan di mobil."
"Emang itu buat Reva? Gaunnya?"
"Iya buat kamu masa Abang mau pake yang gituan." Ia terkekeh geli. " kecuali jasnya mau Abang ambil."
"Makasih ya, Bang. Bentar Reva ambil dulu jasnya."
"Bu, gimana udah baikan? Jangan kecapean dulu, Bu."
"Alhamdulillah, Nak Arya, besok sembuh kayanya."
"Alhamdulillah kalau Ibu udah baikan, saya mau izin ngajak Reva makan di depan, boleh, Bu?"
"Iya silahkan, Nak Arya."
"Ayo, Va?"
"Kemana, Bang? Aku belum mandi."
"Gak apa-apa, kedepan ini. Abang udah izin ke Ibu."
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, baru pulang jam segini?"
"Revi main footsal dulu, Mbak."
"Abang boleh pinjem motornya, Vi?"
"Boleh, Bang. Ini kuncinya."
"Abang titip dulu deh jasnya."
Setelah menitipkan jasnya, Bang Arya memacu motor matic milik Revi keluar komplek. Motor yang kutumpangi mengarah ke sebuah Cafe tempat nongkrong orang-orang berada.
Kami memilih kursi yang berada sedikit pojok agak jauh dari panggung, Bang Arya kurang suka terlalu depan suara musik sedikit mengganggunya.
Aku tak banyak bicara, menu yang di pesanpun aku ikut Bang Arya saja.
"Va, di rumah ada laptop?"
"Ada Bang, aku kan sempat kuliah sebelum akhirnya cuti."
"Ya udah kamu kerja di rumah ng-input data bantuin Abang."
"Aku mau ngelamar ke tempat lain deh, Bang. Gak enak ngerepotin terus."
"Serius Abang emang butuh bantuan buat ng-input data, di kantor lagi banyak kerjaan Abang sampai keteteran."
"Aku nyari kerjaan dulu deh, Bang. Kalau gak dapet aku ambil tawaran Abang. Gak apa-apa, 'kan, Bang?"
"Oke, Abang gak bisa maksa."
Setelah membayar bill Bang Arya memberikan bungkusan padaku dua paket makanan untuk Ibu dan Revi.
"Terima kasih, Bang." Bang Arya hanya menjawab dengan senyum manisnya.
Eh kok manis ya? Apaan sih Reva??
Kami berjalan bersisian, baru saja mau keluar pintu aku melihat Vicko bersama seorang wanita.
"Tunggu sebentar, Bang!"
Aku berjalan kearah Vicko sementara Bang Arya mengikutiku dari belakang.
"Ekhemm."
"Rr-Re-vaa, ngapain disini?"
"Makanlah." Kutarik lengan Bang Arya, segera ku gandeng hingga kita berdiri begitu dekat.
"Siapa cewek ini, Sayang?"
Vicko gelagapan tidak bisa menjawab pertanyaan perempuan di depannya.
"Saya Reva, mantannya Vicko. Tapi Mbak jangan takut aku udah punya gantinya." Ku lirik Bang Arya dia pun membalas senyum padaku.
"Kaamu...."
"Mudah-mudahan Mbak tahan ya, sama cowok pecundang kaya dia."
Kuambil segelas minuman di meja dan ku sir** wajah mantan yang menyebalkan itu.
"Ayo, Bang!"
Kulihat Bang Arya tersenyum melihat kelakuanku, tapi terserahlah yang jelas sekarang hatiku plong, sudah meluapkan kekesalanku pada Vicko.
Aku tak banyak bicara di motor, malu rasanya tadi tanpa permisi aku main gandeng Bang Arya di depan umum. Dasar bod** kenapa juga aku tak bisa jaga emosi.
"Udah nyampe!"
"Makasih, Bang, traktirannya. Maaf, tadi Reva main gandeng-gandeng Abang tanpa permisi."
"Gak masalah."
"Wah bawa apa, Mbak?"
"Makanan buat kamu sama Ibu."
"Makasih, Bang."
"Sama-sama. Vi ini uang buat gantiin bensinnya, tadi Abang gak sempet beli."
⁰
"Gak usah, Bang. Kaya siapa aja." Revi segera masuk kerumah membawa makanan yang kubawa tadi."
"Kamu aja yang terima, Va. Ini kuncinya."
"Gak usah di ganti Bang, kedepan gak akan ngabisin satu liter bensin."
____________
Salah satu teman kampus memberi informasi ada lowongan Spg di salah satu Perusahaan Property, hari ini aku akan melamar di sana. Pukul setengah delapan aku sudah siap dengan pakaian hitam putih khas pencari kerja, kuulas sedikit wajahku dengan sentuhan make-up natural.
"Mau melamar kemana, Va?" tanya Bang Arya yang sudah siap memasuki mobilnya. "Ayo! Mau bareng, nggak?"
"Memangnya kita searah, Bang?" Kutunjukan alamat Perusahaan yang akan ku datangi. Bang Arya tersenyum sambil mengangguk akupun segera naik ke mobilnya.
Mobil Bang Arya berhenti di halaman sebuah Perusahaan yang sangat besar.
Dia menyuruhku turun dan menunggu di lobi. Aku segera turun dan berterima kasih karena sudah diantar.
Di lobi sudah banyak pelamar yang datang ada lima orang perempuan dan tiga orang laki-laki. Aku sempat mengobrol dan bertanya-tanya pada pelamar yang lain maklum ini pertama kali melamar sebagai Spg.
"Mbak Reva!" panggil seorang wanita dari ruang Hrd.
Aku celingak-celinguk diantara pelamar mungkin ada Reva yang lain karena nama lengkapku Revanya, tapi mereka semua tak merespon.
"Saya, Revanya, Mbak."
"Revanya? Sebentar saya tanya Pak Andra dulu?" Tak lama wanita itu kembali. "Iya Mbak Revanya, silakan masuk."
Terdengar para pelamar lain saling berbisik, mereka kesal karena aku yang baru datang sudah di panggil sementara mereka yang sedari pagi menunggu belum di panggil.
Aku mengangguk dan mengikuti wanita tadi masuk ke sebuah ruangan.
"Pak, ini Mbak Revanya."
"Okey, terima kasih. Kamu bisa keluar, Ci."
"Selamat Pagi, Pak," sapaku.
Laki-laki yang duduk di kursi Hrd itu berbalik.
"Pagi Reva."
"Bang Arya!"
Aku terkejut saat kudapati Bang Arya adalah Hrd di Perusahaan yang kudatangi.