Pertunangan Mantan
Gegara peristiwa kemarin aku jadi tidak bisa mulai bekerja hari ini, harus istirahat di rumah selama tiga hari. Wajahku untuk beberapa hari tidak boleh terkena make-up.

Aku juga jadi trauma bersih-bersih di rumah Bang Arya sendiri, takut tiba-tiba Mbak Reva datang lagi. Untung Revi adik yang baik, dia mau bantu Ibu bersih-bersih.

Ya namanya jadi korban kekerasan apalagi tidak melakukan kesalahan, aku jadi syok dan ketakutan. Ujian yang begitu bertubi-tubi. Kelakuan Koh Ahyong, di putusin Vicko tiba-tiba dan di sangka pelakor.

Apa dosaku? Malang sekali kau Reva, rutukku pada diri sendiri. Aku mengambil alih pekerjaan rumah Ibu, sementara Ibu bersih-bersih di rumah Bang Arya.

Memasak sudah jadi keahlianku, sering membantu Ibu memeyiapkan orderan catering membuat aku mahir di bidang masak-memasak.

Aku membuat iklan jasa catering di medsos begitupun dengan Revi Alhamdulilah beberapa notif di hp-ku berisi pesanan catering untuk lima hari kedepan.

Mungkin sudah jalan yang di berikan Allah. Aku ragu menerima pekerjaan di kantor Bang Arya, takut nanti ketahuan pernah pura-pura jadi istri Bang Arya. Aku memutuskan untuk tidak mengambil pekerjaan sebagai Spg dan memilih akan memulai wirausaha dengan Ibu.

Semoga orderan cateringnya lancar dan jalan terus sehingga bisa menutupi kebutuhan kami di rumah. 

Seperti biasa setelah Isya Bang Arya mengobrol di teras bersama Revi adikku. Komplek tempat tinggalku memang bukan komplek perumahan elit, tapi lebih ke menengah kebawah.
Pedagang masih bebas keluar masuk komplek.

Dari tukang bakso, gorengam, nasi goreng, sate, bajigur, sekoteng. Gak usah khawatir kelaparan tinggal disini, yang penting punya 'cuan'.

Bang Arya mentraktir aku, Ibu dan Revi. Kami makan di teras sambil mengobrol.

"Makasih Nak Arya, Ibu sama anak-anak jadi di traktrir semua."

"Sama-sama, Bu. Mungpung lagi saya ada rizki."

"Bang besok sabtu mau ikut futsal, gak?"

"Boleh, nanti kalau kerjaan Abang beres Abang ikut. Lumayan banyak PR dari kantor."

"Nanti kabari Revi, ya!"

"Siap!"

Aku menunggu kesempatan yang tepat untuk bicara, agak ragu, berkali bibir ini sudah ingin berucap namun ku urungkan. Lebih baik ngobrolnya selesai makan bakso, agar lebih formal juga.

"Sekali lagi Makasih, Nak Arya. Ibu kedalam dulu ya biasa mau menyiapkan box."

"Ibu ada pesanan catering?"

"'Iya, Alhamdulillah."

"Kalau Ibu ada pesanan besok gak usah beres-beres, hari sabtu ini, Arya libur nanti di sempatkan nyapu mah."

"Gak apa-apa, Bang, Revi nanti yang beres-beres."

"Memang bisa kamu?"

"Bisalah, Bang. Ibu ngajarin aku, meskipun aku anak cowok harus bisa, supaya nanti bisa bantuin istri.

"Keren!!" Bang Arya mengacungkan jempol pada Revi.

"Bang, Maaf Reva gak jadi ambil kerjaan di kantor Abang."

"Kenapa?"

"Kebetulan Ibu seminggu ini ada orderan catering, gak ada yang bantu. Reva mau mengembangkan usaha Ibu, Insha Allah, sedang promo di medsos."

"Ya, udah."

"Abang gak marah? Maaf ya, Bang."

"Gak apa-apa, Abang seneng kamu mau  wirausaha. Nanti Cateringnya Abang promosikan sama temen-temen kantor."

"Makasih ya, Bang."

"Sama-sama, Abang pulang, ya. Semoga sukses! SEMANGATT.!"

Aku mengangguk, Bang Arya segera masuk rumahnya yang berada tepat di samping rumahku.

____________

Promo gencar yang aku dan Revi lakukan di Medsos tidak sia-sia, aku dan Ibu sampai mengajak tiga orang tetangga untuk bantu-bantu. Kami kewalahan dengan orderan yang Alhamdulillah, mulai berlimpah.

Untuk sementara Revi adikku pergi sekolah menggunakan kendaraan umum karena motornya aku gunakan untuk pergi ke pasar dan memgantar catering pada konsumen.

Pesanan untuk sore ini cukup banyak hampir 200 porsi, tak mungkin mengantar menggunakan scotter matic milik Revi. Box makanan sudah tertata di teras, aku memutuskan untuk memesan taksi online untuk mengantar catering pada seorang konsumen.

"Assalamualaikum, mau anter pesanan, Va?"

"Waalaikumsalam, iya, Bang."

"Sebanyak ini mau naik motor?"

" enggak, Bang. Lagi nunggu taksi online."

"Ngapain naik taksi, yuk! Abang anter. Angkut ke Bagasi, Vi!"

"Merepotkan, Bang."

"Enggaklah, cuma nganterin catering aja."

Aku pamit pada Ibu, Revi juga ikut karena disana nanti harus ada yang bantu menurunkan dan membawa box pesanan. Alamat konsumen sudah Revi share pada Bang Arya mobilpun mulai melaju ke alamat tujuan.

"Va, Abang boleh minta no handphone kamu?'

"Iya, Mbak. Bang Arya udah pernah minta ke Revi tapi belum Revi kasih takut Mbak marah." Adik laki-lakiku itu tersenyum jahil ke arahku dan Bang Arya.

"Ya kasih aja,Vi. Kontak Mbak."

"Makasih, ya." ucap Bang Arya.

Aku hanya mengangguk, seperti ada hal lain, pandangan Bang Arya berbeda kali ini. Aku jadi merasa salah tingkah andai punya pintu ajaib ingin rasanya menghilang.

Lokasi yang di share konsumenku cukup ramai sepertinya ada acara pengajian, entah pertunangan. Dekorasi penuh dengan bunga-bunga indah. 

Aku dan Revi mengangkut box masuk menuju ruangan yang di tunjukan Bu Fatha. Langkahku terhenti saat aku melihat foto Vicko bersama wanita yang kutemui di cafe saat itu terpajang di area masuk ruang utama. 

Bang Arya yang sudah ku larang ikut mengangkut box, malah menyusul aku dan Revi. Dia membawa setumpuk box catering ke dalam.

"Ini sisa pembayarannya Mbak Reva."

"Makasih, Bu. Mudah-mudahan acaranya lancar."

"Iya, Mbak. Makasih."

Kami kembali kemobil dengan suasana hening, aku dengan memoriku beberapa tahun kebelakang. Sakit kalau di ingat, orang yang dulu selalu ada untuk kita bersanding dengan orang lain. 

"Kok sepi, mobil kaya gak berpenumpang." goda Bang Arya.

"Revi ngantuk, Bang."

"Ya tidurlah, di belakang ada bantal, ambil!"

Revi mengambil bantal dari jok belakang, tak butuh waktu lama terdengar dia mendengkur.

"Maaf ya, Bang, berisik. Revi ngorok lagi, dia pasti capek banget, dari siang bantuin."

"Kamu dan Revi emang anak baik, sayang banget sama Ibu."

"Tinggal Ibu yang kami punya, Bang."

"Va, maaf kalau Abang kepo. Foto yang tadi terpajang di depan gerbang masuk cowok yang ketemu kita di cafe, 'kan?"

"Iya, dia Vicko mantanku. Aku gak tau juga kalau yang order catering itu calon mertuanya Vicko. Tapi sudahlah, aku mau Move-on, Bang. Gak penting mantan mah."

"Bagus!! Emang harus gitu,Va. Gak baik juga sedih berlarut-larut."

Sesampainya di halaman rumah aku membangunkan Revi. Dengan sempoyongan Revi langsung berjalan ke arah pintu.

"Terima kasih, Bang."

"Sama-sama."

Bang Arya sudah mengunci mobil dan berjalan menuju teras rumahnya, eh Ibu keluar manggil-manggil. Ibu memberi Bang Arya satu paket makanam.

"Makasih, Nak Arya sudah bantu."

"Sama-sama, ini kok di kasih makanan segala, Bu. Arya ikhlas nganter Reva."

"Nyobain masakan Ibu sama Reva, di makan ya,"

Bang Arya mengangguk lalu masuk ke rumah. Ibu sangat senang saat aku menyerahkan amplop coklat berisi uang sisa pembayaran, ia langsung memelukku sambil meneteskan air mata.

"Berunrung Ibu punya kalian, kamu dan Revi memang anugrah untuk Ibu."

"Ibu juga, Ibu terhebat dan terkuat untuk aku dan Revi. Berjuang terus untuk kami berdua tanpa Ayah. Terima kasih, Bu."

Beginilah perempuan yang lembut, mudah menangis. Aku dan Ibu jadi Baper, saling peluk menumpahkan perasaan.


Komentar

Login untuk melihat komentar!