Belum selesai pertanyaan tersampaikan. Lelaki itu melangkahkan kaki mendekati beberapa gadis kecil yang sedang asik menertawakan satu sama lain. Senyum khasnya disambut dengan cantik oleh tangan mereka saat mengambil satu per satu cokelat yang di berikannya. Suasana sore yang indah, tidak jauh dari tempat ia berdiri ada seorang bapak fasih membaca Al-Qur’an dengan wajah cerahnya, kebanyakan dari mereka disibukkan interaksi masing-masing.
“Terima kasih Abi...” bisiknya haru. Kemudian melingkarkan tali kamera ke leher dan kembali mengabadikan objek yang ada. Kazan adalah salah satu Kota dari beberapa Negara yang masuk dalam list mimpinya. Kini keindahan itu terlukis nyata, bukan lagi sekedar mimpi. ia sadar tidak ada yang merubah takdir selain doa. Lelaki paruh baya yang menjadi cinta pertamanya itulah sedikit demi sedikit ia belajar ilmu tentang islam.
Perempuan itu menarik nafas. Cakrawala Kazan mulai memperlihatkan warna cantiknya. Puluhan burung terbang bersiul, dari arah Utara masjid terpancar indah warna jingga. Inilah yang dinamakan senja oleh lelaki itu.
Ya Allah, lirihnya lagi.
Sulit mencegah butiran embun yang selalu ingin tumpah dari kedua sudut matanya. Senja hari ini adalah kesiankali nikmat-Nya yang harus terus-menerus ia syukuri. Perjalanan panjang untuk sampai ke titik ini sungguh tidak mudah. Semua berawal dari mimpi, kemudian berdoa dan dilengkapi dengan usaha. Senja Kazan berhasil membuat ingatannya berulang kali terputar.
Ya, laptop tua dengan banyak kekurangan itu sudah bertahun-tahun menemaninya dalam lika-liku sejarah kepenulisan. Terhitung sejak menduduki bangku Sekolah Menengah Atas. Berawal dari beberapa artikel, puisi yang penuh basa-basi, cerita pendek yang tidak pernah ikut serta dalam kejuaraan lomba, sampai pada perjalanan suka duka naskah yang berhasil lahir menjadi sebuah buku. Biarpun tua, hal penting dari itu adalah manfaatnya. Tidak lebih dan tidak kurang.
Benda berharga itu adalah hadiah ulang tahunnya dari lelaki yang kerap dipanggil Abi. Pertama kali ia rasakan menulis dengan tenang tanpa harus repot mengganti lembar demi lembar kertas pada mesin tik warisan nenek. Ulasan ingatan itu tersusun rapi ia lihat kembali.