—Menjelang Senja di Kazan
       "kau tahu? Cinta ada di mana saja. Terlebih di hatimu"
       Hari ini sujudnya bertambah lagi, bahkan semakin rendah dan semakin lama. Ia sangat bersyukur Allah mengabulkan doa-doanya. Mengizinkan mata dan kakinya berlayar jauh menapaki Bumi. Kali ini jejaknya teduh menghampiri Masjid indah di Kota Kazan, salah satu Kota Islam di Negara bagian Republik Tatarstan.
Sholat Ashar dan  membaca beberapa lembar Al-qur’an sudah selesai.
Allah, aku malu. Tak terhitung nikmat-Mu, namun sedikit syukurku. Ribuan detik waktu ini, tidak akan pernah cukup membahas banyaknya kebaikan yang Engkau kasihi. Allah, aku malu. Jika berharap Syurga, namun ibadahku apa adanya. Tapi Engkau Maha Baik, Maha Memaafkan, meski puluhan ribu waktu yang Kau beri tak banyak aku salurkan pada kebaikan. Allah, aku malu. Tangan Mu selalu terbuka menerima doa-doa, namun sujudku tak begitu lama. Allah, aku sudah kehabisan muka. Namun, Engkau tetap memanggilku hamba. (Kul Sharif Mosque, 18 Juni 2015).
        Hatinya masih bergetar, begitu baik segala kasih sayang Allah. Dengan segala keterbatasan, doa-doa terjawab penuh cinta. Keindahan yang kini terlukis nyata di depan mata, semerta-merta karena Ridho Ummi tertulis rapi di dalamnya. Ia sadar, berapa banyak pun doa bermuara, tak berarti tanpa Ridho Orang Tua, sebab di sanalah semua kebaikan tersampaikan.
Pikirnya kembali ke tahun-tahun ketika usianya belum lagi tujuh belas. Teringat dengan segala mimpi. Lalu banyangan sosok perempuan paruh baya yang memberinya satu buku catatan harian berwarna cokelat tua lengkap dengan sebuah pena.
“Hei, ingin melihat senja?”
Suara itu terdengar sayup namun berhasil membangunkan lamunannya. Seorang lelaki tampan, dengan balutan kemeja putih yang tergulung di kedua tangan hingga ke siku, bahkan terlihat semakin tampan dengan jam casio hitam melingkar dengan rapi di tangan kirinya.
Berdua mereka berdiri menghadap masjid. Seperti biasa, keindahan langit sore itu berhasil ia abadikan dalam tangkapan lensa Nikon D3100. Syukurnya kembali bersemi lagi, kala masjid berwarna biru langit itu dengan kokoh  berdiri di Kota Kazan. Sejarah Kota Kazan mencatat bahwa Kota ini dahulu merupakan tempat berjayanya sebuah kerajaan islam bernama Tatarstan. Namun Pemimpin Russia bernama Ivan the Terrible pada saat itu menumpas kerajaan Tatarstan, dan menghancurkan seluruh masjid di Kazan pada tahun 1552.
Perjalanan kali ini terkesan indah dalam beberapa catatan jurnal yang pernah ia temukan. Mata cekung di balik jilbab merah muda itu, begitu menarik perhatian lelaki yang  menemaninya seharian di Kota Kazan, mengenalkan budaya, kuliner, dan peristiwa penting dalam sejarah di Kota itu.
Selama berjalan ia tak banyak bicara, hanya sesekali bertanya, namun satu pertanyaan jawabannya beranak pinak, kosa kata yang keluar dari mulut lelaki itu sangat rapi dan detail hingga ia sendiri bingung, apa lagi yang akan ditanyakan untuk data dalam tulisan kolomnya, semua terjawab nyaris sempurna.      
       Banyak hal yang wajib disimpan. Selain lensa, beberapa pengalaman harus tergores dengan tinta. Kazan, kota kecil yang terletak di tepi Sungai Volga. Masyarakat Kazan sudah mengenal islam dari Abad ke delapan Masehi, jauh sebelum islam masuk ke Indonesia.  Sejak saat itu, islam menjadi agama mayoritas Bangsa Tatars. Kini sekitar 60% penduduk Kazan memeluk Islam. Sedangkan 40% lainnya pemeluk Kristen Ortodoks. Lima puluh satu masjid hadir di penjuru Kazan, dan menjadi rumah ibadah bagi satu juta muslim di sini. Salah satunya Masjid Kul Sharief ini. Best! , Intelligent!
“kamu sudah berapa lama bekerja sebagai tour guide?” pertanyaan yang menjadi topik pertama untuk mencairkan suasana, dengan kedua tangan yang masih sibuk aktif mengatur beberapa tombol pencahayaan dalam kamera, dan sesekali mengambil gambar untuk percobaan. Menurutnya dengan bertanya seperti itu diantara mereka akan lebih mudah untuk meringankan obrolan selanjutnya.
“baru dua tahun, sejak bapak meninggal. Beliau juga bekerja sebagai tour guide senior di sini, dan saya di amanahkan menjadi pengganti,” jawaban yang singkat dari lelaki berkumis tipis itu. ia menghembuskan nafas panjang, seolah memberi tanda beberapa beban telah berhasil dihempaskan. Begitu kaku.
“oh iya...”