Sebenarnya aku mulai risih, waktu kebersamaan aku dan Rima sering terganggu sejak kehadiran Kak Ali diantara kami. Sampai hingga suatu hari di jam Istirahat, waktu itu ketika aku dan Rima sedang asyik mengobrol seperti biasanya Kak Ali datang,
"Aku ke kantin dulu ya" ucap Rima berlalu meninggalkan aku dan kak Ali. Aku kira Rima akan kembali ke tempat kita tadi mengobrol. Tapi hatiku merasakan bahwa Rima sudah tidak bisa mentolerir sandiwara aku. Setelah aku rasa agak lama, akupun memilih alasan yang tepat untuk bisa mencari Rima.
"Kak Ali, aku ke toilet ya " ucapku. Setidaknya alasan ini akan diterima Kak Ali.
"Iya aku juga mau balik ke kelas". Jawab Kak Ali.
Aku tersenyum lega bisa berakhir menemani kak Ali, namun aku lupa ternyata kak Ali masih memperhatikan aku.
"Semangat belajar ya Kak" ucapku menyemangati.
"Terimakasih Fatma" jawaban kak Ali.
Aku menuju ke kantin sekolah, mencari Rima disana, duh... kemana ya? Pikirku bertanya pada diri sendiri. Aku mengingat kembali tempat yang nyaman bagi Rima, yah Mesjid. Aku segera menuju ke Mesjid. Benar saja kulihat Rima sedang salat Duha. Akupun mengambil air wudhu dan salat. Setelah selesai aku menghampiri Rima.
"Rima, maaf ya" ucapku memulai percakapan.
"Tenang aja, aku ngerti kok" jawab Rima.
"Tapi.. " Rima sambil tersenyum.
Aku mengangguk "Oke.. Oke" ucapku.
Aku mengerti yang dimaksud Rima, dia memang tidak pernah setuju kalau aku pacaran. Aku bersyukur memiliki sahabat seperti Rima, namun kadang kala ada rasa iri padanya. Karena Rima mendapatkan ibunda yang selalu mengajarkan terbaik untuk putrinya. Perhatian, pendidikan yang Rima dapatkan dari ibunda nya seakan seperti bintang yang tak pernah bisa aku gapai.
Rima yang tahu kalau sahabatnya belum pernah merasakan benar-benar jatuh cinta. Entah itu jadian dengan Eka atau Kak Ali hanya bersandiwara. Aku juga sudah berniat ketika Kak Ali lulus sekolah nanti, akan aku anggap kita putus. Rima selalu mengingatkan jangan membuat orang lain terluka karena kata "cinta" yang diartikan berbeda olehku. Mungkin lebih tepatnya aku memanfaatkan kata "cinta".
Tahun berganti akupun naik kelas dua SMA, dan itu pertanda kelulusan kak Ali. Aku bahagia bukan karena dia lulus ujian, tapi karena aku bisa bebas dari kak Ali. Seperti yang telah aku perkirakan, hubungan aku dan kak Ali akan merenggang dan aku anggap itu putus. Jahat memang aku ini, tapi setidaknya aku juga tidak lupa mendo'akan semoga kak Ali mendapatkan pendamping yang lebih baik dari aku.
Ditahun kedua masa SMA ini, aku dan Rima aktif berorganisasi, Rima ikut pemuda mesjid. Sedangkan aku lulus seleksi anggota OSIS. Di Pemuda mesjid Rima menjabat sebagai wakil ketua akhwat. Aku menjabat sebagai sekretaris umum OSIS.
Setelah Kak Ali tidak ada, aku kira akan aman-aman saja. Ternyata ujian tentang "cinta" datang lagi. Aku diuji oleh teman laki-laki satu kelas denganku. namanya Firman, duhh kali ini sungguh membuatku harus banyak mengelus dada. Aku sudah bertekad untuk tidak pacaran seperti saran dari Rima. Dan bagi hatiku belum ada yang mampu membuka hatiku.
Firman sudah membidikku sejak tahun lalu, dia tahu aku berpacaran dengan kak Ali. Menunggu sampai saat ini tiba adalah pengorbanan baginya. Aku sama sekali tidak memperkirakan Firman akan menembakku. Di kelas dia yang paling berpengaruh, satu kalimat ucapan nya akan dilakukan oleh teman-temannya. Itulah yang membuatku kesulitan.
Pernah ada satu kejadian yang sangat membuatku kesal, aku terlambat masuk kelas setelah jam istirahat. Saat itu jam pelajaran sejarah, aku yang bertugas untuk presentasi didepan kelas. Kelasku berada di tingkat ke dua, aku sudah melihat ibu guru sejarah telah menaiki tangga. Sedangkan aku masih berjalan ditengah lapangan, segera aku menuju tangga kelas. Aku fokus menaiki tangga dengan cepat, pikirku menunduk saja memastikan langkah kakiku aman. Tinggal beberapa anak tangga lagi tiba-tiba aku dibuat kaget, sosok tubuh tinggi tegap bertubrukan dengan ku. Aku hampir terjatuh namun pemilik tubuh di depanku dengan sigap memelukku. Tersadar tidak jatuh dan malah berada dalam pelukan laki-laki. Aku berteriak dan mendorongnya.
"Apa-apaan sih?" Umpatku kesal.
Ketika aku melihatnya, "Firman" gumamku.
Firman tetap berdiri didepan ku mengahalangi aku untuk memasuki kelas. Di belakan Firman ada dua orang teman setianya. Satu orang menjaga pintu, dan satunya lagi ikut menghalangi aku.
"Aku cinta kamu Fatma" ucap Firman.
"Udahlah basi, minggir" jawabku ketus.
"Jawab iya, kamu bisa masuk kelas" ucapannya membuatku ingin sekali menonjok wajahnya.
"Ga .. aku ga mau jawab" kataku.
Firman tidak menghiraukan ucapan ku.
Dia tetap menghalangi aku untuk memasuki kelas.
"Aku cinta kamu Fatma" ucap Firman yang kedua kalinya.
"Iya" ucapku menekan kekesalan.
Mendengar kata "iya" Firman membuka jalan untukku. Aku segera memasuki kelas, meminta maaf kepada ibu guru sejarah. Dan langsung memulai presentasi tugasku. Firman mengikuti masuk kelas, wajahnya terlihat sangat ceria. Berbeda denganku yang mual hanya melihat sesaat wajahnya.
Kabar aku jadian dengan Firman sudah sampai ke telinga Rima. Hari itu akupun pulang sekolah seperti biasanya dengan Rima. Kita berjalan perlahan menuju jalan raya,
"Kamu sandiwara lagi?" Tanya Rima.
"Hemm" jawabku sambil mengangguk. Aku ceritakan kejadian di tangga tadi. Rima menyimaknya. Aku pikir begitu sulitnya lulus ujian dari sandiwara cinta. Sesampainya di rumah, aku membanting ransel milikku ke kasur. Aku mandi dan ganti pakaian, hari menuju larut malam. Aku mengerjakan tugas di dalam kamar.
Selepas salat isya, pintu kamarku di ketuk oleh Bibi.
"Fatma, temanmu menunggu di ruang tamu" ucap Bibi.
"Siapa" tanyaku.
"Ga tahu, teman laki-laki" jawab Bibi.
"Laki-laki" pikiranku memutar siapa?.
"Bibi, tolong bilang aku sudah tidur" pintaku memelas. Bibi tersenyum melihatku, lalu beranjak ke ruang tamu. Aku menguntit bibi perlahan dari belakang, penasaran dengan laki-laki yang datang ke rumah malam hari. Eka dan Kak Ali tidak pernah berani mengunjungi aku ke rumah, mereka hanya mengantarkan aku sampai gang di depan jalan raya sana.
Aku mengintip dengan hati-hati, hah Firman. Bibi menjelaskan pada Firman kalau aku telah tertidur. Firman pamit pulang dan meninggalkan oleh-oleh satu keranjang Alpukat. Setelah bibi menutup pintu rumah,
Aku segera menghampiri,
"Asyik nih Alpukat" ucapku senang melihat alpukat yang menggoda selera. Tidak menyadari nenek menghampiri aku dan bibi.
"Kamu mau nikah sama laki-laki tadi" tanya nenek.
"Ga .. ga mau" jawabku.
"Jangan pacaran" ucap Nenek tegas.
"Iya Nek" jawabku.
"Kalau mau nikah aja sekalian" jelas Nenek.
"Ga lah Nek, aku masih sekolah" jawabku sambil menggoda Nenek.
"Nenek mau istirahat lagi, pusing kepala Nenek" ungkap Nenek. Aku dan bibi mendampingi nenek masuk ke kamarnya.
Setelah itu aku mengambil alpukat dan sendok ke dalam kamar. Menikmati alpukat tapi tidak dengan rasa kesal pada pengirimnya.
Keesokan harinya, aku memasuki kelas. Di samping kursi tempat biasa aku duduk kini telah ada Firman. Aku duduk dan menyimpan tasku.
"Ngapain disini" tanyaku ketus.
"Aku pindah tempat duduk" jawab Firman.
"Apa ?"
Bersambung
Silahkan tinggalkan komentar positif bagi penulis. Terimakasih