#Menantu_Ular 3
Mereka temanku
"Heran deh, Ma! Kenapa Kak Btari nggak mati, padahal dia minum racun itu!"
Kepalaku bergoyang sedikit. Kupasang telinga ularku untuk mendengarkan pembicaraan Ibu Mertua dan Amelia, adik iparku.
"Iya, Mama juga lihat. Apa dia membuangnya tanpa setahu kita?" Bisik Astuti, Mertuaku.
Aku yang sedang berkutat di dapur, menyungging senyum. Racun tidak akan mempan untukku. Aku ini biang racun. Bahkan liurku bisa membunuhmu, haha.
Tap Tap Tap
Suara langkah kaki mendekat. Aku tahu, satu orang bergabung lagi dengan mereka. Itu langkah kaki Suamiku, Mas Randy. Rupanya dia duduk bergabung dengan Ibu dan adiknya.
Kusibakkan anak rambut di telingaku. Dengan santai aku memotong sayuran. Setiap hari, aku lah Inem di rumah ini. Sebenarnya, aku orangnya gampang. Disuruh suruh juga gapapa. Asal jangan mengusikku, apalagi menyuruh Suamiku kawin lagi, dengan alasan aku nggak menghasilkan uang karena nggak kerja.
Memang aku nggak kerja. Tapi, Suamiku yang memenuhi semua kebutuhan rumah ini. Aku tak keberatan tinggal serumah dengan Mertua dan ipar. Sekali lagi, jangan mengusikku! Atau kalian akan menyesal!
"Kasihan Bella ya, Kak Randy ... Anak baik, udah meninggal," ucap Amel sendu. Aku mendengkus.
"Iya, Mama heran deh. Air di teko itu, sudah di cek di lab terbukti tidak beracun. Tapi kenapa Bella bisa mati keracunan, ya?"
"Sudah lah, Ma, jangan dibahas lagi. Mungkin itu sudah takdirnya Bella," kata Suamiku. Huh! Emang nasibnya Bella aja yang sial! Coba Astuti dan Amel itu bukan Mertua dan iparku, mereka pasti juga sudah end!
"Btarii!"
Aku terhenyak! Ibu Mertua memanggilku. Gegas aku ke depan.
"Ada apa?" Tanyaku saat sampai di ruang tamu.
"Nanti, teman-temanku akan kemari buat arisan. Kamu bersihkan rumah dan siapkan makanan yang enak, mengerti?!" Astuti melotot padaku.
"Uang buat belanjanya mana?" Kunaikkan kedua alisku. Tanganku mengadah pada Mertuaku.
"Pakai uangmu lah!" Astuti mendelik dan berteriak ngomongnya. "Kamu kan dikasih uang belanja banyak sama Randy!"
"Beda dong, Ma, uang belanja sama uang makan-makan buat teman arisan Mama," jawabku santai. Mamaku meradang.
"Menantu kurang ajar! Bantah melulu." Ujar Astuti geram. Aku tersenyum sinis. Mas Randy menengahi.
"Ambil uang di ATM dulu, Btari. Nanti Mas ganti," katanya lembut. Aku mengangguk, lalu kembali ke dapur.
"Lihat kelakuan Istrimu itu, Randy. Dia berani sama Mama!" Mertuaku tersungut.
Menantu ditindas? Big no! Bukan aku. Kalian salah lawan hahaha.
Siangnya, setelah memasak dan membuat kue, untuk jamuan teman-teman Mama, aku berjalan ke belakang rumah untuk melepas penat.
Halaman belakang rumah Suamiku ini luas dan nggak ada pagar pembatasnya. Jauh di sana ada semak belukar dan tanaman rumput yang cukup luas. Rumputnya, setinggi betisku. Aku sengaja berjalan ke sana. Mau mencari teman.
Berdiri di tengah rerumputan, aku mengedarkan pandangan. Dengan bahasa telepati, aku memanggil teman ularku.
Tak lama, muncul seekor ular belang di depanku. Aku menatap matanya, kemudian berjongkok. Kutangkap ular kecil berukuran se-ibu jari tanganku dan panjang kurang dari satu meter ini.
"Sini ..." Ku ulurkan tanganku. Si belang segera melingkar di pergelangan tanganku. Aku berdiri, mengelus ya pelan.
Meski kecil, ular belang ini mengerikan. Bisanya dapat membunuh manusia kurang dari satu jam! Bila bertemu, ku sarankan jangan mengusiknya!
Kubawa si belang mendekat ke halaman belakang rumahku. Duduk di bangku kayu panjang dekat tiang jemuran, aku bermain-main dengannya.
Kusuruh si belang meliuk, menari di tanganku. Sesekali, bahkan belang melilit di leherku seperti kalung. Saking asyiknya, bahkan aku tidak tahu, kalau iparku Amel, sudah berdiri di pintu dapur mengawasiku!
"Kak Btari!"
Aku menoleh, kusembunyikan tanganku yang dililit belang ke belakang badanku. Netraku melebar. Sejak kapan Amel ada di situ? Gadis itu menatapku. Wajahnya takut-takut.
"K_kau bermain dengan ular?"
Bersambung