SUAMIKU KECIL
Part 6 : Jamu sehat Wanita
Sore itu, Mas Syafril pergi bersama supirnya. Dia tidak bilang mau ke mana dan aku juga malas bertanya. Jadi tinggal aku sendiri saja di rumah. Taklama kemudian, terdengar suara seseorang mengucap salam dari arah pintu depan.
"Assalammualaikum."
Dengan malas, aku bangkit dari sofa depan tv dan beranjak menuju pintu, "Waalaikumsalam," jawabku dan tampaklah kak Metha dan Farah berdiri di depan pintu.
"Tante jelek .... " teriak Farah dan langsung berlari memelukku.
"Eh, ada Si centil. Kangen tante, ya? Tante juga kangen." Aku mencium pipi montoknya berkali-kali.
"Ayo, Kak, masuk!" aku tersenyum menyambut kedatangan kakak ipar dan keponakan tersayang.
Aku mengajak mereka duduk di ruang tengah tempatku menonton tv tadi.
Kak Metha tampak menahan senyum ketika duduk di sofa, "Ehm ... Syafril mana, Zil?" Dia celingukan.
"Lagi pergi, Kak, gak tahu juga ke mana," jawabku dengan masih sibuk mencubiti pipi keponakan centilku, Si Farah.
"Lhoh, kok ... Emangnya gak ditanya mau ke mana gitu?"
"Ah, biar saja lah, Kak. Eh, by the way ada apa nih ke sini? Tumben!" aku menatap curiga wajah kak Metha.
"Farah kangen kamu, dari kemaren ngajakin ke sini."
"Masa?" aku tersenyum sambil menari-narikan jari telunjuk di depannya.
"Sekalian mengantarkan jamu dari Ibu." Dia memberikan kantong plastik yang berisi botol bekas air mineral dengan air bewarna keruh didalamnya.
Nah, benarkan dugaanku. Gak mungkin cuma sekedar si Farahnya kangen, pasti ada embel-embelnya. Pasti sekalian mau meliput gosip kehidupan rumah tanggaku dengan pria kecil itu, kan? Suaminya aja yang Ustazd, istrinya tukang gosip. Aku terus mengumpat dalam hati melihat Kak Metha mengedarkan pandangannya ke segala arah rumah kami.
"Jamu apaan nih?" aku membolak-balik tuh botol.
"Jamu sehat wanita, untuk kesuburan kamu."
"Ya elah, emangnya Zilla tanaman apa? Pakai di beri jamu penyubur segala." Aku manyun melototi botol itu.
"Ehm, biar cepat hamil. Gitu kata Ibu, buruan di minum sampai habis!"
"Ogah ah!" aku mendorong botol itu dengan tampang dongkol.
Taklama kemudian ponselku berdering dan ternyata Video Call dari 'Ibunda Ratu Sejagat'.
"Tuh kan, Ibu langsung VC karena kamu nolak minum tuh jamu." Kak Metha cekikikan.
Aku langsung menggeser tombol hijau dan langsung nongol wajah Ibu.
"Assalammualaikum, Zil. Udah di minum belum jamunya?"
"Belum, Bu." Kak Metha menunjukkan botol jamu ke arah ponsel.
"Buruan di minum, Zil!" perintah Ibu dengan wajah cerewetnya.
"Iya, Bu, iya." Aku mengambil botol jamu dari tangan kak Metha dan segera meminumnya sampai habis.
"Woek .... " aku menjulurkan lidah karena menahan rasa pahit.
"Nah, bagus. Insyallah kamu akan segera hamil, Zil. Pokoknya tetap usaha, Ibu gak mau tahu. Tahun ini kamu harus kasih Ibu cucu!"
"Iya, Bu, iya."
"Ibu takutnya kamu udah gak bisa hamil, Zil. Maklum, umurmu tahun depan kan udah 35. Makanya kamu harus ikhtiar juga dengan minum jamu itu. Anak teman Ibu udah berhasil hamil loh, padahal umurnya sudah 40 tahun. Menikah 15 tahun."
"Iya, Bu. Iya."
"Jangan iya, iya saja. 'Gladak-gluduk'nya juga harus teratur. Jangan terlalu sering dan terlalu jarang." Ibu masih saja nyerocos.
Kak Metha cuma cekikikan mendengar obrolanku dengan ibu.
"Udah deh, Bu, gak usah ngomongin masalah gituan di depan umum gini. Ada Farah juga yang masih dibawah umur."
"Oh iya deh, iya. Ibu lupa, hehe. Maaf. Ya udah, pesan Ibu ... baik-baik sama Syafril. Minggu depan ajak dia ke rumah ya, kita kumpul keluarga. Adikmu si Farhan juga bakalan datang bersama istri dan anaknya. Terus keponakanmu si Fadil juga pulang. Ingat ya, jangan lupa!"
"Iya, Bu, iya," jawabku sambil menguap.
"Ya sudah, Kak Methamu langsung suruh pulang ke rumah. Oh iya, bilang dia ... ibu nitip Ketoprak gitu. Dua bungkus."
"Iya, Bu, iya."
"Oke, Bu." Kak Metha mengacungkan jempolnya ke dekat layar ponselku.
"Assalammualaikum." Ibu mengakhiri obrolan panjang kami.
"Waaaikumsalam."
"Ya sudah kalau gitu, kakak dan Farah pamit pulang ya."
"Iya, kak. Hati-hati." Aku melambaikan tangan pada kak Metha dan Farah yang menaiki motor maticnya.
********
Malamnya, aku terbangun kaget ketika melihat kalender di ponsel menunjukkan tanggal 15. Oh, my god. Pil KBku di mana, ya? Aku membongkar semua isi tas dan menumpahkan semuanya ke atas tempat tidur, tapi aku tak menemukan yang kucari.
Kemudian kubuka laci di lemari pun juga tidak ada, aku mulai kebingungan. Tiba-tiba terdengar langkah kaki Mas Syafril memasuki kamar.
Degggg, aku jadi gelagapan dan bimbang setengah mati.
"Dik ... " panggilnya kepadaku dengan langkah malu-malu.
"Iya, Mas. Ada apa?" aku menatapnya gugup.
"Hari ini udah tanggal 15, Mas mau ambil jatah?" dia semakin mendekat ke arahku dengan senyum jeleknya.
"Oh, aduh, Mas. Kira-kira bisa ditunda besok malam gak ya?" aku terduduk di ujung tempat tidur sambil menggigit bibir, cemas dan bimbang.
"Aduh, Dik. Gimana ya? Sebenarnya ... Sudah di ubun-ubun nih. Mas gak kuat, kalau harus ditunda besok .... " dia menggaruk kepala dengan ekspresi malu-malu.
"Please, Mas." Aku memohon dengan kedua tangan bersimpuh di dada.
"Maaf, Dik. Mas sudah tanda tangan di atas materai, jadi Mas tidak mau sampai melanggar perjanjian kita." Dia langsung melompat ke pangkuanku dan melancarkan aksinya.
Aku hanya bisa pasrah dan memejamkan mata, berharap bisa tertidur saat dia menggarapku. Tapi boro-boro bisa tidur, yang ada malah gak bisa tidur semalaman. Oh, my god. Habislah aku, hiks ....
********
Hari ini aku berangkat ke kantor dengan langkah lunglai, wajah yang kutekuk ketika duduk di depan meja kerja. Mata terasa masih mengantuk. Taklama kemudian, Mona dan Ellis datang menghampiriku.
"Kusut amat wajah kamu, Zil?" Ellis duduk di depanku.
"Iya, nih. Emm, mentang-mentang pengantin baru. Cie ... Pasti lembur setiap malam tuh." Mona menimpali.
"Wuah .... " aku hanya menguap berkali-kali di depan mereka.
"Tuh kan, gak salah lagi dugaanku. Hahaaa ...." Mona cekikikan sambil menutupi mulutnya.
"Benaran, Zil? Habis berapa ronde?" Ellis tersenyum dengan alis yang digerak-gerakan.
"Ah, kalian ini. Pagi-pagi udah kepo aja."
Keduanya teman kantorku itu hanya terbahak menatapku. Ah, sangat menyebalkan sekali. Aku manyun saja melihat tingkah mereka.
"Eh, Zil. Kemaren aku kayak ada lihat kamu deh waktu di lampu merah." Mona menghentikan tawanya dan berubah serius.
Deggg, wih ... aku kira Mona nggak lihat. Astaga, habislah aku!
"Salah lihat kamu, Mon. Aku kemaren seharian di rumah."
"Aku yakin banget itu kamu, zil." Mona ngotot.
"Zilla sama siapa, Mon? Suaminya ya? Kayak apa suaminya? Ayo, buruan cerita!" Ellis nampak bersemangat dan tidak sabaran.
"Aku lihatnya cuma Zilla saja, El. Walaupun kaca mobilnya ditutup, tapi aku yakin. Itu dia." Mona semakin antusias.
Aku menarik napas lega, syukurlah kalau Mona nggak lihat penampakan Mas Syafril waktu itu.
"Eh, malah senyum sendiri nih anak. Itu benaran kamu kan, Zil?" Mona menunjukkan tatapan mautnya.
"Ya elah, udah dibilangin juga. Bukan aku!" kutinggalkan saja mereka berdua yang masih sibuk dengan ocehannya menuju toilet. Bisa terbongkar semuanya kalau lama-lama di sana. Apalagi Mona si ratu gosip, pandai banget mengorek informasi. Ellis si dower juga mulai ketularan ngikut si Mona.
Sepulang dari kantor, kuputuskan untuk mampir ke rumah Ibu. Lagi sebel lihat tampang jeleknya Si pria kecil. Dia pasti akan menyambutku di depan pintu lagi dan memamerkan senyum sok imutnya. Aku semakin dongkol juga karena tadi malam dia menggarapku tanpa Pil Kb. Ya tuhan, aku tidak mau hamil anak dari pria mungil itu.
Bersambung ....