Alat Kontrasepsi
Suamiku Kecil

Part 4 : Alat Kontrasepsi

Pagi pun tiba, aku sudah berpakaian rapi. Dengan kemeja ungu yang dibalut blezer hitam yang kupadukan rok selutut warna senada. Rambut kubiarkan terurai karena masih basah sehabis mandi keramas tadi.

Aku sedikit mengomel dalam hati karena Hair drayer lupa kubawa, bisa jadi bahan ledekan kalau ke kantor dengan rambut basah kuyup begini. Sudah dilap dengan handuk dan nebeng depan kipas angin, masih juga belum kering.

"Dik, ayo sarapan!" panggil Mas Syafril seraya berdiri di depan pintu kamar.

"Iya, Mas," jawabku sambil berjalan di belakang pria kecil yang sudah rapi juga dengan dinas cokelat muda khas Pns setempat.

Pria kecil itu, suamiku adalah guru di salah satu Sekolah Dasar di Kotaku. Begitu menurut cerita Ibu ketika mempromosikan dia untuk jadi suamiku tempo hari.

Hemm, sarapan hari ini pun ludes tanpa bersisa. Apa saja yang dimasaknya selalu terasa enak di lidah, entah pakai jampi-jampi apa dia masaknya? Ah, lagi-lagi aku su'udzon.

"Astagfirullah," ucapku dalam hati sambil melirik dia.

Acara sarapan selesai, dia menenteng  tas hitam di tangan. "Mas berangkat ya, Fik. Mau bareng atau gimana nih?"

"Mas duluan aja, Zilla jam delapanan gitu ke kantornya."

"Oh, nanti minta antar supir aja ya!" Dia mengulurkan tangannya ke atas hendak menyuruhku salim kepadanya.

"Hati-hati, Mas," jawabku sembari membungkuk mencium punggung tangan Mas Syafril.

"Assalammualaikum." Dia lagi-lagi memamerkan senyum jeleknya.

"Waalaikumsalam," jawabku agak jengah.

Aku semakin e'nek melihat tampang pria kecil yang sudah berhasil menggasakku tadi malam, tapi aku sedikit bersyukur sebab dia tidak ada membahas masalah ketidak perawananku. Jadi aku bisa bernafas lega sekarang.

Jam 07.45, ojek online pesanan sudah menunggu di depan rumah.

"Biar saya yang anterin, nyonya," ujar Pak Sugeng supir mas Syafril.

"Gak usah deh, pak. Aku naik ojek aja," jawabku sembari melintas di sampingnya.

πŸ€πŸ€πŸ€πŸ€

Sesampainya di kantor, Ellis dan Mona langsung menyambutku.

"Cie ... pengantin baru kok udah nongol?" cecar Ellis menatapku dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"Emmm, bukannya jatah cuti menikah itu satu minggu?" Mona melirik dengan senyum menggodaku.

"Iya, ini cuma tiga hari udah masuk kantor, ada apa ini?" Ellis menimpali.

"Kelamaan cuti, ntar kerjaan pada numpuk." Aku duduk di kursi dan meletakkan tas di meja.

"Eh, pengantin baru udah datang." Heru juga mampir ke mejaku.

"Bos murka tuh, kamu mengajukan cuti menikah tapi gak ngundang seisi kantor," ucap Ellis.

"Maaf deh, pernikahan hanya dihadiri para kerabat saja."

"Masa'? Kemaren pas aku lewat depan rumahmu, rame gitu .... " Si Mona ratu gosip mulai mencoba menggali informasi.

"Keluarga semua itu, Mon. Gak percaya, cek aja buku tamu," ucapku menahan senyum.

"Ya elah, tapi btw suami lo orang mana sih? Kenalin kita-kita dong?" Mona merengut.

"Orang sini juga," jawabku sembari menyibukkan diri dengan laptop.

"Mana poselmu? lihat foto nikahnya saja." Ellis mengulurkan tangannya.

"Gak ada di ponsel, masih sama Fotografernya."

"Ya elah, payah kamu Zil." Ellis cemberut dan memoyongkan bibir dowernya.

"Haha .... " Aku tertawa dan menaikkan bahu.

Semuanya langsung bubar ke meja masing-masing, aku menarik nafas lega.

"Gila, bisa habis aku kalau mereka semua sampai mengetahui bentuk orang yang kunikahi tempo hari," gumamku sambil memegangi kepala.

"Oh, my god. Kok aku bisa sampai seteledor ini. Kenapa aku langsung memberikan jatah pria kecil itu tanpa pasang alat kontrasepsi terlebih dahulu?" Aku menepuk jidak kesal.

"Aku gak mau hamil dan punya anak kerdil kayak bapaknya," batinku.

Aku mulai memutar otak, mencari alat kontrasepsi yang tepat. Kumasukkan ke pencarian google 'macam-macam alat kontrasepsi'. Dan muncullah berbagai macam tulisan dan gambar di ponsel. Langsung******satu persatu.

Kalau pakai IUD, aku risi kalau harus di masukkan benda kecil itu ke dalam rahim. KB Implan, di masukkan ke bahu. Aku tidak berani. Kalau KB suntik, bisa tempos pantatku di tusuk jarum tiap bulan. Kepala mulai puyeng memikirkannya.

"Aha, KB Pil saja. Tinggal diminum, aman deh." Aku tersenyum kecil sambil manggut-manggut sendiri.

Taklama kemudian, ponsel di tanganku bergetar dan terpampang nama 'ibunda ratu' di depan layar. Aku mengerutkan dahi dan menarik nafas panjang sebelum menggeser tombol hijau itu.

"Assalammualaikum, iya bu. Ada apa?"

"Waalaikumsalam. Gimana kabarmu, Zil?"

"Baik, Bu."

"Gimana kabar Syafril, menantu ibu?"

"Sama, baik juga. Langsung saja deh bu, gak usah basa-basi lagi. Ada apa?"

"Ih, kamu ini. Masa' seorang ibu nelpon anaknya gak boleh." Suara ibu mulai meninggi.

"Boleh, Bu." Aku menarik nafas menahan kesal.

"Eh, Zil. Ngomong-ngomong kamu udah gladak-gludukkan dengan Syafri? Gimana?"

"Yeah, benarkan dugaanku. Ibu mau nanya masalah itu." Aku menggerutu dalam hati.

"Zil, kamu masih di sana 'kan?"

"Iya bu, iya. Udah gituan dan dia biasa saja. Aman terkendali dan tidak ada masalah," jawabku akhirnya karena malas harus berbelit-belit dengan ibu. Aku mengenal betul wataknya, sebelum dia mendapatkan jawaban kebenaran, dia tidak akan berhenti mengorek informasi.

"Alhamdulillah, syukurlah kalau begitu. Berarti ibu tidak salah memilihkan dia sebagai jodohmu. Pria lain belum tentu bisa menerima ini. Seperti anaknya teman ibu, ketahuan udah tidak original pas malam pengantin, besok paginya langsung diceraikan." ucap ibu antusias sekali.

"Iya, Bu, iya."

"Nah, karena Syafril bisa menerimamu apa adanya maka kamu juga harus begitu ya, Zil. Terima dia apa adanya juga, Ibu selalu berdoa supaya kehidupan rumah tangga kalian langgeng dan adem. Dan semoga kamu cepat hamil dan memberi ibu cucu. Jangan galak-galak sama Syafril, dia pria yang baik maka perlakukanlah dia secara baik. Jadilah istri yang sholeha untuk dia." Ibu terus nyerocos.

"Iya bu, iya," jawabku lagi karena telinga sudah mulai panas terkena tempelan ponsel.

"Eh, Zil .... "

"Bu, udah dulu ya. Zilla di panggil bos, Assalammualaikum." Sebelum ibu nyerocos lebih panjang maka segera kuakhiri saja obrolan ini.

"Oh ya udah, waalaikumsalam." Suara ibu terdengar agak kecewa.

"Maaf, bu. Bukannya gak mau lama-lama dengarin omongan ibu, tapi aku takut kedengaran teman-teman kantor. Bisa jadi bahan olokan putrimu ini." Aku merasa sedikit bersalah juga.

🌾🌾🌾🌾

Setelah makan siang di kantin kantor bersama dua temanku, Ellis dan Mona. Aku kembali ke meja kerja dan ketika melihat ponsel, ada pesan whatsApp dari mas Syafril.

[Assalammualaikum.wr.wb. Dik Zilla, pulang kantor jam berapa? Mau mas jemput atau suruh supir aja yang jemput adik?]

"Emmm, bisa heboh kantor mas, kalau kamu jemput aku ke sini." aku meringis memegangi jidat yang berkerut.

[Waalaikumsalam.wr.wb. Gak usah deh, Mas, aku udah pesan ojek online. Pulang kantor jam 16.00]

Langsung kukirim pesan itu dan memasukkan kembali ponsel ke dalam tas.

Sepulang dari kantor, tidak lupa aku mampir ke Apotik untuk membeli Pil Kb sebagai alat kontrasepsi yang aman menurutku.

"Ehm, tapi harus buat jadwal 'gladak-gluduk' nih. Seminggu sekali atau sebulan sekali yah?" Aku berpikir sepanjang jalan menuju pulang.

Sampai-sampai, aku tidak sadar kalau tukang ojek online sudah berhenti di depan rumah mas Syafril.

"Udah sampai, Mbak," ucapnya membuyarkan lamunanku.

"Oh iya, terimakasih." Aku turun dari motor dan membayar ongkos.

Ketika memasuki halaman rumah, kulihat mas Syafril sudah berdiri menantiku di depan pintu dengan senyum jeleknya.

"Ya elah, pakai di tunggu depan pintu segala. Kayak emak-emak pulang kerja disambut anaknya saja." Aku mengomel dalam hati melihat tingkah noraknya.

"Lagi ngapain mas, berdiri depan pintu gini?" Aku agak sewot menatapnya.

"Ucapkan salam dulu, Dik!"

"Ah, udah deh. Zilla capek." Aku masuk rumah dengan tampang cemberut.

Dengan wajah kecewa, dia mengekor dibelakangku.

Dengan letih kuhempaskan tubuh di sofa mungil depan tv. Membuka blezer dan menyimpan tas di meja.

"Oh, my god. Pizza!" Mataku langsung berbinar ketika melihat sekotak pizza terletak di atas meja.

Cacing-cacing di dalam perut langsung berteriak minta di sumpal pizza, langsung saja ku lahap beberapa potong.

"Wih, ada juice alvukat juga." Aku menyeringai senang.

Setelah kenyang, aku meluruskan kaki di atas meja dan akhirnya tertidur.
Dan ketika tersadar, hari sudah malam.

"Yeah, cepat banget hari berganti malam. Aku harus segera membuat perjanjian jadwal 'gladak-gluduk' dengan pria kecil itu. Bisa habis aku, kalau di garabnya setiap malam." Aku keluar dari kamar dan menghampirinya di teras rumah yang sedang menghirup kopi sambil mendengarkan lagu jadul WaliBand.

Tapi aku hanya berdiri bengong di belakangnya yang sedang larut dalam lirik lagu Wali.

✨ Dik, aku pinta kau akan selalu setia
Dik, aku mohon kau selalu menemani
Saat 'ku tengah terluka
Kala 'ku tengah gundah

 
✨'Ku akan menjagamu
      Di bangun dan tidurmu
      Di semua mimpi dan nyatamu
     'Ku akan menjagamu
     'Tuk hidup dan matiku
     Tak ingin, tak ingin kau rapuh
 

✨Dik, jangan engkau pergi tinggalkan aku
Dik, ingin aku cinta dan cinta selalu
Saat kau tengah terluka
Kala kau tengah gundah

✨'Ku akan menjagamu
Di bangun dan tidurmu
Di semua mimpi dan nyatamu
'Ku akan menjagamu
'Tuk hidup dan matiku
Tak ingin, tak ingin kau rapuh

✨Kau akan menjagaku
Di bangun dan tidurmu.

Bersambung ....

Komentar

Login untuk melihat komentar!