Habis Manis Sepah Dibuang
Biya baru kelar tadarus Al Quran di kamarnya. Ia membuka mukena, melipatnya dan meletakkan di ujung tempat tidur. Diliriknya jam di dinding kamar, sudah pukul delapan lewat dan suaminya masih pules diranjang.

Biya geleng geleng. Padahal tadi rencananya abis Shubuh, Biya mau ngajak Mika tadarus bareng dilanjut Dhuha. Selesai Dhuha ke rumah orang tua Mika untuk ngambil baju ganti Mika. Abis itu baru ke laundry yang seharian kemarin tutup.

Itu rencana Biya kalau suaminya nggak ngelanjutin tidur pas pulang dari mesjid. Tapi Mika mah tahu sendiri pembaca, kalau udah ngantuk ada aja alesan buat nyambung tidur “Bayar tidur bentar aja biya. Ntar kalau matahari udah tinggi Aa pasti bangun deh.” janji Mika.

Matahari tinggi dari hongkong, namanya tidur mah mana ngeh kalau matahari udah tinggi. Buktinya sekarang aja udah jendela dibuka, cahaya matahari masuk terang benderang, Mika tetep aja pules kaya orang pingsan.

“A, bangun.” Biya menepuk lengan Mika.

“Ntar lagi bi.” Mika masih bobo ganteng meluk guling.

“Udah jam delapan nih. Biya mau buka laundry bentar lagi.”

“Udah tinggal aja. Biya pergi ke laundry aja sana.” Mika belum juga mau bangun.

Biya manyun “Mau dianter ngambil baju ke rumah mamah nggak?” 

Mika menggeleng dalam tidurnya “Ntar siang aja.”

“Ya udah kalau gitu biya tinggal.” Biya mencium tangan suaminya sebelum meninggalkan kamar. 

Dia sengaja nggak maksa Mika bangun, biar nanti Mika sadar sendiri kalau bangun siang bakal diceramahin Abi. Secara suami mah dimana mana kudunya bangun pagi buat ngejemput rezeki. Bukan molor seenaknya, apalagi dibulan puasa yang mestinya dipakai buat memperbanyak amal baik.

Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”  At Taubah ayat 105


Mika merentangkan tangannya ke samping tempat tidur,  nyari Biya buat dipeluk. Tapi nggak ada apapun diranjang kecuali guling. Sontak Mika membuka mata, ranjangnya kosong. Biya nggak ada di kamar. 

“Kemana biya?” Mika beringsut duduk mengusap wajahnya. Ia meraih ponsel diatas nakas. Jam menunjukkan pukul sebelas.

“Ya ampun, apa kata abinya biya nanti.” Mika megggaruk kepala yang tak gatal. Khawatir ketemu mertua diceramahin.

“Udah lah masukin telinga kanan keluar telinga kiri.” Mika menggampangkan.

Ia beranjak turun dari ranjang dan meninggalkan kamar. Mencari Biya di tiap sudut rumah. Yang ditemui cuma Abi yang lagi ngasih makan ayam di pekarangan.

“Pagi bi.” 

Abi menoleh ke menantunya “Udah siang mika.”

“Eh iya.” Mika nyengir “Biya mana ya bi?”

“Ke laundry. Ngurus cucian.” Abi ngasih tahu.

“Mika ijin nyusul ya bi. Sekalian mau ambil baju ganti di rumah mamah.” Mika nggak tahu mau ngapain kalau bangun nggak ada Biya. Yang jelas nggak mungkin dia nyuruh temennya dateng ke rumah mertua. Bakal dipelototin mertuanya kali. Udah nggak kerja ngumpulin temen, alamat diceramahin.

“Mandi dulu, dhuha dulu, baru berangkat.”
 
“Eh iya bi.” Dengan terpaksa Mika balik badan ke dalem lagi. Padahal dia mah males banget mandi kalau udah siang. Apalagi Dhuha, Mika mah nggak pernah. Tapi ya udahlah yang penting bisa keluar.


Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang –orang mukmin.” Az Zariyat ayat 55



“Bi.” Biya mendengar panggilan saat tengah menimbang cucian dari Ayu yang jadi pelanggannya.

“Eh Aa udah nyusul aja.” Biya berkomentar sembari mencatat jumlah kilo dan rupiahnya.

Ayu yang menyadari kalau Mika yang datang langsung berbalik. Mengulas senyum ke Mika yang lagi jalan ke meja pembayaran laundry.

“Mika gimana malam pertamanya?”

Biya menatap punggung Ayu dengan takjub waktu denger pertanyaannya “Astagfirullah nanyanya.” Biya membatin. Nggak kebayang kalau dia yang nanya begitu ke orang yang baru nikah.

Bakal diceramahin Abi ama Umi kali. Lagian mah pamali nanyain urusan ranjang orang. Apalagi di bulan puasa kalau bisa lisan mah kudu dijaga. 

'Dalam riwayat Abu Hurairah disebutkan, “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau lebih baik diam (jika tidak mampu berkata baik)."  HR  Bukhari dan Muslim


“Tanya biya dong berapa ronde.” Mika menjawab asal.

Biya senyum, sementara Ayu memberengut masam. Ia berbalik ke Biya “Udah bonnya?”

“Udah. Ini.” Biya menyodorkan.

Ayu menerimanya dan melengos pergi tanpa pamit ke Mika lagi.

Biya geleng geleng melihat kelakuan Mika tadi “Dasar kamu A, iseng.” Biya berkata pelan karena tak ingin terdengar Ayu yang baru aja pergi.

“Abis siang siang nanyanya yang nggak nggak.” Mika narik kursi deket meja pembayaran.

“Kamu balik jam berapa? Aku mau minta temenin ke rumah mamah nih.” Mika nanya.

“Sekarang juga bisa. Kan ada yang kerja bisa gantiin.” 

Mika melongok ke dalam, ada yang bantu nyuci sama nyetrika pakaian pelanggan ternyata.

“Ya udah pamit sana. Udah gatel nih pake baju koko dari kemarin belum ganti ganti.”

“Iya iya ngerti, Aa mau ganti baju ama ambil salin.” Biya beranjak ke dalam untuk pamitan.


Ini pertama kalinya Biya naik mobil Mika, mobilnya berantakan. Dibelakang ada CD lagu Clean bandit,  Billie  Eilish dan The Weeknd yang terserak di jok.

Iseng Biya buka laci dashboard, ada box sachet durex di dalam laci yang bikin Biya kaget dan reflek menutup dengan keras “Inalillahi Aa. Itu buat apaan?”

“Buang aja. Udah nggak kepake.” Mika menjawab santai.

“Astagfirullah.” Biya mengusap dada untuk mengatasi keterkejutannya. Masih shock ngebayangin Mika pas jaman sebelum nikah sibuk ngejer syahwat.


“Sesungguhnya di antara yang aku takutkan atas kalian, ialah syahwat mengikuti nafsu pada perut dan pada kemaluan kalian serta fitnah fitnah yang menyesatkan.”  HR Ahmad dari Abu Barzah al Aslami


“Gimana kalau mereka hamil terus nuntut kamu?”

“Nggak mungkin. Aa biasa sama yang pengalaman. Nggak pernah sama yang polos kaya kamu.” 

"Pengalaman?" Biya masih nggak habis pikir. Kok ada perempuan yang mau nyerahin dirinya ke laki laki sebelum menikah.  Apa mereka nggak mikir kehormatannya? Apa nggak mikir kalau tubuh itu ada pertanggung jawabannya ke sang pencipta, ke orang tua sama ke diri sendiri? Apa nggak takut ngerasa dosa?

“Kamu ngeriin ih. Untung dulu pas kamu suka manggil manggil Biya nggak jawab.” Biya geleng geleng.

Mika tergelak “Ya Allah Biya. Itu tuh yang bikin Aa penasaran sama Biya dan ngebet pengen kawin ama Biya. Biya doang yang susah didapetin.”

Wajah Biya terasa memanas saat denger pujian Mika.Bersyukur dia bisa jaga diri, mungkin kalau dia nggak bisa jaga diri nasibnya bakal sama kaya cewek cewek yang dikencani Mika. Habis manis sepah dibuang


Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat.” An Nur ayat 31


Komentar

Login untuk melihat komentar!