Malam Pertama
Biya baru rampung mencuci piring dan beranjak ke kamar. Saat membuka pintu Ia kaget, melihat Mika yang berbaring di ranjang tanpa atasan. Bertelanjang dada dan hanya mengenakan bawahan saja.

Astaghfirullah Aa, itu aurat kemana mana.” Biya mengomentari.

“Ya ampun biya, ini kan malam pertama jadi pengantin. Masa iya pakai baju.”

Biya masuk ke kamar dan geleng geleng “Ini bulan ramadhan Aa. Pakai baju kokonya lagi atau mau dipinjemin kaos ke abi?”

“Emang kalau bulan puasa nggak boleh?”
 
“Boleh tapi ada syaratnya.” Biya duduk di ujung ranjang. Sengaja biar nggak diterkam Mika.

“Kok pakai syarat.” Mika protes. Ia menggeser duduknya biar dekat ke istrinya.

“Ya wajib biar besok Aa bisa ikut puasa.” Biya berdiri, belum mau berdekatan.

“Ya udah syaratnya apa?”

“Mandi junub abis malam pertama.”

“Ya ampun ini udah jam dua belas malem Biya. Airnya tiis. Aa nggak mau.” Mika nggak ngebayangin mandi malam malam. Seumur hidup dia tuh paling males mandi. Apalagi suruh mandi malam.

“Tuh kan mandi aja nggak mau. Padahal besok kan udah harus sahur lagi, puasa lagi. Kalau masih belum bersuci gimana ceritanya mau lanjut ibadah ramadhan?” Biya melipat tangan ke dada seperti seorang guru yang mengajari muridnya.


Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka ketika kamu beritikaf dalam masjid, itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa.”  Al Baqarah ayat 187


“Biya ih saklek banget.” Mika ngambek.

“Aa ih parah banget. Pengennya enak doang.” Biya menggoda.

“Ya udah deh mandi.” Mika berdiri menghampiri Biya. Ia sebenernya cuma janji doang. Nggak niat bener bener mandi. Yang penting udah delapan belas plus dulu. Masalah nanti nggak mandi, tinggal minta maaf ke Biya. Dia yakin Biya bakal mau maafin.

“Biya mah percaya sama Aa. Pokoknya kalau sampai Aa nggak mandi, malam ini juga biya bakal langsung lapor sama abi ama umi.”

“JANGAN!” Mika sontak ketakutan.

“Tuh kan, baru nikah aja udah mau ngadalin biya. Dosa Aa.” Biya menjewer telinganya.

“Ampun biya ampun” Mika mengaduh kesakitan.

 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda “Jauhilah kebohongan, sebab kebohongan menggiring kepada keburukan, dan keburukkan  akan menggiring kepada neraka. Dan sungguh , jika seseorang berbohong dan terbiasa dalam kebohongan hingga di sisi Allah Ia akan ditulis sebagai seorang pembohong. Dan hendaklah kalian jujur, sebab jujur menggiring kepada kebaikan, dan kebaikan akan menggirig kepada surga. Dan sungguh, jika seseorang berlaku jujur dan terbiasa dalam kejujuran hingga disisi Allah ia akan ditulis sebagai  orang yang jujur.” Hadits Abu Daud 4337 


“Awas kalau berani bohong lagi sama istri.” Biya melepaskan jewerannya.

Mika terpaksa mengenakan baju kokonya kembali “Emang kamu mau mandi junub malem malem?”

“Biya mah bisa mandi jam berapa aja. Yang penting kalau tidur maunya biya dalam keadaan suci.” Biya pergi ke lemari untuk mengambil baju salin.

“Biya mau ganti baju?” Mika berbinar. Udah mikir bakal bisa ngeliat Biya nggak pakai baju.

Astagfirullah Aa, pasti deh isi kepalanya kudu disapu.” Biya berbalik sambil memandangi suaminya dengan heran.

Mika cuma bisa menyeringai lebar “Namanya pengantin baru pasti mikirnya begitu.”

“Akh alesan. Kemaren ketangkep basah aja juga begitu.” Biya mengingatkan Mika soal penggerebekan di rumah janda.

“Eh itu belum ngapa ngapain ya. Baru buka kaos doang.” Mika membela diri.

“Ngapa ngapain juga nggak pa pa. Kan belum jadi suami Biya. Kalau udah baru deh Biya ceramahin panjang kali lebar.” Biya membuka pintu.

“Biya kamu mau kemana?” Mika heran.

“Mandi ama ganti baju Aa. Kan kamar mandinya diluar.” Biya ngejelasin sebelum meninggalkan kamarnya

Mika dengan terpaksa menjatuhkan tubuhnya ke kasur. Hopeless karena semua rencananya berantakan. Malam pertamanya nggak berakhir sesuai harapan. Padahal dia udah nahanin ngantuk dari di mesjid “Ah udahlah tidur aja.” Mika mutusin tidur.

Saat Biya balik dan membuka pintu kamar, suaminya sudah terlelap. Biya tersenyum melihat wajah Mika yang kalau bobo kelihatan innocent. Ia jadi terpikir untuk menganggunya.

“Aa bangun.” Biya menepuk pipinya.

“Iya apa Biya?” Mika gelagepan.

“Cium istri dulu dong kalau mau bobo.” 

Mendengar tawaran Biya, sontak mata Mika terbuka lebar “Beneran?”

Biya mengangguki. 

Mika langsung duduk dan memaksa membuka mata, Ia menangkup wajah Biya.

“Cium di kening ya, jangan di tempat lain.”

“Lha kok di kening?” nggak asik dong kalau kata Mika. Padahal dia kan mau nunjukkin ke Biya keahliannya nyium cewek.

“Mandi kalau lebih dari kening.” Biya memperingatkan.

“Ya udah deh.” Mika menempelkan bibirnya ke kening Biya dan menarik Biya berbaring ke tempat tidur.

“Aa mau ngapain?” Biya panik. Dia udah mandi dan nggak mau repot mandi lagi.

“Tidur begini sampai sahur.” Mika kembali menempelkan bibirnya di kening Biya dan memejamkan mata. Berharap Biya nggak keberatan.

Entah kenapa nyium kening Biya aja, Mika udah berasa maknyes. Mungkin karena Biya-nya nggak pernah pacaran. Jadi nyium kening aja udah  warbiasah. Serasa dapat jackpot. Emang Biya mah amis amis nikmat ngajantenkeun anjeun panasaran.


Nikahlah dengan gadis perawan, sebab mereka itu lebih manis bibirnya, lebih subur rahimnya, dan lebih ridha dengan yang sedikit.” HR. Ibnu Majah 1861

 

Komentar

Login untuk melihat komentar!