Jawaban Biya
Abi yang dipanggil pak Joko dan belum balik membuat Biya penasaran. Ingin tahu apa yang tadi di omongin di dalam masjid si Mika.

“Astagfirullah.” Biya beristigfar saat menyadari dirinya tak bisa mengendalikan diri  untuk  tak membuka Lambe Hosip.

Dan begitu melihat postingan Lambe Hosip, Biya sudah langsung mendapatkan infonya. Itu beneran Mika di video. Bareng janda yang suka laundry di tempatnya. Janda tanpa anak yang sepertinya tidak terbiasa mencuci pakaian sendiri.

Biya buru buru menutup halaman Lambe Hosip begitu selesai menuntaskan rasa penasarannya. Ia tak ingin membuka postingannya lainnya karena khawatir mencandu ghibah.

Biya memilih memanaskan lauk untuk sahur di dapur sembari berpikir. Kenapa ada pemuda yang doyan gonta ganti perempuan? Kenapa tidak menikah saja? Dan kenapa ada janda berumur yang mau dengan anak bau kencur?

Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan.” Ali Imran ayat 14

Mengingat ayat diatas Biya jadi tersadar, manusia kadang lalai dalam hidupnya. Lebih mementingkan kesenangan diri pribadi daripada mengingat Allah.


“Assalamualaikum.” suara Abi di depan. Abi sudah pulang.

“Walaikumsalam.” Umi yang membukakan pintu membalas salam.

Biya tak mendengar suara lagi. Mungkin Umi dan Abi ke kamar untuk membaca Quran bersama. Itu kebiasaan orang tuanya saat ramdhan, mengkhatam Quran atau membedah tafsir yang kemudian diajarkan padanya.

“Biya, sudah selesai manasin lauknya?” suara Umi di belakangnya selang sepuluh menit Abi pulang.

Biya yang tengah memasukkan lauk ke lemari makan menoleh heran “Udah. Tumben umi nyusul Biya ke dapur."

“Abi mau bicara.” 

“Oh.” Biya menghampiri uminya “Abi dimana?”

“Di sofa depan tivi.” Umi menjawab sembari beranjak dari dapur bersama Biya.

“Sini Biya duduk sebelah abi.” Abi menepuk nepuk sofa saat Biya muncul.

“Kata umi, abi mau bicara. Bicara apa?” Biya pikir Abi mau memberi wejangan agar tak jadi perempuan yang mudah terperdaya lelaki. Secara Abi baru balik dari pak Joko dan mungkin masih kaget dengan drama penggrebekan Mika dan janda yang baru pindah ke lingkungan mereka.

“Abi mau tanya kalau diumur Biya yang ke dua puluh satu, siap nggak kalau abi minta Biya nikah?”

Biya kaget dengan pertanyaan tak terduga “Nikah sama siapa?”

“Biya. Ditanya abi kok malah balik nanya.” Umi tersenyum.

Biya meringis “Ya kalau sudah ada yang melamar dan abi setuju, Biya mah siap aja. Namanya jodoh belum tentu datang dua kali. Iya kan mi?”

"Iya." Umi mengangguk setuju.

“Pak Joko meminta Biya untuk dinikahkan dengan Mika. Sesuai sabda rasulullah dalam HR Muslim “Seorang janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya, sedangkan seorang perawan maka ayahnya harus meminta persetujuan dari dirinya. Dan persetujuannya adalah diamnya.”  Jadi abi ingin tahu jawaban Biya.” 

Biya terbelalak kaget mendengarnya. Ia diminta menikah dengan Mika? sesuatu yang dalam mimpi pun Biya nggak mau bayangin.

“Anak berandalan begitu abi sodorin ke Biya? Inalillahi bi, amit amit Biya.” biarpun kata Ibu Ibu si Mika kasep kaya nabi Yusuf dan jadi vitamin A selama pandemic Covid, Biya mah tetep nggak suka.

“Hush jangan ngomong gitu. Pikirin berapa anak yatim yang kamu bisa tolong kalau kamu menikah dengan Mika.”

“Anak yatim?” setahu Biya menikah itu ibadah. Bukan sedekah.

“Hartanya daripada buat mabok ama ngencanin perempuan kan bisa kamu arahin buat sedekah. Jadikan Mika ladang amalmu. Ajarin jadi orang bener.” Ustad Jafar ngasih masukan.

“Ya ampun bi. Itu mah berat.” 

“Kalau dipikir berat. Semua juga berat. Hidup di dunia mana ada sih yang mudah kecuali makan tidur, ama buang air. Inget berapa anak yatim yang abi urus, inget selama covid ini abi sudah jarang dapet panggilan dakwah. Kalau kamu menikah dengan dia, pak Joko berencana membantu operasional panti.”

Biya terdiam, teringat penggalan Al Baqarah ayat 220 “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang anak anak yatim. Katakanlah “Memperbaiki keadaan mereka adalah baik.”


Komentar

Login untuk melihat komentar!