Aku kembali menjalani aktivitas di rumah. Bidan sudah membolehkan aku pulang. Kembali lagi ke klinik sesuai jadwal pengecekan jahitan.
Setibanya di rumah, bayi selalu tidur. Ketika ada suara sedikit, pasti bangun. Suara gesekan ke kasur tanda aku beranjak meninggalkannya pun membuat dia bangun. Maa syaa Allah.
Mamah menyarankan, ketika bayi tidur, aku juga ikut tidur supaya sama-sama istirahat. Terdengar mudah. Berhubung bayi yang sensitif suara, dia hanya terlelap saat digendong saja. Bagaimana ummah mau ikutan tidur?
Sebagian orang bilang, bayi jangan keseringan digendong. Aku tak terlalu mengindahkan hal tersebut. Kali ini memang gendongan adalah yang ia butuhkan. Walaupun "mengambil" waktu istirahat ummah, tak apa.
Saat berkomunikasi dengan beberapa orang teman dan saling berbagi pengalaman, memang ada bayi yang bisa ditidurkan begitu saja. Tanpa perlu digendong, tanpa peduli suara, ia terlelap tidur.
"Ada apa dengan bayiku? Sangat manja!"
Mungkin aku akan merasa seperti itu jika terus membanding-bandingkan dengan orang.
Alhamdulillah, masih disadarkan Allah. Rasa lelah memang terasa sangat, tapi rasa sayang meleburkan kelelahan. Aku tetap berpikir hal yang wajar bayi ingin selalu digendong. Dia nyaman bersama sang ibu, dia butuh sang ibu, dia belum nyaman berada di ruang terbuka yang bersama. Biasa selama ini hanya dalam rahim.
Semua adalah kewajaran yang perlu disadari.
Untuk bisa beradaptasi, ajak terus bayi berkomunikasi. Aku terus memberikan sounding pada sang bayi.
"Nak, ayo tidur di kasur. Ummah tetap akan ada di dekatmu. Kita harus sama-sama istirahat", ucapku pada sang bayi.
Sesekali ucapan itu aku sampaikan saat menggendong bayi untuk menidurkannya. Lantunan tilawah atau nyanyian pujian pada sang Ilahi pun aku perdengarkan untuk mengiringi tidurnya. Utamanya, untuk tetap menyadarkanku supaya sabar menggendong bayi sambil terkantuk-kantuk, hehe.
Malam tiba, waktunya kami beristirahat. Harusnya.
Malam itu bayi tampak gelisah. Ia terus menangis. Aku posisikan bayi untuk menyusu, namun ia terus lepas kembali. Menangis semakin kencang.
Aku cek popoknya, kering.
Aku kembali menyusuinya, ia masih menangis.
Apa yang salah?
Aku mulai grogi.
Suami bergantian menenangkan, masih menangis.
Mamah menyarankan kembali untuk menyusui sambil tidur, agar aku juga istirahat. Awalnya aku selalu menolak karena aku belum nyaman dengan jahitanku saat posisi tidur.
Akhirnya suami mencoba memposisikanku supaya bisa sekedar terbaring sambil menyusui, belum sampai posisi tidur.
Bayi mungil masih saja menangis kencang.
Kelelahan saat malam itu mengurangi rasa sabarku. Hati terasa penat, ingin tidur!
Login untuk melihat komentar!