PROLOG
Safina memilih jalan hidup yang salah, dirinya rela menjadi sugar baby dari seorang pengusaha property dan otomotif sukses, demi bisa bertahan hidup di kerasnya kehidupan ibu kota.
Bima Mahendra, lelaki mapan nan tampan yang menjadi sang sugar daddy, masih nampak gagah bahkan tidak terlihat tua di usianya yang hampir memasuki setengah abad.
Gadis lulusan sarjana perhotelan tersebut hidup dengan fasilitas bak putri raja, tidak hanya itu ia pun memiliki karier yang cemerlang di dunia modeling. Semuanya tidak lepas dari campur tangan Bima.
Safina menjalani kehidupan bagai di surga, saat usianya belum genap 20 tahun. Waktu itu, ia masih kuliah semester dua. Faktor lingkungan sekitar dan seringnya menerima bully'an dari salah seorang mahasiswi di kampus, membuat gadis itu gelap mata.
Ide gila itu muncul, saat dirinya bertemu dengan Bima untuk pertama kali, di rumah Anjani -sahabatnya di kampus- yang merupakan anak dari pengusaha sukses tersebut.
Safina dan Anjani, mereka berteman dekat atas dasar simbiosis mutualisme. Keduanya saling membutuhkan satu sama lain, hubungan yang sama-sama saling menguntungkan.
Otak pintar Safina, membuat Anjani betah bersahabat dengannya. Tak sedikit tugas kuliah, rampung dengan nilai yang memuaskan.
Sifat royal Anjani, membuat Safina bersedia menjadi tangan kanan gadis itu. Rela disuruh-suruh, meski terkadang ia direndahkan dengan kata-kata yang menyakitkan.
Tidak jarang Safina merasa sedih dan sakit hati, Anjani sering kali menyebutnya benalu karena selalu meminta sejumlah rupiah jika sudah mengerjakan tugas kampus yang diberikan oleh dosen. Semua ia jalani meski harus ‘makan ati’, demi sebuah pencapaian di masa depan.
"Fin, sebenarnya bokap lo itu gawe di mana?" tanya Anjani, di suatu siang sembari menikmati sepiring spagheti di restoran siap saji langganannya.
"Bokap gue, seorang juragan tanah di kampung. Kenapa emangnya?" jawab Safina, dusta.
"Juragan tanah? Banyak duitnya dong, tapi kenapa lo pelit banget, sih? Hobi banget minta duit sama gue."
Safina mencebik, "Lo mau perhitungan sama gue? Lo lupa, nilai A yang lo dapet itu hasil usaha siapa?"
"Eits, gitu aja ngambek! Gue cuma bercanda, keleus."
"Gak lucu!" sungut Safina, bangkit dari kursi dan berjalan menuju toilet.
Anjani menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, tak ingin sobat kentalnya marah, ia pun segera menyusul.
"Fina ... jangan marah dong!" rengeknya, memeluk pinggang Safina yang sedang mencuci tangan di wastafel.
Safina melirik sinis sahabatnya dari pantulan cermin di hadapan, tanpa berkata sepatah kata pun.
"Fin, please. Gue janji, gak akan bahas soal duit lagi. Gue sadar kok, kalau gue bayar orang buat bimbing gue belajar materi kuliah, belum tentu bakalan bisa dapet nilai memuaskan."
"Jelas lah, secara Lo itu dapet nilai bagus bukan diajarin sama gue, tapi dikerjain sama gue, lo nyontek sama gue. Lo harus sadar itu."
Anjani mengeratkan pelukan, ia menyandarkan dagu di atas pundak Safina. Keduanya bersitatap di pantulan cermin cukup lama.
"Maafin gue, My Bestie."
"Males," jawab Safina singkat dan ketus.
"Udah dong, jangan marah! Tar cantiknya ilang, hehe."
Safina menyikut perut Anjani, lalu tawa keduanya berderai.
"Jalan lagi, yuk!" ajak Anjani.
"Ke mana?"
"Gimana kalau kita nonton?"
"Good idea, balikin mood gue yang hilang!"
Anjani terkekeh, kemudian ia pun menarik tangan sahabatnya segera.
"Jan," panggil Safina, saat di perjalanan menuju bioskop.
"Apa?"
"Gue ... gue, sebenernya anak broken home. Bokap sama nyokap lagi proses cerai, gue terlantar gak diperhatiin sama mereka. Baik bokap maupun nyokap, mereka sibuk sama urusan masing-masing," isaknya.
Anjani tak kuasa melihat sahabatnya tersedu, ia kemudian memeluk Safina erat.
"Maafin gue, gue gak ada maksud buat bikin lo sedih."
Safina mengangguk, di dalam pelukan ia bernapas lega karena akhirnya ia dapat mengatasi satu masalah yang selama ini selalu dibahas oleh Anjani.
Ia tidak mau berterus terang, perihal asal-usul diri yang sebenarnya. Safina tidak mau, Anjani menjauh saat tahu dia hanyalah seorang gadis kampung miskin, yang kuliah melalui jalan beasiswa pendidikan dan untuk biaya sehari-hari terkadang meminjam dari teman masa kecilnya yaitu Asti.
🍭
Bagaimana kisah selanjutnya Safina?
Yuk baca yang lengkap di sini.
Jangan lupa SUBSCRIBE ya, teman², 😘
Yang mau luangin waktu buat komentar dan tap Love juga boleh, 😍
Makasih sudah mampir baca, memilih cerita receh saya dari sekian banyaknya cerita lain yang luar biasa, ❤️
Salam sayang selalu,
Anieda Tannisha