Ia bersyukur masih bisa bangun dipagi hari, dan merasakan kenikmatan karena masih diberikan umur untuk menatap dunia hari ini. Namun terkadang pekerjaan yang kemarin membuat ia masih saja kepikiran untuk segera mengerjakannya hari ini.
"Rasanya semalam tidurku tidak nyenyak" tutur Cendikia.
Dua puluh empat jam dalam sehari rasanya tak cukup untuk bisa menyelesaikan segala tugas yang diamanahkan kepada dirinya. Sekuat apapun ia mencoba cepat namun pekerjaan selalu datang lagi dan lagi kepada dirinya.
'Semakin dewasa rasanya beban amanah semakin banyak dilimpahkan kepada kita ya' batin Cendikia. Jadi orang dewasa itu memang tidak semudah apa yang orang lain katakan. Menjadi dewasa itu perlu banyak banget deh hal-hal yang bisa jadi pikiran ataupun kitanya yang memikirkan.
Memikirkan apa? Apa saja, banyak hal. Mulai dari besok mau pakai baju apa ya? Besok mau makan di mana? Besok bakalan di kasih tugas apa ya? Dan seterusnya. Bagi dirinya semua hal tersebut sudah menjadi sebuah rutinitas baru di kehidupannya. Melakukan segalanya sendiri tanpa bantuan dari orangtua disisinya.
Ya, ia adalah gadis remaja perantauan yang berasal dari Kota Bandung. Hidup di Kota Yogyakarta dan berkuliah di sana. Hanya modal nekat dengan segala pertimbangan dan perhitungan yang ada lantas membuat dirinya mantap untuk hidup di kota orang.
'Apa yang mau di takutkan, semua tampak sama saja' batinnya.
Dirinya tak pernah ragu apalagi mundur jika dihadapkan pada suatu permasalahan atau sebuah pilihan. Satu - satunya yang selalu mendukung dirinya adalah orangtuanya. Ia sangat bersyukur dan sangat beruntung karena bisa memiliki orangtua dan keluarga seperti mereka.
Pada pukul 21.30 WIB, ia duduk termenung di meja belajar kostnya. Menuliskan bait demi bait kata yang sempat tertunda pada kepergiannya kala itu ke Yogyakarta. Ia sempat berdialektika dengan dirinya sendiri.
'Kata orang lain bebas itu enak ya' serunya.
Bebas ketika jauh dari orangtua, bebas ketika kita diizinkan merantau sendirian dan gak akan ketahuan sama orangtua kalau kita berbuat apa saja, bebas menghabiskan kiriman orangtua yang sebenarnya untuk membiayai kuliah kita.
Hufffttt, sekejap ia merebahkan tubuhnya ke kasur yang empuk itu.
'Bebas? Apa ia bebas hanya diartikan seperti itu?'
'Sudahlah diri ini butuh rehat dulu' batinnya berucap lagi.
Keesokan harinya, ia berjumpa dengan salah satu temannya yang sama - sama merantau juga.
Namanya Denisa. Gadis asal Malang yang kuliah di Yogya. Sudah beberapa kali ia menceritakan hidupnya yang serba tertekan. Dari mulai di pilihkan kampus oleh orangtuanya, dipilihkan jurusan kuliah oleh ayahnya, dipilihkan tempat kost yang lumayan wow dengan fasilitas yang serba ada, sampai di teleponin setiap waktu oleh orangtuanya. Sampai segitunya ya, hehehe.
Ya, Denisa adalah anak seorang dokter. Dimana ayah dan ibunya memang terbilang sangat berada. Namun Denisa hanya menarik nafas lega ketika segala aktifitas kehidupannya penuh dengan kontrol orangtuanya.
Ia bersyukur dapat memiliki kebebasan bagi dirinya sendiri. Dirinya bahkan sampai kasihan sekali ketika melihat Denisa seperti orang yang tertekan. Takut untuk melakukan hal yang tidak diperbolehkan orangtuanya, takut salah pilih pergaulan, takut salah makan, takut keluar kostan, dan sebagainya. Kekhawatiran secara psikis yang berlebihanlah akhirnya membuat Denisa tak bisa berbuat apa - apa.
Denisa hanya menuangkan curahan hatinya kepada dirinya saja. Pada pukul 21.50 WIB, ia kembali dengan pena dan buku di meja belajarnya. Kala pagi tadi ia sudah menyelesaikan segala pekerjaan dan tanggungjawabnya sebagai seorang mahasiswa. Sekarang ia tahu apa arti bebas yang sesungguhnya.
Bebas bagi dirinya ialah ketika kita mampu memilih jalan apa yang ingin kita ambil. Tidak ada tekanan, dan tidak ada paksaan. Baik dalam diri sendiri ataupun dari luar diri ini.
'Mau jadi apapun dirimu pilihlah jalan Allah dengan bebas tanpa ada rasa benci' batinnya.
Jika memilih suatu hal dengan rasa keterpaksaan maka hasilnya pun tidak akan maksimal bukan. Dimulai dari hal - hal yang sederhana misalnya, memilih jurusan kuliah berdasarkan hati sendiri, minat dan bakat apa yang kita sukai, memilih teman sepergaulan dengan bebas tanpa takut kita terbawa hal yang negatif asalkan prinsip diri kita kuat, dan sebagainya.
Ya itulah bebas. Bebas menentukan jalan yang akan kita pilih. Berikanlah kebebasan kepada setiap individu. Dengan menanyakan apa maunya, apa masalahnya, dan bagaimana solusinya. Dengan begitu tidak akan terjadi lagi keterpaksaan dalam melakukan segala halnya.
Semoga bermanfaat.