Suara takbir telah berkumandang Suasananya sangat dirindukan oleh umat Setelah tiga puluh hari kita berpuasa Dengan kondisi yang serba berbeda Ditengah Pandemi ini kita membuktikan Bahwa semuanya bisa dilakukan Dengan sabar dan tawakal Alhamdulillah sampai akhirnya menuju kemenangan Kembali fitri nan suci
Hari ini tepat hari ke dua setelah Takbir berkumandang. Rasanya haru, senang, sekaligus sedih. Karena Ramadhan kali ini berbeda dengan yang sebelumnya. Suasanan kampung halaman belum bisa terlihat. Karena pandemi ini nyatanya belum usai.
Harus sabar memang, jangan memaksakan. Walau hati ini ingin pulang namun nyawa lebih berharga. Kita tak akan pernah tahu siapa dan bagaimana yang nantinya yang akan membawa virus itu. Namun menjaga tentunya lebih baik daripada mengobati kan.
Kapan-kapan pasti bisa pulang. Terlihat sekali suasananya benar-benar berbeda. Sanak saudara hanya berjumpa via online saja, salaman online, atau silaturahmi online. Jika tahun lalu semuanya membludak pulang ke kampung halaman, kali ini tidak ada satu mobil pun yang berjejer panjang didepan rumah.
Hanya lewat doa yang bisa kita panjatkan. Bagi siapapun yang rindu akan sanak saudara. Terutama orang tua. Sungkeman menjadi tradisi lebaran pun sekarang tak ada. Rasanya memang rindu. Hanya suara orang tua yang bisa aku dengarkan disini. Semoga mereka senantiasa sehat dan terjaga. Rindu pula dengan adik-adikku. Ocehannya yang cerewet dan lucu itulah membuatku rindu mereka semua.
Namun keadaanku belum seberapa dibandingkan dengan para perawat dan tenaga medis yang berjuang dari awal sampai akhir. Entah kapan pandemi akan usai. Akhirnya semua harus jaga jarak dan dirumah saja. Semoga semuanya lekas membaik. Agar dapat berkumpul bersama dengan keluarga masing-masing. Amiin.