Akan ada saatnya yang dekat akan menjauh Akan ada saatnya yang dipercaya akan khianat Akan ada saatnya yang terlihat tampak baik kini berbalas jahat Akan ada saatnya yang kokoh segera binasa Dan pada akhirnya hanya diri sendiri yang bisa menyelamatkan raga
Setiap kehidupan pasti akan berakhir pada lembar halaman terakhirnya. Segala skenario dan arahan kita jalankan dalam kehidupan. Hingga akhirnya hanya catatan amal yang akan dipertanggungjawabkan. Sudah siapkah diri kita untuk menghadap-Nya?
Ketika episode kehidupan senantiasa mementaskan drama terbaiknya, kita pun sering kali terlenakan. Dengan segala riuh bising kenikmatan yang fana. Bahkan sang waktu pun ikut larut meninabobokan para penghuni dunia. Tanpa sadar, dengan segala bisikan-bisikan halus yang banyak modus.
Kadang kala pola pikir kitalah yang ikut terhanyut ke dalamnya. Kita bahkan jarang sekali memfilter segala apa yang masuk pada diri kita sendiri. Apakah itu racun atau obat penawarnya. Di sinilah perlu adanya dialektika. Berbincang dengan sisi nurani paling jujur dalam diri kita.
Sebenarnya mau kita itu apa? Sebenarnya kita ini ingin menjadi manusia seperti apa? Sudahkah berbuat baik hari ini? Sudahkah bersyukur hari ini? Sudahkah membuat hal bermanfaat bagi umat? Untuk apa saya diciptakan di dunia ini? Dan dialektika yang lainnya.
Pertanyaan-pertanyaan yang bisa di bilang sepele, namun ketika kita renungkan justru menjadi beban moral yang cukup berat. Ketika dulu kita kecil, jarang sekali memikirkan permasalahan apa yang sedang di hadapi oleh orang tua kita bukan? Namun beranjak dewasa kita semakin paham dan peduli dengan orang tua kita.
Sejak kecil sampai dewasa, kita di suguhkan dengan kefanaan-kefanaan yang membuat kita terbuai. Kesana-kemari bahkan tak tahu tujuan hidupnya untuk apa dan siapa. Yang penting makan, minum, belanja ke mall, kumpul-kumpul sama teman, meminta uang ke orang tua, dan seterusnya.
Namun akan sampai kapan kita sendiri seperti itu. Di manjakan oleh segala fasilitas dunia yang memang terkadang bukan menjadi hal yang kita prioritaskan. Pada akhirnya hanya sesosok jasad dan amal yang akan kita bawa untuk menghadap-Nya. Dialektika ini memang di perlukan. Untuk menyelami naluri hati yang paling dalam. Apa yang kamu tuju saat ini?
Hanya pada akhirnya segala ketenangan dan kedamaian hati bisa kita temukan, pada saat pikiran, lisan, dan perbuatan selaras dengan semesta. Ikhlas dengan segala ketetapan-Nya bukan pasrah dan terbuai dengan fatamorgana dunia.