***
Ribuan manusia berkumpul di pelabuhan Bima, sebagian besar dari mereka bernasib sama sepertiku, berdiri di hamparan menyaksikan yang akan pergi, yang akan menambah lobang di dalam hati. Akan ada rindu baru di sudut hati, akan ada sesak yang kerap menyakiti rongga dada saat rasa ingin berjumpa bertandang di sanubari.
Dari jauh hanya bisa melambai pelan, beruntung angin menyapu bersih butiran lembut di atas pipi.
Aku melambai pada ayah, setelah sebelumnya memeluknya dalam linangan air mata, tidak bisakah skenario ini berubah? Kenapa jantungku seakan melemah melepas ayah pergi?
Dari jauh, terlihat kapal mulai melaju pelan, rindu sudah mulai membuat sarang, di sini.
"Imel!" Suara yang tidak asing memanggilku, aku menoleh, senyumnya seolah ingin menguatkanku.
"Kamu ke sini sama siapa, Aldi?" tanya ibu merangkul pria dua tahun lebih tua dariku itu.
"Ke sini sendiri, Bu." Aldi meraih tangan ibu kemudian mencium punggung tangannya. Aldi hadir di saat seperti ini, dia seolah hadir mengobati lukaku hari ini.
"Kata mama, paman hari ini ke kalimantan." Dia terlihat dewasa saat berbicara dengan ibu, berbeda saat dia bersamaku di pantai pada waktu itu.
Hari ini, dia membuat jantungku berdetak tidak karuan. Tidak, ini bukan jatuh cinta, hanya saja...hatiku memberi ruang untuknya menjadi sahabat
**
Baru beberapa hari ditinggal merantau oleh Ayah, ibu sudah mulai berubah, lebih banyak melamun. Ia kehilangan teman berbagi, juga tempat bersandar di saat lelah.
Ibu menjadi pendiam, berbicara seperlunya. Lukanya mungkin lebih sakit dariku. Ingin menghibur ibu, namun apa daya diriku pun menanggung sakit yang sama.
"Mel..." panggil ibu depan pintu, ia mengetuk pelan.
"Iyah, Bu," sahutku, bergegas menuju pintu. Mukanya pucat, ada jejak luka yang tersirat di sana, di kedua manik indahnya. Suaranya melemah kala menyebut ulang namaku.
"Ibu, sakit?" aku menempelkan jemari pada dahinya, mengecek suhu tubuh ibu.
Tak ada jawaban, matanya menatap lurus pada pintu kamar. Entah apa yang sedang dipikirkannya, sampai hari ini tak ada kabar dari ayah, mungkin masih di perjalanan atau sudah tiba di tempat, namun tidak tahu bagaimana menghubungi kami.
Kedua tanganku melingkar di badan ibu, terasa olehku suhu badannya yang mulai hangat. Aku takut, melewati beberapa kali kehilangan dalam hidupku. Aku bergelayut manja pada raga yang enggan memberi repson setiap kutanya apa yg membuatnya menitikkan air mata.