Kembali Bertemu

"Ya Allah, kutitipkan cinta ini hanya pada-Mu, jagalah hatiku dan hatinya dari rasa kecewa, hingga waktu itu tiba. Persatukanlah kami dalam restu dan Ridho-Mu." - Fathimah Haura


______________________________________________

Pagi yang cerah menyapa kota santri yang indah. Kediri dikenal sebagai kota santri karena terdapat banyak pesantren di kota ini. Salah satunya adalah pesantren Darul Falah yang didirikan oleh KH. Musthofa Ahmad.


Di pagi yang cerah itu, Haidar tengah berjalan di asrama putra untuk mengontrol kegiatan para santri. Rutinitas ini sudah ia jalankan selama tujuh tahun belakangan. Tepatnya saat kyai Musthofa membawanya ke pesantren ini.

Haidar bertemu dengan Kyai Musthofa saat menghadiri undangan Bahtsul Masa'il__ se-kabupaten Kediri. Acara ini dihadiri oleh seluruh Kyai yang berdomisili Kediri. Saat itu Haidar diundang untuk melantunkan Ayat-ayat Suci Al Qur'an, sebagai salah satu pembuka forum Bahtsul Masa'il yang diadakan rutin sebulan sekali.

Haidar yang berkepribadian humble dan sopan itu sangat mudah berbaur dengan para Kyai yang notabenenya bukan lah circlenya. Meski ia masih sangat muda dan latar belakang agamanya tidak begitu kuat, namun kepribadiannya yang luwes dan selalu bisa menyesuaikan diri dengan lawan bicaranya membuat ia nyaman bersama siapa saja.

Haidar adalah anak yatim piatu korban kecelakaan lalu lintas 26 tahun silam. Ia masih berumur 2 tahun saat ayah dan ibunya pergi meninggalkannya untuk selamanya.

Haidar kemudian diserahkan oleh pihak kepolisian ke dinas sosial, karena tidak ada keluarga yang dapat dihubungi saat itu. Pasalnya kedua orang tua Haidar merupakan penduduk baru di daerah Kediri, mereka adalah salah satu warga Palestina yang berimigrasi ke Indonesia. Sehingga sulit menemukan pihak keluarga untuk menyerahkan Haidar.
 
Melihat kepribadian Haidar yang baik dan besarnya potensi yang dimilikinya membuat kyai Musthofa memutuskan untuk mengadopsinya. Kyai Musthofa meminta Haidar pada pihak panti yang mengurusnya selama ini untuk beliau didik sekaligus diangkat sebagai anaknya.

Meski berat melepas anak emasnya, pihak panti akhirnya menyetujui niat kyai Musthofa untuk mengadopsi Haidar demi kebaikan masa depannya.

Sejak saat itu Haidar mengambil banyak pelajaran dari kyai Musthofa. Baik secara kurikulum maupun secara personal. Kyai Musthofa menyediakan kamar khusus untuk Haidar di sisi asrama putra, Haidar juga banyak berkontribusi dalam kepengurusan pesantren.

Empat tahun sudah berlalu setelah pertemuan antara Haura dengan Haidar di momen Olimpiade Al Qur'an di Jakarta, dan sejak saat itu pula keduanya belum pernah berjumpa kembali. Namun walau begitu, rasa yang sempat tumbuh saat kali pertama bertemu itu tetap ada bahkan semakin bertumbuh di hati masing-masing.

Hingga pagi ini, saat Haidar tengah berjalan melewati ndalem kyai Musthofa, Ia melihat mobil sang Kyai baru terparkir di halaman rumah. Haidar lalu menghentikan langkahnya dan berdiri menunduk di tempatnya, membiarkan sang Kyai dan keluarganya menyelesaikan urusan mereka.
Hal seperti ini lumrah dilakukan oleh para santri sebagai bentuk takdzim__nya pada guru.

Tampak Kyai dan Bu Nyai keluar dari mobil, diikuti seorang gadis cantik di belakangnya. Gadis yang mengenakan gamis berwarna biru muda dan jilbab yang senada itu berjalan begitu anggun, langkahnya yang tenang namun pasti dengan pandangannya yang selalu tertunduk membuat siapa saja yang melihatnya akan mengaguminya.

"MasyaaAllah, apa itu ning Haura?" Batin Haidar melihat sosok wanita yang berjalan di belakang Pak Kyai dan Bu Nyai.

"Haidar!" panggil Kyai Musthofa yang melihat Haidar tengah berdiri tak jauh dari sana, membuat Haidar mengangkat kepalanya dan memandang ke arah suara.

"Dalem, Kyai," jawab Haidar cepat dan berjalan menuju ke arah kyai Musthofa.

"Mi, kamu dan Haura masuk duluan saja ya, Abah masih ada urusan dengan Haidar," titah Kyai Musthofa pada istrinya, ibu nyai Khadijah.

"Inggih, Bah," jawab Ibu Nyai kemudian mengajak Haura untuk masuk ke dalam rumah.

Tak berselang lama, Haidar sudah sampai di hadapan kyai Musthofa, sejenak pandangannya dengan Haura sempat bertemu, sebelum akhirnya Haura memasuki rumah bersama Umminya.

"MasyaaAllah, dia tampak semakin dewasa dan berkarisma," batin Haidar menilai Haura setelah empat tahun lamanya tidak berjumpa.

"Pripun, Kyai?" Tanya Haidar saat sudah di hadapan kyai Musthofa.

"Kamu mau ke mana, Le? Tumben-tumbenan sepagi ini sudah keluar dari area asrama?" Tanya Kyai Musthofa sembari mengajanya duduk di teras rumah.

"Saya mau ke depan, Kyai. Mau foto copy beberapa berkas yang diperlukan untuk laporan bulan ini," jawab Haidar menyampaikan tujuannya.

Tepat di depan ndalem Kyai Musthofa memang terdapat toko alat tulis yang juga menyediakan jasa foto copy. Toko itu merupakan salah satu aset pesantren Darul Falah yang didirikan atas saran dari Haidar.

"Oh, begitu. Kamu gak keburu, toh? Sini duduk-duduk dulu sama Abah. Sudah lama Abah gak ngajak kamu ngobrol," ucap kyai Musthofa mengajak Haidar mengobrol.

"Inggih, Kyai," jawab Haidar menurut.

"Sik, kamu tunggu sini bentar, yo," ucap kyai Musthofa sebelum meninggalkan Haidar masuk ke dalam rumah.

"Mi ... Ummi!" panggil kyai Musthofa mencari keberadaan istrinya.

"Dalem, Bah. Ummi masih beresin barang bawaan kita ini," sahut bu nyai Khadijah dari arah dapur.

Kyai Musthofa pun berjalan menghampiri isterinya.

"Kerso nopo, Bah?" tanya Bu Nyai setelah mendapati suaminya berada di hadapannya.

"Abah mau minta dodol yang kita beli untuk oleh-oleh kemarin satu, ya. Sama keripik-keripik yang kita beli di makam sunan Muria juga, tolong di bungkusin sekalian. Mau tak kasihkan Haidar biar bisa buat cemilannya di kamar."

"Oh inggih, Bah," jawab Bu Nyai Khadijah mengiyakan.

"Mau sekalian d buatin kopi, Bah?" tawar Bu Nyai Khadijah pada suaminya.

"Boleh, Mi. Dua ya. Sekalian sama Haidar. Abah mau ajak dia ngobrol dulu soalnya," jawab Kyai Musthofa dengan senyuman pada isteri tercintanya, isteri yang selalu memahami dan memenuhi kebutuhannya.

"Siap, Bah," jawab Bu Nyai Khadijah sigap.

"Ya wis, nanti kalau sudah siap di taruh di ruang tamu saja ya. Abah sama Haidar di teras."

"Inggih, Bah."

Itu lah Ibu nyai Khadijah, walau beliau seorang istri Kyai dengan ribuan santri yang ingin mengabdi melayani mereka, namun Ibu nyai Khadijah selalu menolak. Beliau memilih untuk mengerjakan semua pekerjaan rumahnya sendiri, terkhusus dalam hal melayani kebutuhan suaminya.

"Abah ndak papa, Mi, kalau kamu mau fokus saja mengaji dan mengurus pesantren kita ini. Biar pekerjaan rumah dikerjakan anak santri, mereka pasti akan dengan senang hati bisa mengabdi pada kita," ucap Kyai Musthofa kala itu, beliau merasa tak tega melihat istrinya mengerjakan semua urusan rumah seorang diri, padahal di sisi lain istrinya itu juga harus meluangkan waktu untuk mengajar langsung para santriwati dan mengurus pesantren ini.

Namun ibu Nyai Khadijah menolak.
"Mboten, Bah. Kewajiban inti Ummi sebagai istri adalah mengurus keperluan Abah. Adapun untuk urusan rumah, Ummi memang ingin membantu Abah. Karena ini lah ladang pahala terbesar yang sudah Allah siapkan untuk Ummi. Ummi tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Ummi ingin seperti Siti Khadijah, yang terus mengabdi pada suaminya sampai akhir hayatnya.

Persoalan mengaji dan mengurus pesantren, itu urusan lain. Itu bentuk pengabdian Ummi untuk ummat, Ummi tidak mau lebih mementingkan hal yang tidak wajib atas hal yang lebih wajib bagi Ummi."
Begitu lah jawaban Bu Nyai Khadijah saat menanggapi tawaran suaminya untuk diringankan beban mengurus rumah tangganya.

Bu Nyai Khadijah segera menyiapkan permintaan suaminya, dibantu oleh Haura putri semata wayangnya.

"Ini semua untuk siapa, Mi?" tanya Haura sembari membantu Ummi menyiapkan permintaan Abahnya.

"Untuk Haidar, lelaki yang tadi dipanggil sama Abah di depan," jawab Ummi sambil mengaduk kopi yang sudah hampir siap.

"Memangnya dia siapa? Sepertinya dekat sekali dengan Abah?" tanya Haura lagi.

"Dia itu orang kepercayaan sekaligus temen ngobrol nya Abah. Dia anak yatim piatu yang diadopsi Abah, karena Abah melihat banyak potensi yang bisa dikembangkan dari Haidar,"  jawab Bu Nyai Khadijah menjelaskan.

"Oh, jadi gitu. Haura malah baru tahu kalau Abah punya anak angkat," ucap Haura tersenyum pada Umminya.

"Sudah lama sebenarnya, Nduk. sudah sekitar tujuh tahun yang lalu. Mungkin Abah tidak bercerita karena menganggap informasi ini tidak kamu butuhkan," jawab Bu Nyai Khadijah yang disetujui oleh Haura.

"Iya, juga sih, Mi. Berarti dia juga tinggal di sini?" tanya Haura lagi semakin ingin tahu tentang lelaki yang sempat ia temui empat tahun lalu itu.

"Iya, Abah buatkan dia sebuah kamar di area asrama putra, biar memudahkan dia juga dalam memantau asrama."

Haura manggut-manggut faham bersamaan dengan itu permintaan Abbahnya sudah selesai disiapkan.

"Biar Haura saja yang antar ke ruang tamu, Mi. Ummi kan masih harus lanjut beberes," tawar Haura pada Umminya.

"Ya sudah, Ummi minta tolong, ya, Nduk. Kamu taruh saja di meja ruang tamu saja. Nanti biar Abah sendiri yang mengambilnya," pesan Bu Nyai Khadijah pada Haura.

"Inggih, Mi," jawab Haura kemudian membawa sebuah nampan berisi dua gelas kopi dan oleh-oleh yang sudah disiapkan ke ruang tamu.

Haura sampai di ruang tamu bersamaan dengan Abahnya yang masuk untuk mengecek apakah semuanya sudah siap.

"Loh, kok pas banget ini?" ucap Kyai Musthofa pada putri semata wayangnya dengan senyuman penuh cinta.

"Hehe iya, Bah. Kebetulan baru siap kopi nya. Ini, Bah," ucap Haura menyerahkan sebuah nampan berisi dua gelas kopi dan sebuah bingkisan oleh-oleh yang diminta Abahnya.

"Ya udah, makasih ya, Nduk."

"Sama-sama, Bah."

Kemudian kyai Musthofa kembali menemui Haidar dan meninggalkan Haura yang masih berdiam diri di ruang tamu. Samar-samar Haura mendengar percakapan Abahnya dengan Haidar.

"Ini apa, Kyai?" tanya Haidar saat kyai Musthofa memberinya sebuah bingkisan.

"Sedikit oleh-oleh, buat cemilanmu di kamar," jawab Kyai Musthofa.

"MasyaaAllahmatur nuwun, Kyai,'' ucap Haidar.

"Iya, sama-sama. Kamu makan ya, itu dodolnya enak kok, Abah sudah nyicipi."

"Inggih Kyai. Kalau boleh tahu Kyai habis tindhak kemana? Kok ada dodol juga?" 

"Abah sama Ummi dari Jepara, jemput putriku Haura. Sekalian mampir ziarah wali-wali di Jawa tengah. Haura baru saja wisuda sarjana, jadi Abah sama Ummi sepakat untuk bawa dia kembali ke sini, karena tak pikir sudah saatnya Haura berkontribusi dalam mengurus pesantren ini. Karena kan kamu juga tahu, Le, dia satu-satunya harapan kami untuk melanjutkan perjuangan melestarikan pesantren ini," jelas Kyai Musthofa pada Haidar.

Haidar manggut-manggut memahami penjelasan sang Kyai. Hatinya begitu bahagia mendengar penuturan Kyai yang secara tidak langsung menyatakan bahwa mulai sekarang putrinya akan menetap di ndalem ini.

"Insya Allah pesantren akan lebih maju dan berkembang dengan sentuhan tangan Ning Haura, Kyai," ucap Haidar menanggapi.

"Amin. Itu juga yang Abah harapkan. Ketika anak-anak muda mau meluangkan waktunya untuk mengurus ummat, insyaAllah akan menjadi sangat baik hasilnya. Karena semangat mereka masih membara, mereka juga memiliki banyak inovasi untuk membangun dunia pesantren menjadi lebih baik dan maju," sambung kyai Musthofa menanggapi ucapan Haidar.

"Inggih, betul sekali, Kyai."

"Ya seperti pesantren ini, yang semakin maju dan berkembang sejak Abah melibatkan kamu dalam mengurusnya," ucap Kyai Musthofa seraya tersenyum dan menepuk-nepuk bangga pundak Haidar yang berada di sisinya. 

Haidar hanya menanggapi dengan senyuman.

"Mari diminum dulu kopinya," ucap kyai Musthofa mempersilahkan Haidar menikmati jamuannya.

"Inggih, Kyai," jawab Haidar kemudian mereka sama-sama menikmati kopi racikan Ummi yang nikmatnya tiada tara.

Sedang di balik pintu ruang tamu, Haura sedang tersenyum mendengar percakapan antara Haidar dengan Abahnya.

"Seandainya Abah berkenan menyatukan kami untuk sama-sama mengurus pesantren ini seperti Abah dan Ummi, pasti akan lebih baik," gumam Haura penuh harap.

Ya Allah, ku titipkan cinta ini hanya pada-Mu, jagalah hatiku dan hatinya dari rasa kecewa, hingga waktu itu tiba. Persatukanlah kami dalam restu dan Ridho-Mu." harap Haura tersenyum geli dengan angannya sendiri yang membayangkan saat bahagia itu akan tiba. kemudian pergi kembali ke dapur menemui Ummi.


________

*) Bahtsul Masa'il : forum yang membahas masalah-masalah yang belum ada dalilnya atau belum ketemu solusinya. Masalah tersebut meliputi masalah keagamaan, ekonomi, politik, budaya dan masalah-masalah lain yang tengah berkembang di masyarakat.
*) Ndalem : rumah kyai dan bu nyai dalam bahasa jawa kromo inggil
*) Inggih : Iya
*) Kerso nopo : butuh apa
*) Mboten : Tidak.
*) Le : Panggilan untuk anak laki laki
*) Nduk : panggilan untuk anak perempuan.
*) tindhak : pergi