Bab. 3
Mobil Rush berwarna putih yang dikendarai Khaula, Juki dan Heru melaju di jalan raya Payakumbuh menuju Kepulauan Riau. Juki yang mengemudikan mobil, sementara Khaula duduk persis di belakang pemuda itu, sedang Heru tidur di jok paling belakang.
 Ketika mobil hampir mencapai Kelok Sembilan, tiba-tiba saja Juki  hilang kendali. Rasa kantuk yang mendera tidak sanggup lagi ia lawan.  Hampir saja mobil itu masuk ke jurang puluhan meter dengan batu-batu besar yang menanti di dasarnya. Khaula terperanjat dan langsung menepuk punggung pemuda itu dari belakang, terang saja Juki menginjak rem mendadak yang membuat  Heru jatuh ke lantai mobil.
“Aduh!” Heru tercekik dan tampak meringis. Laki-laki gempal itu kesulitan keluar dari lantai mobil.
 “Juki, kamu tidur?” tegur Khaula pelan.
“Enggak, hanya ngantuk!”
Khaula menarik napas panjang. Dasar Juki, sudah tahu ngantuk masih saja menguatkan diri untuk nyetir. Padahal Heru bisa  menggantikannya.  
“Gantiin sama Heru aja, kamu tidur dulu,” ujar Khaula sembari menatap kasihan pada sahabatnya tersebut.
“Ya, ketimbang aku mati. Mana belum punya bini juga. Kamu pindah ke belakang, tidur!” omel Heru kemudian.
Setelah beberapa kali menguap, Juki pindah ke samping Khaula. Kemudi mobil di ambil alih Heru.
“Apa mau ngopi dulu?” tawar Khaula ketika menoleh pada Juki yang mulai menyandarkan punggung ke jok mobil.
“Nanti saja di Danau Buatan, aku mau tidur dulu,” tolak Juki pelan.
Khaula menghembusan napas berat. Juki memang keras kepala, tapi ia sangat bertanggung jawab dengan pekerjaannya. Satu hal yang membuat Khaula kagum. Meski terkesan cuek, Juki sangat perhatian. Bahkan tidak jarang Juki selalu memberikan penilaian terhadap penampilan Khaula.
Pernah sekali Juki melarang Khaula memakai baju merah, katanya tidak cocok karena kesannya norak. Apalagi saat itu mereka mau mengadakan pertemuan dengan investor. Khaula tersenyum mengingat hal bodoh yang pernah ia lakukan.
“Masa bajunya merah gini?” Juki melotot dan mengernyitkan alis. Bibirnya mengulum senyum aneh.
“Lha, ini stelan baru lho!” jawab Khaula tak kalah heboh.
“Iya, tapi ga cocok, norak! Ganti, bikin silau!” guraunya yang membuat Khaula salah tingkah karena tidak PD.
Kenangan itu membuat Khaula tersenyum sendiri, kemudian gadis itu membuang tatapan ke luar kaca mobil yang masih agak gelap setelah sekilas melirik Juki yang tertidur.
 Bayangan-bayangan pohon kayu besar seperti mengejar mobil mereka. Ada yang menyelusup ke relung hati ketika Khaula mendengar tarikan napas Juki yang beraturan di sampingnya. Khaula menahan napas, menikmati perjalanan yang berbeda dirasakan dari biasanya.
Gadis itu mendesah. Entah kenapa akhir-akhir ini ia merasa bahagia jika bersama Juki. Padahal pemuda itu belum tentu merasakan hal yang sama. Pun Juki tidak pernah memberi perhatian khusus kepada Khaula, sikapnya sama kepada seluruh rekan kerja.
Ketika pikiran Khaula berkelana. Mobil mereka mulai menanjak menuju Kelok Sembilan, tiba-tiba saja kepala Juki rebah ke bahunya. Darah Khaula berdesir. Gadis itu kebingungan. Ia ingin membangunkan Juki namun ada rasa kasihan yang melarang. Sedangkan, jika ia tidak membangunkan Juki nanti malah timbul hal-hal yang tidak enak dalam hati.
Akhirnya Khaula mengangkat kepala Juki perlahan. Tapi, betapa terkejutnya Khaula, Juki menarik tangannya dan menggenggamnya erat. Khaula kikuk, Juki tersenyum manis.
“Maaf, Khaula,” ujarnya sambil melepaskan tangan gadis itu.
“Apaan, sih!” Khaula membuang wajah, genggaman tangan Juki membuatnya semakin serba salah.
Juki tersenyum lebar melihat tingkah Khaula. Sementara Khaula kembali menatap ke luar mobil demi menghilangkan degup jantung yang membuat wajahnya merah. Bersama Juki, Khaula seakan lupa kalau sebentar lagi ia akan dinikahi Khalid. Namun, rasa kepada Juki jauh lebih menggebu dibandingkan sisa cinta yang pernah ada untuk Khalid. Dendam telah menghanguskan rasa indah yang pernah dinikmati bersama Khalid, tapi jejak kenangan itu masih membekas di jiwa Khaula, tipis.
Juki menatap gadis itu dengan perasaan berdebar. Entah kenapa Khaula berhasil mencuri hatinya. Ini bukan tentang cinta lokasi, melainkan memang sudah ada semenjak pertama kali mereka berjumpa. Sayangnya Juki tidak mampu memberi tahu Khaula tentang perasaannya selama ini.
Melintasi kelok sembilan bersama bunyi-bunyian rimba menambah sensasi indah di benak Juki dan Khaula. Setiap kali mereka beradu pandang ada debaran aneh yang menjalari tubuh. Apakah, Khaula mulai jatuh cinta? Semua itu dia pendam dalam sikap profesional sebagai teman kerja, tidak lebih.
***
Birunya air Batang Kampar yang membentuk danau buatan di daerah Rantau Panjang memanjakan mata pengendara mobil atau pun motor yang melewati daerah berpasir tersebut. Tak lama Heru menghentikan laju mobil, lalu memarkirnya persis di depan sebuah saung yang menghadap ke danau buatan itu.  Saung berlantai papan dengan dinding separuh yang terbuat dari potongan bambu, biasanya menjadi tempat istirahat ternyaman oleh pengendara. Apalagi udara di sekitar Rantau Panjang lumayan dingin karena di kelilingi hutan lebat dan sebagian kebun sawit.
“Ayo turun,” ajak Juki ketika melihat Khaula masih asyik bermain handphone.
“Aku di mobil aja,” tolaknya pelan.
“Kalau kamu nggak turun, aku juga tetap di sini!” ancam Juki serius.
“Kamu pasti laper. Kan tadi berangkatnya subuh. Ayo turun sarapan apa kek, dulu. Nanti di Bangkinang baru makan nasi padang,” lanjutnya dengan tatapan lekat.
Mau tidak mau, akhirnya Khaula turun dari mobil. Mengikuti langkah Juki. Sementara Heru yang kelaparan langsung memesan semangkuk mie rebus.
“Dasar buntelan!” celetuk Juki sambil duduk di dekat pembatas saung.
“Aku kira kamu udah kenyang dengan duduk berdampingan,” balas Heru cekikikan.
Mendengar gurauan Heru, Juki salah tingkah, begitu juga Khaula. Apa mungkin Juki menceritakan sesuatu kepada Heru? Tapi Khaula tetap pura-pura tidak mengerti.
“Kamu mau teh panas dan lontong?” tanya Juki ketika Khaula mulai terlihat berada di posisi nyaman. Kakinya bersimpuh dan punggungnya bersandar di dinding bambu.
“Teh panas aja, deh!”
“Masa cuma teh panas doang, nanti asam lambung kamu naik baru tahu!” tegur Juki yang membuat perasaan Khaula campur aduk.
Ya, Tuhan. Hati Khaula meronta. Kenapa ia harus melewati ini semua. Ketika pernikahannya akan berlangsung, Juki mulai memberi perhatian khusus. Khaula benar-benar dilanda kegalauan. Sedang menolak pinangan Khalid sama saja dengan melawan ibunya.


Komentar

Login untuk melihat komentar!