Om Danur datang malam ini. Ternyata ia yang memencet bel sedari tadi. Cukup membuat kaget, karena kupikir ia membawa kunci rumah.
Namun, hal yang membuatku lebih tersentak adalah kemunculan wanita misterius yang mengenakan gaun berwarna merah. Ia tampak berdiri di luar pagar sambil menatap ke arahku dan Om Danur.
"Kenapa, Hanum? Maaf semalam Om ngga pulang karena ada urusan kerjaan. Tapi ada Bik Sukma yang nyiapin semuanya dari kemarin, kan?" Om Danur menatapku dengan heran.
"Eh ... iya, ada, kok, Om." Aku menjawab dengan kaku karena baru sadar kalau sedari tadi hanya berdiri mematung di depan pintu.
Setelah itu Om Danur melewatiku begitu saja. Ia masuk dengan terburu-buru. Mungkin saja sedang sakit, karena wajah Om Danur tampak pucat dan dipenuhi keringat.
Aku masih sempat menoleh ke arah sosok misterius itu. Wanita dengan gaun merah itu masih di posisi yang sama. Ia tampak mengintai dari luar pagar.
Pintu kututup dan tak lupa menguncinya. Pandangan dari wanita yang ada di luar begitu menusuk dan membuatku takut.
Kakiku melangkah cepat ke arah kamar. Aku jadi teringat perkataan Ibu. Dulu ia sering bercerita seperti ini,
'Sumiati kadang memakai gaun berwarna putih dan merah. Saat ia memakai baju berwarna putih, maka tak perlu takut karena tak akan mengganggu. Namun jika berjumpa dengan Sumiati saat ia mengenakan baju merah, maka waspada! Sumiati sedang marah dan bisa saja ia membuat celaka.'
Deg!
Apa sosok yang hadir selama ini adalah Sumiati? Jika memang iya, maka wanita berbaju merah itu bisa jadi sangat berbahaya. Mungkin saja ia akan mecelakaiku.
Aku memastikan pintu kamar dan jendela terkunci, setelah itu naik ke atas tempat tidur dengan perasaan gelisah.
***
Kadang, aku hanya bisa menangis jika teringat Ibu. Perasaan rindu itu terkadang muncul begitu saja. Sebenarnya aku ingin sekali mengunjungi beliau di penjara. Namun, tak tahu harus meminta tolong kepada siapa?
Aku ingin bertanya kepada Ibu, apa alasannya menghabisi nyawa Bapak pada malam itu? Meskipun sepertinya aku tahu dengan jelas alasannya.
Bapak kerap kali bersikap kasar kepada Ibu. Ibu berkali-kali dijadikan samsak hidup oleh Bapak. Seluruh tubuhku hanya bisa bergetar jika teringat bayangan masa lalu itu.
Sikap Bapak memang benar-benar keterlaluan, tapi apakah dengan menghabisi nyawanya sudah tepat? Aku masih belum tahu jelas mengenai perkara baik dan buruk.
Namun, yang kuingat jelas pada malam itu adalah emosiku yang ikut meluap-luap saat Bapak menghajar Ibu. Darahku rasanya ikut mendidih saat melihat wajah Ibu babak belur dihajar Bapak. Perkara sepele, minta uang untuk main judi.
Ibu pingsan di malam itu dan aku juga ikut pingsan saat wanita misterius berbaju merah masuk ke dalam rumah dengan tiba-tiba.
Namun, anehnya saat aku terbangun, sudah ada Bapak yang terbujur kaku di lantai. Bapak tewas malam itu dengan bersimbah darah. Terdapat banyak luka tusuk di tubuhnya.
Apa memang benar Ibu yang membunuh Bapak pada malam itu? Aku benar-benar ingin bertemu Ibu untuk memastikannya.
***
Hari ini Bik Sukma terlambat datang. Aku sudah menunggunya sedari tadi. Tumben, baru kali ini beliau tak tepat waktu.
Biasanya sebelum aku bangun, Bik Sukma sudah datang. Ah ... mungkin saja ada halangan pikirku lagi. Daripada kelamaan menunggu beliau, aku ke dapur untuk membuat sarapan sendiri.
Saat aku bangun, Om Danur juga sudah tak ada. Sepertinya ia keluar pagi-pagi sekali. Syukurlah, saat ini aku di rumah sendirian saja.
Aku hanya memasak mie instan saja, lalu membawanya ke meja makan. Lagi-lagi bayangan Ibu kembali hadir. Biasanya ia yang menyuapi saat makan begini. Dadaku rasanya sesak dan rasa rindu kepada Ibu semakin berlipat-lipat.
Sendok kulepaskan dari tangan. Mie instan panas yang masih mengepul-ngepul kubiarkan begitu saja. Nafsu makanku rasanya sudah hilang.
Dadaku mulai sesak dan setitik air mata menetes di pipi. Bu ... aku benar-benar rindu!
NEXTAR
Sampaikan salamku kepada Ibu-ibu terhebat di seluruh dunia. Semoga Ibuku dan Ibumu sehat-sehat selalu. Aamiin.
Untuk kalian yang Ibunya sudah berpulang terlebih dahulu, Al-fatihah untuknya. 😇