" Aku dan Namira keluar dulu ya, Um." pamitku pada Umi yang tengah duduk santai di ruang keluarga bersama Kalilah.
"Loh mau kemana?" tanya Umi, meraih remot lalu mengecilkan volume suara TV.
"Mau ngajak Namira dinner di luar," Namira yang mendengarku mengerutkan kening, bukan bermaksud membohongi Umi tapi kalau aku jujur mau beli lingerie - kan malu juga. Lagipula kita juga belum makan malam, biar sekalian makan di luar.
"Oh, gitu! Hati-hati ya, pulangnya jangan terlalu larut," Kata Umi mengandung makna cepat pulang bikin cucu, kurang lebih begitu lirikan matanya ke Namira. "Ya salam, Umi. Nyolek dikit aja suara Namira langsung jadi mirip geledek dan pasang jurus!" batinku.
"Kalilah, ikut yuk!" sela Namira mengajak Kalilah
"Ehm, boleh nih Bang?" tanya Kalilah penuh harap dan antusias.
"Ikut aja! Pasti boleh kan, Mas?" jawab Namira tanpa menunggu persetujuanku.
"Ya ikut aja!" ketusku, Kalilah gak ngerti situasi banget sih, Abang mau berduan sama Namira.
"Tenang aja, Bang! Kalo mau Dinner dan berduaan sama mbak Namira, anggap aja aku gak ada atau bisa jadi obat nyamuk, kali - kali aja di sana banyak nyamuk," Kalilah terkekeh
"Aisshh, cerewet!"
***
"Kita mau ke mana ni, Bang?" tanya Kalilah yang duduk di jok belakang dengan posisi di tengah , mobil baru saja melaju keluar dari garasi.
"Ikut aja!" singkatku.
"Mau beli baju, Kal! Bantuan ya milih baju yang kekinian," Jawab Namira menoleh ke belakang.
"Siappp Nyonya Abqa!" ucap Kalilah bersemangat dengan pose mirip orang hormat pada bendera. Mendengar dipanggil nyonya, Namira tersenyum tipis. Manis sekali bikin mata selalu ingin menatapnya.
"Lihat jalan, Bang! Plototin Kak Namira mulu. Awas loh ntar nabrak," tegur Kalilah.
"Iya, Bawel!" jawabku
"Mau belanja dimana nih?" tanya Kalilah lagi, ni anak emang cerewet.
"Bagusnya dimana ya Kal?" ujar Namira, "ada untungnya juga ni bawa Kalilah,kalo nggak pasti bingung mau belanja baju dimana. Namira mana tau busana syar'i" gumamku.
Sebelum ke butik yang Kalilah sarankan, kami singgah makan sate kambing di emperan jalan.
"Yakin Bang? ngajak Kak Namira dinner di sini?" Kalilah memperhatikan sekeliling warung sate.
"Coba dulu, di sini sate kambing paling enak," jawabku.
"Oh!" mulut Kalilah membulat, sedangkan Namira ngikut saja tanpa pernah protes." tumben nih anak jadi anak manis, apa karena ada Kalilah dia jadi jaim?" gumamku.
"Asyik, ditraktir sama Abang. Jarang - jarang nih Kalilah keluar jalan." ujar Kalilah sumringah.
"Jomblo sih! jadi gak ada yang ngajakin!" ledekanku membuat Namira tertawa.
"Biar jomblo, yang penting jomblo bermartabat, jomblo Lillahita'ala!" jawab Kalilah penuh percaya diri.
"MasyaAllah, adik Abang emang paling keren," dipuji gitu pasti Kalilah makin besar kepala.
"Santai aja kali, Bang," balas Kalilah.
Setelah santap malam, mobil melaju ke sebuah Mal. Kuurungkan berbelanja di butik yang disarankan Kalilah, di sana pasti cuma gamis dan hijab tak ada aneka macam baju tidur atau model baju lainnya, apalagi lingerie.
Mejeng di Mal begini harusnya aku yang menggandeng tangan Namira, ini malah gandengan sama Kalilah. Jadilah aku mirip bodyguard yang ngekor mereka ke mana - mana. Sesekali Kalilah berbalik melemparkan senyum, sedangkan Namira cuek denganki, mereka asyik cuci mata.
Bukannya langsung ke tempat jual baju, ini malah keluar masuk toko meski tanpa membeli."Dasar perempuan!" umpatku dalam hati, kaki yang susah pegal berjalan mengikuti mereka ke sana - kemari hingga akhirnya sampai juga ke sebuah etalase yang memajang banyak underwear.
Kedua perempuan muda ini terlihat sibuk memilih baju piyama dan daster, sedangkan aku berdiri dekat pajangan lingerie dengan berbagai macam model dan warna yang memikat.
Sadar saat seorang pramuniaga hanya mengawasiku dari jauh,mungkin dia canggung jika langsung menanyakan barang - barang sensitif ini ke aku.
Tak lama kemudian Namira dan Kalilah mendekat dengan setumpuk pakaian di kantong belanja.
"Sudah dapat semua belum?" tanyaku pada Namira.
"Iya, sudah," jawabnya singkat.
"Sepertinya ada yang kurang?" Mataku memutar menunjukkan lingerie yang terpanjang tepat di sampingku. Namira melongo, Kalilah tertawa kecil.
"Idihh, baju tipis begini emang mau dipakai kemana, Mas?" Namira memegang salah satu baju yang terpajang lalu meletakkannya kembali.
Aku membuang nafas kasar, "Dasar katro, masa sih belum liat baju kayak gini? Kalilah juga diam saja sambil senyum - senyum," aku ngedumel dalam hati
"Ya sudah, duluan aja ke kasir. Tunggu abang di sana. Antriannya nanti makin panjang tuh!" Pintaku pada dua perempuan ini.
Saat giliran kami depan di kasir, kusatukan semua belanjaan lalu segera meninggalkan Mal setelah kubayar belanjaan Namira.
Antrian mobil yang hendak keluar Mal sangat panjang hingga menghabiskan lebih banyak waktu dibanding waktu tempuh pulang ke rumah. Abah dan Umi pasti sudah tidur, hampir semua penerangan sudah dipadamkan kecuali lampu teras.
Kuhempaskan tubuhku ke kasur busa, lelah seharian berjalan hingga ngantuk tak bisa lagi kuelakkan. Samar - samar terdengar suara Namira, tapi tak mampu lagi kujawab, aku hanyut dalam mimpi.