Sial, telepon dimatikan sepihak oleh Fikran. Dia terdengar ketakutan saat aku menyebut nama Mayang.
***
Mas Fajar pulang di subuh hari dua hari setelah kejadian itu. Aku bersikap biasa saja seolah tidak tahu apa-apa.
Begitu pun Mas Fajar. Dia selalu bersikap manis dan romantis padaku meski pernikahan kami sudah berjalan hampir lima tahun.
Itu kenapa aku tidak menyangka sama sekali kalau dia akan tega berbuat seperti itu. Bod*h! Aku merutuki diriku sendiri yang bisa semudah itu dibohongi oleh lelaki seperti Mas Fajar.
Apalagi aku begitu saja mengiyakan tanah dan proyek yang dibangun di Pasuruan mengatasnamakan dia. Karena pada saat itu aku ada kesibukan maka yang mewakili Mas Fajar. Dia yang bertanda tangan sekaligus pemilik sertifikat itu.
Benar kata Dita, aku ini hanya harta yang banyak. Tetapi pemikiran minim. Aku terlalu percaya pada Mas Fajar.
"Sayang ... Mas kangen banget satu Minggu lebih nggak ketemu kamu," ujarnya sembari melingkarkan tangan kekarnya di perutku. Aku sedang berdiri di depan cermin merias wajah.
Cih! Aku merasa jijik mendengar ucapannya, mengingat saat dia mencium wanita berambut pirang itu.
Namun, sebisa mungkin aku bersikap biasa saja. Aku tidak boleh gegabah. Aku harus mengambil apa yang menjadi milikku lagi. Jika aku berseteru dengannya sekarang, maka aku yang akan rugi.
"Lagian Mas sih nggak aktif nomornya," sahutku pura-pura sedih.
"Ya, maaf, Sayang. Mas kan lagi kerja. Demi kamu," timpalnya sembari mencium pipiku.
Masalah Fikran aku sudah tidak perlu khawatir. Paginya setelah aku telepon dia malam itu, aku tekankan agar dia tidak mengatakan apapun pada Mas Fajar. Jika dia sampai mengatakan sepatah kata pun, maka kupastikan jabatannya sebagai sekretaris Mas Fajar di kantor akan menjadi taruhannya.
Fikran ketakutan dan berjanji tidak akan bicara apapun. Namun, saat kupaksa berbicara tentang Mayang dia tetap tak mau mengaku. Baiklah, aku tidak memaksanya. Aku akan mencari tahu sendiri!
"Oh iya, Mas. Dua minggu lagi aku ada reuni sama temen SMP," ujarku menatap Mas Fajar dari pantulan cermin. Dia tengah berbaring di ranjang sembari bermain ponsel.
"Oh, ya? Bagus, dong. Tapi kok tumben?" tanyanya masih terus menatap ponsel.
"Entah, Ara yang kabarin. Nanti teman seangkatanku pasti datang. Kami mengadakan pertemuan di cafe. Pasti seru. Ada Seli, Ratna dan juga Mayang si cewek hits pada jamannya," ujarku sembari menekankan nama Mayang dan melirik Mas Fajar.
Benar saja. Ekspresinya berubah saat aku menyebut nama Mayang.
"Mayang siapa? Kok Mas nggak pernah tahu kamu punya temen namanya Mayang?" tanyanya pindah posisi duduk di sisian ranjang.
"Iya, dia udah pindah ke Pasuruan ikut orang tuanya," sahutku ringan.
"Pasuruan?" Sangat terlihat jelas Mas Fajar terkejut.
"Iya, mungkin dekat dengan lokasi proyek kita," jawabku. Dalam hati aku tertawa puas melihat kegusaran pada wajah Mas Fajar.
Setelah mengoles gincu, aku mendekat ke arah Mas Fajar. Mengambil ponsel lalu memperlihatkan padanya.
"Aku download aplikasi tiktok. Ternyata seru juga ya, Mas, bisa mengusir kejenuhan," ujarku sembari menunjukkan aplikasi tiktok di ponsel.
"Apa? Sejak kapan kamu punya?" tanyanya dengan mata melebar.
"Kok ekspresi Mas kayak nggak suka gitu sih?" Sengaja aku memojokkannya supaya dia makin ketat-ketir.
"I-iya, m-maksud Mas kok tumben. Karena setahuku kamu bukan orang yang aktif di media sosial," jawabnya gugup.
"Kapan-kapan kita tiktokan ya, Mas?" tawarku. Mas Fajar tampak makin salah tingkah.
Aku meninggalkannya menuju meja rias untuk meng-curly ujung rambut. Kuperhatikan dia dari pantulan cermin, Mas Fajar kembali fokus pada ponselnya dengan ekspresi tegang.
Pasti dia sedang heboh sama selingkuhannya agar segera dihapus. Sayangnya kalian kalah cepat! Aku sudah menyimpan video kalian berdua. Lihat saja kapan bom waktu itu akan meledak!
***
"Ra, semuanya sudah siap, kan?" tanyaku pada Ara.
Dia mengacungkan jempol. "Beres, Lin. Kita tinggu dua minggu lagi," ujarnya sembari tersenyum.
Like dan koment ya biar author makin semangat update