"Astaga." Aku menghela napas mendadak tegang.
"Lalu Mas bilang apa?"
"Terpaksa bohong, Mas nggak mungkin mengatakan yang sebenarnya."
"Apa Papa terganggu?"
"Papa nggak bilang tepatnya bagaimana tapi tentu saja merasa aneh, Mama seperti orang kesenangan gitu."
Aku teringat cerita Dira tadi, bisa saja mereka telah dipelet. Tetapi apakah semua orang yang dipijat mengalami hal seperti itu? Semua di pelet, apa maksudnya?
"Mungkin efek pijatnya, Mas." Aku menghela napas, sepertinya harus mewawancari beberapa orang yang pernah ke sana, apa mereka merasakan hal yang sama atau kepada orang-orang tertentu saja.
"Semoga saja begitu."
"Sayang, emang benar ya yang kamu bilang kemaren itu? Apa benar Mama dipijat tanpa pakaian ada yang melihatnya?"
"Iya, Mas. Asisten Lili yang bilang dia juga ke sana." Aku menghela napas.
"Lili?"
"Iya, Lili mantan kamu dulu."
Mas Rama mengangguk tak terlalu menanggapi saat aku menyebut nama Lili. Setahuku hubungan mereka baik, tapi Mas Rama tak pernah berkomentar ketika menyebut nama Lili. Aku tak pernah mempertanyakan itu, toh mungkin saja mereka punya masa lalu yang membuat satu sama lain bersikap canggung.
"Semoga saja reaksi itu hanya sementara." Mas Rama bergumam kemudian meneguk air putih menyudahi makannya.
"Semoga saja begitu."
Selesai makan kami berdua menghabiskan waktu menonton televisi terlebih dahulu, tak terlalu penting chanelnya apa tapi yang jelas disaat-saat seperti ini kami bisa menceritakan apa saja yang telah dilalui satu sama lain seharian.
Setelah me time kami selesai kami berdua masuk kamar, aku mengecek ponsel sekalian promo stok daster rumahan yang masih tersisa. Juga membalas pesan dari nomor baru yang tertarik memesan daster. Berarti besok aku harus ke tempat pengiriman.
Iseng aku mengecek juga status whatsaap yang membuat kepala menggeleng bahkan terkesan ngeri, tak jauh-jauh dari hasil pijatan itu dan menariknya ada yang berkomentar tidak puas tapi ada juga yang puas sakit mereka membaik, termasuk Lina.
[Meskipun benjolannya belum mengecil, tapi sakitnya sudah jauh berkurang, Alhamdulillah]
Aku tertegun?
Apa iya?
Kulirik jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan status ini sudah satu jam yang lalu, bisa saja dia sudah. Mungkin sebaiknya aku harus kesana setelah dari tempat pengiriman barang.
"Kamu kenapa? Keningnya berkerut gitu?" Mas Rama merebahkan tubuhnya di sebelahku tapi dia tidak melihat ponselku.
"Lina menyebut dirinya sembuh akibat pijat itu, aku penasaran." Aku meletakkan ponsel dan berbaring di sampingnya yang telentang.
"Bisa saja kalau keyakinannya penuh, toh mau berobat kemanapun berdasarkan keyakinan."
"Tapi metodenya itu tidak benar."
"Memang benar, Sayang. Pasti orang yang ngaku haji itu orangnya pintarlah, harus ada beberapa orang yang sembuh biar orang percaya. Bisa saja dia memang punya ilmu yang dipergunakan untuk sesuatu yang tidak baik."
Bisa saja Mas Rama benar, kalau orang tak ada yang sembuh berobat ke sana mana mungkin pasiennya akan semakin banyak dan rela malukan apapun.
"Sudah ayo tidur."
Mas Rama merangkulku ke dalam pelukannya, tapi mataku belum mau terpejam. Jujur saja sudah beberapa malam ini aku tak bisa tidur nyenyak karena tukang pijat******itu.
*****
Aku langsung ke rumah Lina saat pulang dari tempat pengiriman, dia kutemukan sedang membersihkan rumput-tumput liar yang tumbuh di halamannya.
Senyumnya mengembang melihat aku datang, aku yakin dia ingin menceritakan apa yang dia rasakan setelah dipijat oleh orang yang ngaku haji itu.
"Ayo duduk, Mbak. Tunggu sebentar."
Aku duduk di kursi kayu yang ada di teras rumahnya, dia masuk ke dalam dan tak lama ke luar dengan nampan yang di atasnya ada gorengan dan dua cangkir teh manis.
"Puji mana?" Aku tidak mendengar suaranya biasanya rumah ini akan selalu heboh oleh suara nyaringya.
"Dia dibawa ibu ke rumahnya tadi, makanya aku bisa membersihkan halaman, lihat sudah hijau semua.''
Baru dua malam, tapi memang wajah Lina kelihatan lebih segar, biasanya dia pucat dan seperti tak bertenaga setiap harinya, katanya dia selalu kesakitan setiap malamnya.
"Kamu kelihatan berbeda?"ujarku setelah meneguk teh hangat yang disediakan kebetulan juga lagi haus.
"Pijat itu memang manjur, Mbak. Aku benar-benar merasa sangat-sangat baik."
Ya, aku bisa melihatnya, dia bersemangat dan itu bukan kepura-puraan.
"Syukurlah. Eh, ngomong-ngomong malam pertama setelah dipijat itu kamu ngerasain apa?"
"Nggak ada segar aja."
"Kamu yakin?"
"Iya, aku heran juga dengan Dina, Laila dan beberapa orang lainnya yang mengaitkan urusan ranjangnya dengan pijatan Pak Haji itu."
Aku terpaku, berarti hal yang di alami Mama dan Dira tidak terjadi pada Lina. Tetapi kenapa?
"Dan Pak Haji itu bilang kalau aku pergi ke saja lagi aku nggak perlu buka seluruh pakaianku lagi, cukup baku aja,"ucapnya riang.
Apa yang membedakan Lina dengan yang lainnya?
"Tapi ada yang mengatakan kalau habis dipijat itu malam pertamanya mereka merasa ada yang memijat tubuhnya gitu ...."
"Aku yakin deh, Mbak itu fitnah, Pak Haji itu baik kok."