Hari Ke-16
Ali bin Abi Thalib
Rasulullah Itu Kota Ilmu, Ali Adalah Gerbangnya
Ibnu Abbas meriwayatkan, Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya. Barangsiapa menginginkan ilmu, ia harus mendatangi pintunya.” Selain pejuang yang tangguh, Ali juga adalah seorang yang kuat akal, sehingga menguasai beragam ilmu, khususnya ilmu-ilmu keislaman. Sepanjang hidupnya Ali bersama Rasulullah. Setiap harinya dia tidak akan pernah tertidur sebelum dia mengetahui apa yang diturunkan malaikat Jibril kepada Rasulullah mengenai masalah halal dan haram, Sunnah, kitab, perintah dan larangan, dan latar belakang ayat diturunkan (asbabun nuzul).
Ibnu Abbas menggambarkan, Ali menguasai 9 dari 10 cabang ilmu. Bahkan 1/10 cabang ilmu sisanya yang dikuasai orang lain pun dimiliki oleh Ali. Menurut Muhammad Raji Hasan Kunnas, ada dua hal yang mendukung Ali menjadi orang yang ahli ilmu. Pertama, Allah menganugerahinya akal yang cerdas dan lisan yang fasih. Kedua, Rasulullah kerap memotivasinya untuk mencari ilmu. Ali pernah berkata, “Jika aku bertanya, aku pasti mendapatkan jawaban. Jika aku diam, beliau (Rasulullah) akan mengajariku.”
Pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan, Ali pernah berdialog dengan tiga pendeta Yahudi. Di hadapan mereka, Ali menjelaskan bahwa syirik adalah kunci utama yang mengunci pintu-pintu langit sehingga tidak ada amalan yang sampai kepada Allah. Kunci yang bisa membukanya adalah syahadatain. Kemudian Ali juga menjelaskan bahwa yang dimaksud denga kuburan berjalan bersama penghuninya adalah ikan yang menelan Nabi Yunus As. Selanjutnya Ali menerangkan kisah Ashabul Kahfi sangat tepat dan detail.
Jawaban-jawaban yang disampaikan Ali sangat sesuai dengan yang terdapat dalam Taurat. Setelah mendengar penjelasan Ali yang sempurna tanpa ada yang bisa dibantah sedikit pun, ketiga pendeta Yahudi itu menyimpulkan bahwa Islam adalah agama yang benar. Mereka memutuskan untuk masuk Islam.
Hari Ke-17
Ali bin Abi Thalib
Ahlul Bait yang Istimewa
Suatu hari saat terjadi Perang Tabuk. Sa’ad bin Abi Waqqash meriwayatkan, sebelum pergi ke medan Perang Tabuk, Rasulullah memercayakan urusan Madinah kepada Muhammad ibnu Musalmah. Sementara keluarganya, beliau titipkan kepada Ali. Orang-orang munafik menghasut Ali. Mereka katakan kepada Ali, bahwa Nabi Saw meninnggalkannya di Madinah karena dia tidak menyukai Ali.
Ali segera menyusul Rasulullah. Setelah bertemu, Ali berkata, “Wahai Rasulullah, engkau hanya memberiku tugas untuk mengurusi wanita dan anak-anak?”
Rasulullah memintanya pulang seraya menghiburnya dengan ucapan, “Tidak relakah engkau memiliki hubungan di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa. Hanya saja tidak ada Nabi setelahku.” (At-Turmudzi)
Sangat gamblang, kisah dalam riwayat tersebut menunjukkan bahwa Ali adalah ahlul bait (keluarga Rasulullah) yang amat istimewa, seperti istimewanya Nabi Harun di sisi Nabi Musa As.
Dalam sepenggal episode lain, Nabi Muhammad mengutus Ali untuk menjadi seorang qadhi di daerah Yaman. Meskipun ilmu yang dikuasai Ali sangat mumpuni, namun dirinya merasa belum cakup dan ragu-ragu dalam memutuskan. Padahal memutuskan hukum adalah pekerjaan utama seorang qadhi.
Ali berkata, “Wahai Rasulullah, aku adalah pemuda biasa dan Tuan (Rasulullah Saw.) mengutusku untuk menetapkan hukum di antara mereka. Bagaimanakah aku mengambil keputusan?”
Rasulullah menepuk dadanya sambil mendoakannya, “Ya Allah tunjukkanlah hatinya dan tetapkanklah lisannya.”
Ali berkata, “Demi Allah, sejak saat itu aku tak pernah ragu dalam mengambil keputusan.”
Peran Ali begitu penting, sehingga Umar bin Khattab pernah berkata, “Jika tidak ada Ali, Umar pasti sudah hancur.”
Hari Ke-18
Ali bin Abi Thalib
Adakah Orang Anshar Lebih Utama Dibanding Ali?
Anas bin Malik menceritakan, suatu waktu seseorang memberikan hadiah kepada Nabi Saw. Kemudian beliau bersabda: “Ya Allah datangkanlah makhluk yang paling engkau cintai sehingga ia makan burung ini bersamaku.”
Kemudian datanglah Ali. Dia mengetuk pintu. Kemudian Anas berkata, “Nabi sedang ada keperluan.”
Ali pun pulang. Nabi Saw. muncul lagi mengucapkan kalimat seperti yang semula. Kemudian Ali bin Abi Thalib datang kembali mengetuk pintu.
“Bukankah telah kukatakan bahwa Nabi sedang sibuk?” ungkap Anas.
Nabi kembali bersabda seperti dua ucapan sebelumnya. Sekali lagi Ali datang mengetuk pintu lebih keras dari sebelumnya. Nabi pun mendengar ketukannya. Anas lagi-lagi mengatakan bahwa Nabi sedang sibuk. Nabi pun mengizinkan Ali masuk.
Ketika Ali sudah di dalam, Nabi bertanya, “Wahai Ali, apa yang menghalangimu untuk segera menemuiku?”
Ali menjelaskan, “Aku sudah datang, namun Anas menolakku. Lalu aku datang lagi, tetapi Anas menolakku lagi. Untuk ketiga kalinya aku datang, dan Anas masih tetap menolakku.”
Nabi berkata, “Wahai Anas, kenapa kau melakukannya?”
Anas menjawab, “Aku ingin agar orang yang kauharapkan dalam doamu itu adalah orang Anshar.”
Nabi pun bertanya, “Wahai Anas, memangnya ada orang Anshar yang lebih baik daripada Ali? Atau adakah orang Anshar yang lebih utama dibanding Ali?” (Diriwayatkan Abu Hanifah dari Hamad, dari Ibrahim, dari Anas bin Malik).
Begitulah keistimewaan Ali bin Abi Thalib. Semua kisah hidupnya layak kita teladani. Ali bin Abi Thalib dipilih umat Islam sebagai khalifah ke-4 menggantikan Utsman bin Affan. Masa kepemimpinanya penuh dengan fitnah dan ujian yang menimpa umat Islam.
Peristiwa tragis ini terjadi pada tahun 40 H. Ali dibuntuti oleh Abdurrahman ibn Muljam saat berangkat ke masjid hendak menunaikan shalat Shubuh. Lelaki jahat itu menebaskan pedangnya ke kening Ali. Sebelum meninggal, Ali sempat mengatakan tuntutan hukuman atas si pembunuh.
Hari Ke-19
Ali Bin Abi Thalib
Khalifah yang Adil
Sepupu sekaligus memantu Rasulullah ini terkenal sebagai khalifah yang adil. Karena itu, demi menegakkan keadilan, dia sangat berhati-hati memilih qadi (hakim) yang memimpin pengadil di segenap wilayah kekhilafahan. Ali pernah memberhentikan Abu Al-Aswad Ad-Duwali karena beliau pernah menyaksikannya membentak orang-orang yang berkelahi. Ali memberhentikannya dengan pertimbangan Abu Al-Aswad tidak bisa mengendalikan emosi, dan tenu itu akan berpengaruh terhadap keputusan yang akan ditetapkan seorang qadi.
Suatu saat, seorang Kristen mengakui baju zirah milik Ali sebagai miliknya. Ali mengadukan hal ini ke pengadilan. Hakim yang menangani perkara ini bernama Syarih. Keputusan pengadilan ternyata memihak kepada orang Kristen. Hal itu bisa terjadi karena Ali tidak mampu mendatangkan saksi dan menunjukkan bukti. Itulah bukti pada masa kekhalifahannya, dia menerapkan hukum dengan sangat adil. Ali menerima keputsan pengadilan dengan hati lapang. Menyaksikan hal itu, orang Krsiten itu terpana. Dia memutuskan untuk masuk Islam dan mengembalikan baju zirah milik Ali. Dan yang luar biasa apa yang dilakukan Ali? Dia menghadiahkan baju zirah itu kepada si mualaf.
Khalifah Ali juga menetapkan kebijakan dalam masalah muamalah (jual-beli). Dia terbiasa berkeliling pasar, mengingatkan para penjual dan pembeli agar senantiasa mengingat Allah. Dia juga menyeru agar mereka memberi makan fakir miskin. Untuk mengawasi semua transaksi di pasar, Khalifah Ali membentuk lembaga khusus pengawas agar dapat dipastikan semua kegiatan jual beli di pasar sesuai dengan hukum syariat Islam.
Khalifah Ali menyeru kepada pelaku bisnis, melarang mereka berlaku zalim dalam perdagangan. Beliau melarang monopoli, menimbun barang, mengurangi timbangan atau takaran, dan melakukan penipuan. Ali melarang penjual bersumpah karena akan mengurangi keberkahan.
Hari ke-20
Fatimah Az-Zahra
Ketika Sang Bunga Rasulullah Terlahir
Fatimah adalah putri kesayangan Rasulullah Saw. yang keempat. Dibandingkan dengan ketiga kakaknya: Zainab, Ruqayyah, dan Ummu Kultsum, Fatimahlah yang paling mirip dengan ayahnya.
Jauh sebelum Fatimah lahir, Rasulullah diberikan kabar oleh Malaikat Jibril bahwa dia akan diberikan keturunan yang baik. Kabar itu dia dapatkan pada hari terakhir dirinya menjalankan puasa selama 40 hari di rumah pamannya, Abu Thalib. Selama itu pula, beliau tidak pulang ke rumah dan tidak bertemu dengan Khadijah.
Setelah keduanya bertemu dan bersatu kembali, Khadijah mulai mengandung. Meskipun Khadijah sudah beberapa kali mengandung, namun dia merasa kandungannya kali ini sangat istimewa. Dia tidak merasakan berat saat mengandung meski semakin bulan perutnya semakin besar. Kelahiran Fatimah bertepatan dengan peristiwa besar, yaitu pemugaran Ka’bah yang keempat kalinya akibat hujan deras yang mengakibatkan banjir melanda Makkah.
Fatimah lahir pada 11 Jumadil Akhir, lima tahun sebelum ayahnya diangkat menjadi rasul. Kelahirannya membawa kebahagiaan bagi Khadijah dan Rasulullah. Aisyah binti Asy-Syathi menceritakan bahwa kedua orang tua Fatimah menyambut kelahirannya dengan sebuah syukuran pesta yang belum pernah disaksikan sebelumnya oleh penduduk Makkah. Muhammad telah membalikkan kebiasaan orang Makkah saat yang jika melahirkan anak perempuan dianggap sebagai aib hingga dengan tanpa penyesalan menguburnya hidup-hidup.
Rasulullah memberinya nama Fatimah berdasarkan ilham. Allah mengutus seorang malaikat menjelang kelahirannya agar nama ‘Fatimah’ terucap dari lisan Rasulullah. Ali berkata, “Dinama Fatimah karena Allah memutus dan melindunginya dari api neraka.” (HR. Ad-Dailami).
Kata Fatimah berasal dari kata Al-Fathm (memutus atau mencegah). Fatimah juga memiliki banyak gelar, antara lain: Az-Zahra (Yang bersinar wajahnya/bunga); Al-Batul (wanita yang dikhususkan untuk beribadah, seperti Maryam binti Imran); dan Ummu Abiha (ibu bagi ayahnya, karena sepeninggal Khadijah, Fatimah mengurus segala keperluan ayahnya).