BAB 15
BAB 15



Sore hari, aku sudah sangat bersemangat untuk pergi ke rumah Tata. Berkas tidak terlalu banyak dan rumit, semua sudah kusiapkan dengan sebaik mungkin. Senyuman Bapak membuatku bersemangat. Sangat memotivasi untuk bangkit. Berjuang demi hidup yang lebih baik lagi. 

“Mau langsung ke sana, Nak?” tanya Bapak sambil melipat sarung tangan badut. 

“Iya, Pak. Katanya sore ini ke sana, biar ketemu langsung sama suaminya Mbak Yuni,” balasku sambil merapikan pakaian di depan cermin. 

“Oh, baiklah kalau begitu. Semoga berhasil.”

“Dani mohon doanya, Pak.” 

“Selalu, Nak. Selalu Bapak doakan yang terbaik untuk kamu. Nanti malam kamu ikut Bapak, ya?”

“Baik, Pak. Ke mana saja Bapak ajak, Dani mau ikut.” 

“Tentu saja harus ikut, karena ini kejutan untuk anak Bapak tersayang,” goda Bapak, kemudian beliau tertawa lepas. 

Kejutan apa sebenarnya? Aku jadi penasaran sekali. Tak apalah, nanti juga bakal tahu. Sekarang sudah sore, menunggu malam hanya beberapa jam lagi. 

“Ya, sudah. Dani berangkat dulu, Pak,” pamitku halus. 

“Hati-hati, Nak. Jangan ketinggalan berkasnya. Nanti kamu capek aja.”

***

Aku kembali menempuh perjalanan dengan mengendarai sepeda tua ini. Sepeda penuh kenangan manis. Meskipun seseorang yang manis itu sekarang sudah berhati amis. Jahat padaku dan Bapak. Tak dapat ditepis kalau dada ini sakit, sakit sekali mengingat semua perlakuan Salma. 

Entah berapa lama aku larut dalam lamunan, tidak terasa kalau sudah berada di depan rumah Mbak Yuni. Rumah mewah berpagar warna kuning emas. Anggun sekali. Sama seperti pemiliknya yang juga berhati emas. 

“Assalamualaikum,” sapaku. 

Tak ada orang yang keluar. Rumah ini tampak sepi. Tapi aku yakin sekali kalau ada orang di dalam. Motor dan mobil lengkap terparkir sempurna di garasi. Beberapa buku bacaan milik Tata juga berserakan belum dirapikan. 

“Wealah, ada kamu,” tegur ART rumah ini. Ia muncul dari garasi sambil menenteng sebuah sapu. 

“Iya, Bi. Dari tadi kok gak ada yang keluar.”

“Iya, atuh. Kalau bertamu lain kali pencet bel itu di samping pintu. Kalau Cuma ucap salam aja gak kedengaran, Bang. Rumah ini terlalu luas,” papar Bibi. 

“Pantesan, Bi. Maklum, ya aku orang biasa gak paham sama bel gitu. Sudah biasa main ketuk pintu dan ucap salam aja, Bi,” ucapku dengan ekspresi malu. 

Ya ampun. Ternyata kalau berkunjung ke rumah orang kaya pakai bel. Aku jadi malu. Sekatrok inilah aku. Tak tahan rasanya untuk tidak tertawa. 

“Gak pa-pa, Bang. Bibi paham, aman aja. Masih mending Abang, lah Bibi dulu pertama kerja gak bisa BAB. Gak biasa pakai kloset jongkok. Sampe nangis kalo di kamar pas malam,” curhatnya sambil tertawa lepas. 

Aku sekarang benar-benar tertawa. Kurasa nasibku sama dengan Bibi ART. 

“Masuk, Bang. Bibi panggil mamanya Tata dulu,” ucapnya.

Aku duduk sambil menunggu. Dalam hati berharap semoga suatu hari nanti aku tidak kaget dengan kebiasaan orang kaya. 

“Eh, Abang sudah datang. Pa, ini anaknya,” ujar Mbak Yuni sambil memanggil suaminya. 

Tak berselang lama, seorang pria bertubuh tambun muncul dari ruangan yang banyak sekali kertas. Ada komputer juga di dalam sana. Semua dapat kulihat jelas saat lelaki itu membuka gorden untuk keluar. Kebetulan tepat di depan kursi yang sedang kududuki ini. Kutebak itu ruangan khusus kerjanya. 

“Perkenalkan, Pak. Namaku Dani.” Aku memperkenalkan diri sekenanya. 

“Kamu yang namanya Dani? Saya Zen.”

Suami Mbak Yuni sangat tampak berwibawa sekali. Sudah jelas kalau jabatan serta pendidikannya tinggi. 

“Mana berkasnya, Dani?” sahut Mbak Yuni. 

Aku langsung memberikan berkas lamaranku padanya. Mereka berdua pun membacanya secara bergantian. Kulihat Pak Zen menganggukkan kepala sembari mengembangkan senyuman kecil. 

“Baiklah, besok datang ke kantor saya. CV Prima Utama. Pakai baju putih hitam, ya. Kamu bisa langsung kerja besok,” ucap Pak Zen singkat tapi sangat membuatku bahagia. 

“Siap, Pak. Terima kasih banyak atas kebaikannya. Makasih juga buat Mbak Yuni.” 

“Semoga kamu betah dan senang bergabung di CV kami. Oh, iya soal baju seragam besok langsung ke personalia aja, ya. Udah disediakan,” jelas Mbak Yuni padaku. 

Setelah itu, kami lanjut mengobrol hal-hal ringan. Sangat seru sekali, apalagi bisa langsung ngobrol dengan pemilik CV. Pak Zen sangat ramah, walaupun tidak banyak bercanda. Ia hanya berbicara seperlunya saja. Sangat mencerminkan kewibawaan. 

Walaupun begitu, aku tetap merasa nyaman menceritakan tentang semua kehidupanku dan Bapak. Tentang pendidikanku serta niat untuk bisa melanjutkan kuliah. Pak Zen sangat mendukung dan tertarik dengan semua hal yang kuungkapkan. Bentuk seorang pemimpin yang bijak. Aku merasa sangat beruntung bisa mengenalnya dan Mbak Yuni. 

***

Malam ini, Bapak terlihat sangat rapi. Ia memakai baju yang selalu disimpan rapi dalam lemari. Malam ini terasa berbeda. Bapak senang sekali, senyumnya benar-benar merekah. Otakku penuh dengan berbagai pertanyaan. Kejutan apa? 

“Ayo, siap-siap.”

“Iya, Pak. Memangnya kita mau ke mana?” tanyaku sambil mengancing baju kemeja merahku. 

“Ada, deh. Ikut aja, Dani.”

Bapak pun menyeruput tehnya hingga habis. Entah mengapa tiba-tiba perasaanku tidak enak. Seperti ada hal yang sangat mengganjal hati. Perasaan macam apa ini? Semoga bukan pertanda buruk. 

“Kamu mulai besok pagi sudah kerja, jaga sikap. Apalagi kerja di kantor besar. CV Prima Utama itu paling besar di kota ini. Ingat, jaga nama baik,” nasihat Bapak. 

“Iya, Pak. Dani akan menjaga sikap. Semoga saja nasib kita segera berubah,” sahutku penuh harap. 

“Sudah selesai? Kalau begitu kita berangkat sekarang, nanti kemalaman.” Bapak memperingatkan, karena memang kami tak naik kendaraan lain. Hanya sepeda tua itu andalan kami. 

Aku mengembuskan napas. Semoga semuanya berjalan baik sesuai keinginan Bapak. Ada firasat untuk menolak pergi, tapi tak mungkin kuungkapkan pada Bapak. Tak sampai hati. 

“Sudah, Pak. Ayo, pergi,” ajakku. 

Aku pun langsung mengeluarkan sepeda dari rumah. Bapak malah tertawa melihatku. Memangnya ada apa? 

“Tidak perlu, Nak. Bapak sudah menyewa becak untuk kita. Lagian jaraknya agak jauh kalau naik sepeda.”

“Baiklah, Pak.” 

Kusimpan kembali sepeda di rumah, walaupun agak bingung. Aku tidak ingin memperlihatkannya pada Bapak. Tumben sekali Bapak menyewa becak ungu kepergian kami kali ini. 

“Nah, itu becaknya datang. Panjang umur,” tunjuk Bapak ke ujung mulut gang. Memang ada becak datang mengarah ke sini.

Aku pun mengikuti Bapak naik becak. Selama perjalanan kami mengobol santai, karena memang sudah saling kenal. Semua orang di kota ini sudah familiar dengan wajahku dan Bapak. Badut keliling yang disukai anak-anak.

“Malam ini terang sekali. bulannya bagus,” ujar Bapak. 

“Iya, Pak Umar. Cerah sekali suasananya, angin juga tidak terasa dingin.” Mamang becak menyahut. 

Sekitar dua puluh menit berlalu, Bapak menghentikan becak tepat di sebuah rumah yang anggun. Tampaknya masih belum lama dibangun. Rumah baru bercat merah muda dengan lampu hias di atas tiangnya. 

“Kamu tunggu sebentar, kami tidak lama,” kata Bapak pada mamang becak. 

“Siap, Bos!”

“Ayo, Dani kita turun. Sudah sampai tujuan kita.”  Bapak tampak sangat bersemangat sekali. 

Tanpa menyahut, aku langsung menuruti langkah kaki Bapak. Ada urusan apa di rumah ini? Aku belum pernah ke sini sebelumnya. Terasa asing. 

“Pak, ini rumah siapa, sih?” Aku mencegah Bapak terus berjalan. Mengajaknya ngobrol sebentar. Mencoba menelisik tujuan Bapak. 

“Ini rumah baru Bu Lela dan Salma. Bapak tahu dari teman,” jawabnya lembut. 

Astaga! Jadi, Bapak mengajakku ke rumah Salma. Ya Allah, Bapak! Kalau aku tahu sejak awal, sungguh aku takkan mau pergi ke sini. Untuk apalagi? Aku menepuk kening. 

“Pak, kita pulang aja.” Aku menarik tangan Bapak menjauhi rumah itu. 

“Kamu aneh, Dan. Kita belum masuk, ada hal yang ingin Bapak sampaikan di dalam nanti.” 

Aku tak tega melihat mata Bapak. Mata itu ... mata yang terlalu tulus untuk disakiti. Hatiku kembali hancur. Arrrggh! Malam yang kacau. Bagaimana cara menjelaskannya? 

“Ayo, kita bertamu," seru Bapak sambil setengah menggoda. 

“Pak, mending kita pulang.” 





Bersambung... 

Apa yang terjadi selanjutnya?

Maaf ya up hari ini lama. Aku demam gaes. Gantinya aku bakal up bab 16 besok habis subuh ya.