Yuk jangan lupa ikuti profil aku ya. Agar nanti ada update judul terbaru dapat notifikasinya. Terimakasih.
*****
Tanpa menjawab pertanyaan ku, Ibu pun malah beringsut mundur menjauhi ku, kemudian menutup pintu dengan sedikit membanting.
Blam!!!
Aku jadi kaget dibuatnya. Seumur-umur, aku baru tau kemarahan Ibu. Karena pada waktu dulu, aku tak pernah diperlakukan seperti ini olehnya.
Dengan sangat terpaksa, aku pun kembali pulang. Aku baru ingat, jika Mas Ilham masih memegang kunci rumah. Itu artinya, aku harus segera mencari tukang kunci untuk menggantinya. Agar Mas Ilham tak dapat masuk ke dalam rumah saat aku tak ada.
Dan lagi, aku harus mengganti pin brankas yang ada dirumah sebelum terlambat. Karena semua barang berharga ada didalamnya.
Akhirnya aku sampai juga dirumah. Kebetulan ada Pak Ansori yang tengah bersantai didepan rumah. Aku berinisiatif untuk meminta tolong pada beliau.
Setelah turun dari mobil, aku pun menghampirinya.
"Assalamualaikum, Pak Ansori!" Sapa ku ramah seraya mengulum senyum
"Waalaikumsalam... Eh Mbak Mila, mari masuk!"
Aku pun mengangguk, lalu melangkahkan kaki mendekati Pak Ansori dan duduk dikursi sebelahnya
"Ada perlu apa Mbak?"
"Mmm, gini Pak. Saya mau nanya, apa Pak Ansori punya kenalan tukang kunci?"
"Tukang kunci, emang buat apa Mbak Mila?" Tanya Pak Ansori penasaran.
Lagi, aku juga tak mungkin langsung jujur pada beliau. Jika tujuan ku mencari tukang kunci untuk mengganti semua kunci pintu yang ada dirumah, agar Mas Ilham tak bisa datang lagi seenak jidatnya.
"Oh, itu Pak, kunci pintu rumah saya ada yang lagi slong. Jadi susah untuk dibuka tutup. Jadi mau diganti." Alibi ku
"Sebentar ya Mbak, tak carikan di hp ku dulu. Soalnya kan kemarin aku juga baru ganti kunci rumah juga." Terangnya.
Aku pun mengangguk dan tersenyum. Memang itulah alasan ku meminta tolong pada Pak Ansori. Karena beberapa hari yang lalu, aku melihat ada tukang kunci dirumahnya.
Setelah mengotak atik hp nya, Pak Ansori nampak sedang menelpon seseorang yang ternyata si tukang kunci tersebut.
"Katanya bisa Mbak. Mungkin lima belas menitan lagi orangnya dateng kerumah." Tukas Pak Ansori setelah menutup sambungan teleponnya.
"Alhamdulillah kalau gitu Pak. Maaf ya sudah mengganggu. Dan terimakasih sudah membantu."
"Walah, sama sekali tak mengganggu kok. Iya, sama-sama. Kalau butuh apa-apa, jangan sungkan minta tolong ya!" Tuturnya
"Iya Pak, kalau begitu saya pamit pulang dulu ya."
"Mmm, Mbak Mila, saya boleh tanya gak?"
Langkah ku terhenti, kala Pak Ansori memanggil ku. Sepertinya ada hal penting yang ingin ia tanyakan.
"Oh monggo Pak, mau tanya apa ya?"
"Apa Mbak Mila sudah tau semuanya? Mmm, dan masalah Ibu mertua serta suami Mbak Mila, apa Mbak Mila mengusir mereka tadi pagi?"
Kikuk, jujur saja aku bingung harus menjawab apa. Karena bagaimanapun aku juga malu jika cerita keluarga ku menjadi konsumsi publik.
Aku pun akhirnya hanya bisa mengangguk lemah, tanpa mengucap sepatah kata pun. Rasanya ada sesuatu yang tercekat ditenggorokan ini.
Pak Ansori pun nampak menghela napas besar. "Yang sabar ya Mbak Mila. Insyaallah sampean sabar menghadapinya. Ingat, Allah tak akan pernah memberikan cobaan diluar batas kemampuan umatnya." Tuturnya seraya tersenyum padaku.
"Iya Pak, insyaallah aku kuat kok. Kalau gitu, saya permisi dulu." Aku pun langsung berlalu masuk kedalam rumah tanpa menoleh ke Pak Ansori lagi.
******
Ya Allah, apa memang pundak ku sekuat itu, untuk menerima ujian mu ini? Tapi kenapa aku sudah merasa sedikit rapuh?
Saat ini yang bisa ku lakukan hanya lah banyak-banyak mengucap istighfar. Setidaknya, itu membuat ku sedikit lebih tentram.
Setelah masuk kedalam kamar, aku pun mulai mengganti pin brankas. Tapi sebelumnya, aku sudah terlebih dahulu mengecek isinya yang ternyata masih utuh. Sertifikat tanah rumah dan toko, perhiasan, baik perhiasan ku sendiri maupun perhiasan peninggalan Ibu. Juga beberapa gram antam yang memang sengaja aku beli untuk investasi.
Kemudian, aku bersantai kembali sembari menunggu tukang kunci datang. Selang sepuluh menit berlalu, akhirnya yang ku tunggu datang juga.
Aku pun memberi tau pada tukang kunci untuk mengganti kunci rumah depan dan belakang. Termasuk kunci kamar ku. Ya, sebenarnya dua kunci itu saja sudah cukup sih. Tapi namanya untuk jaga-jaga tak ada salahnya juga kan aku mengganti kunci kamar.
Hanya butuh beberapa menit saja, semua kunci pintu rumah sudah diganti. Setidaknya saat ini aku merasa sedikit aman dari dua pencuri tak tau malu itu.
"Makasih ya Pak. Ini uang jasanya." Ucapku seraya memberikan 2lembar uang berwarna biru.
"Oh iya Mbak, sama-sama. Ini juga kembaliannya!" Dia pun juga memberikan kembalian uang dua puluh ribu
"Gak usah Pak. Bapak bawa saja. Anggap saja ongkos kemari."
"Alhamdulillah, makasih banyak ya Mbak. Kalau gitu saya pamit."
"Iya Pak sama-sama. Hati-hati!"
Aku pun mengantar kepergian Bapak tukang kunci tersebut sampai kedepan rumah. Setelah beliau berlalu, aku langsung bersiap untuk pergi lagi. Karena tadi aku sudah janji dengan Sarah untuk bertemu.
Apalagi saat ini sudah menunjukkan pukul tiga lebih. Jadi, aku memutuskan untuk segera mandi dan sholat ashar.
Hmmmng!!!
Suara deru mesin mobil pun terdengar kala aku hendak menjalankannya menuju cafe tempat aku dan Sarah janjian bertemu.
Mobil pun berbelok arah. Akan tetapi, pandangan ku tertuju pada seseorang yang hendak memasuki rumah makan masakan padang.
Ya, siapa lagi kalau bukan Mas Ilham. Aku tau betul, jika itu adalah dia meskipun hanya nampak dari belakang punggungnya. Terlihat mulai sepeda motornya, juga masakan padang adalah makanan favoritnya.
Aku pun akhirnya berniat untuk membuntutinya dari belakang. Ini aku lakukan untuk merebut kembali uang yang sudah dia ambil tadi pagi dari toko ku. Aku benar-benar tak ikhlas.
Dengan sedikit mengendap-endap, aku pun masuk kedalam rumah makan tersebut. Untunglah, posisi duduk Mas Ilham membelakangi pintu masuk, membuat ku tak terlihat olehnya.
Dan ini juga yang membuat ku leluasa berjalan mendekatinya dan langsung menyambar tas Mas Ilham yang dia letakkan di atas meja. Tas yang sudah pasti berisi uang ku didalamnya.
"Heh pencuri!!!" Pekik Mas Ilham reflek saat aku sudah meraih tasnya. Hingga membuat beberapa pasang mata melihat ku
"Pencuri katamu? Siapa yang pencuri, aku atau kamu?" Ucapku lantang membuat orang-orang semakin asyik melihat pertengkaran kita berdua.
"Kamu sudah mencuri uang ku ditoko Mas. Sekarang, aku berhak mengambil kembali uang itu." Imbuh ku
"Lepaskan tas itu Mil. Kamu gak ada hak mengambil barang di dalam tas itu!" Sungutnya dengan muka memerah menahan amarah.
"Enggak bakal aku lepasin Mas. Biar semua orang tau, kalau kamu seorang pencuri. Kalau perlu, aku bakal melaporkan ini semua ke polisi. Apa kamu belum puas, sudah mengambil uang ku hingga ratusan juta?" Ucapku tak kalah sengit.
Mas Ilham terdiam, mungkin dia merasa malu dengan ucapanku yang begitu lantang tadi. Apalagi, terlihat cibiran dari beberapa pembeli yang kebetulan sedikit ramai disini.
Tanpa banyak kata, aku pun membuka tas Mas Ilham dan melihat isinya. Untunglah, uang yang tadi diambil oleh nya masih tersimpan rapi didalam sini. Dan masih terikat gelang karet berwarna orange.
"Nih!!!"
Aku pun melempar tas kulit tersebut kearah Mas Ilham yang dengan sigap langsung menangkapnya. Dan aku langsung berlalu keluar dari rumah makan padang seraya memasukkan uang tersebut kedalam tas.
Terlihat sekali muka emosi Mas Ilham yang nampak tesudutkan. Dan itu, membuat ku bahagia. Hahaha...