6. Tetaplah di jalan Allah part. 2

Nurani menarik napas panjang. 

"Ya Allah, mendengarkan saja terasa begitu berat. Apalagi mengalaminya, " batin Nurani. 

                        ************

Hawa yang dingin mengalir turun melalui  lubang- lubang angin di kamar itu.
Nurani agak menggigil dan menarik selimutnya. Ia bermimpi seolah sedang berenang di sungai.

" Tret tet tet tet...! " Tiba-tiba suara musik dari HP Nurani mengusik mimpi.

Nurani terkejut dan mengumpulkan  tenaga untuk meraihnya. Mematikan, lalu melanjutkan petualangannya di dunia bawah sadar. Namun, beberapa menit kemudian, suara yang sama kembali terdengar.

"Huuh, ramenya siih...! " keluhnya.

"Nur, kamu sendiri kan, yang masang alarm? " Seruni ikut terbangun.

"Nggak tahu, ulah siapa itu...? " Nurani berucap tapi masih memejamkan mata.

"Katanya kamu  mau sholat tahajjud? "

"Oh, iya, aku lupa, "ucap Nur sambil berusaha duduk.

" Di rumah sudah biasa, tapi disini kok berat sekali ya? "

Nurani bangkit menuju kamar mandi, diikuti oleh Seruni. Walaupun agak menggigil, keduanya tetap khusuk mengadu pada Allah.

"Alangkah lega, segalanya telah kita adukan kepada Allah. Tapi lebih nikmat lagi, kalau kita menangis karena terharu dan bersyukur atas nikmat-Nya. Atau hanyut dalam airmata penyesalan atas segala dosa-dosa kita, " ucap Nurani  selesai sholat.

" Kamu harus tetap bicara pada orang tuamu. Siapa tahu, Allah membuka hati mereka, & bisa menerima penjelasanmu," lanjutnya.

Runi mengangguk. 

**********

Esok harinya Nurani mengantar Seruni pulang.

"Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumussalam, " jawab seseorang dari dalam rumah.

"Kamu sudah pulang? " Ibu Seruni menyambut Seruni.

"Silakan duduk Nak, " lanjut Ibu Seruni pada Nurani dan Mas Yudi.

"Rumahnya mana Nak? "

"Desa Wonosalam, " jawab Nurani.

"Kamu merepotkan teman saja Runi, " Ibu Seruni menggerutu.

Seruni hanya diam.

"Oh, nggak kok Bu. Ini saya memang mau balik pulang ke Surabaya, jadi sekalian nganter Seruni, " ucap Nurani.

"Sebentar ya, saya ke dapur dulu" Ibu Seruni beranjak dari tempat duduknya.

"Nggak usah repot-repot lho Bu, " Nurani berbasa basi.

"Nggak kok, cuma bikin teh saja. "

"Aku bantu bilang sama ibumu ya? " tanya Nurani.

"Jangan Nur. Aku masih takut. Nanti saja, kalau aku sudah siap, " jawab Seruni.

"Ada apa Nur? " tanya Mas Yudi penasaran.

"Urusan wanita. Mas Yudi nggak usah tahu," jawab Nur ketus.

"Galaknya. Aku  yakin, kamu nggak mungkin kuat nggak cerita sama aku, " Mas Yudi mencebik.

Beberapa saat kemudian, Nurani pamit pada Seruni dan Ibunya.

" Runi, kamu harus bicara sama ibumu, " bisik Nurani sambil memeluk Seruni.

**********

Beberapa minggu kemudian.

" Aku masuk dulu ya. Trims tumpangannya. Dadaah....! " seru Nurani pada Vera yang memboncengnya.

Ia segera masuk ke sebuah toko buku di daerah Jl. Diponegoro.  Wah, kalau sudah di dalam, biasanya Nurani suka lupa waktu.

Dengan penuh kepuasan, ia keluar dari toko itu. Ia berhasil mendapatkan buku yang ia inginkan.

Ia tertegun, saat melihat 2 orang gadis, yg usianya terlihat masih muda, tapi dengan dandanan yang menor, tengah berdiri di pinggir jalan. Ia merasa kenal dengan salah seorang dari mereka.

" Ya Allah, apakah itu Runi? " batin Nur.

"Maaf Mbak, namanya Seruni? " tanya  Nurani menyelidik.

Gadis itu terkejut, dan menoleh ke arah Nurani.  Namun kemudian dia pura-pura tidak mengenal Nurani.

Dari reaksi yang ditunjukkan oleh gadis itu, Nurani sangat yakin bahwa dia adalah Seruni.

"Ya Allah, Runi? Sedang apa kamu disini? " tanya Nur sangat cemas.

Biasanya para kupu- kupu malam memang beroperasi di sepanjang jalan Diponegoro.

"Itu temanmu  Runi? " tanya gadis di sebelah Seruni.

" Ayo jawab. Kamu disini ngapain? " Nurani memegang tangan Seruni.

Akhirnya Seruni menyerah.

"Percuma Nur, aku tidak suci lagi, " ucap Runi putus asa.

"Jangan begitu Runi. Itu bukan keinginanmu. Kesucian bukan hanya dari fisik, tapi dari prilaku. Allah mengampuni orang seperti kamu, " hibur Nurani.

Mata Seruni mulai berkaca-kaca.

"Jangan samakan dirimu dengan orang-orang yang sengaja melakukannya. Kamu korban Runi, "  lanjut Nur.

" Mbak ini siapa? Nggak usah ikut campur urusan orang, " ujar cewek satunya.

Saat ada taksi melintas, buru-buru Nurani menarik tangan Seruni dan mengajak masuk ke dalam taksi.

************

Untuk sementara, Seruni ditampung oleh keluarga Nurani.  Tapi, meskipun mereka menganggap sebagai keluarga, tetap saja Runi merasa sungkan ( segan). Namun, setidaknya hal itu lebih baik daripada di rumahnya, atau di tempat asing yang sama sekali tidak tahu keamanannya.

" Runi... " tegur ibu Nur, saat Seruni sedang duduk-duduk santai di teras bersama Nurani.

" Kamu belum bicara sama ibumu tentang masalahmu? " tanya Ibu Nurani.

" Saya tidak berani Bu. Orang tua saya sudah melarang saya pacaran sama penjahat itu, " jawab Nurani.

Ibu Nurani tersenyum. Wajahnya yang anggun memancarkan kasih sayang. Pantas saja Nurani begitu mencintai ibunya. Beliau membelai  rambut Seruni dengan lembut.

" Baiklah Runi, masalahmu memang berat. Ibu janji akan membantu mendampingi untuk bicara sama orang tuamu. Tapi kami nggak mau mendengar lagi kamu nekat seperti kemarin, apalagi seperti tempo hari. "

" Alhamdulillah,  Bu. Allah masih menyelamatkan saya. Terima kasih Nurani, dan ibu sekeluarga, " ucap Seruni.

" Tolong jangan kecewakan kami Runi. Sepahit apapun, tetaplah di jalan Allah. Pasti ada penyelesaian untuk masalah ini, " Ibu Nur kembali menghibur.

Runi terdiam.

" Tapi bagaimana dengan kandungan saya Bu? Bagaimana saya menghadapi dunia ini? " mata Seruni mulai berkabut.

" Ibu pernah mendengar ceramah ustadz di TV. Bila kandungan kurang dari 60 hari, boleh digugurkan, tapi dengan syarat- syarat tertentu yang harus dipenuhi. Tapi kamu juga boleh memilih untuk melahirkan anakmu, " tutur Ibu Nurani.

"Saya benci anak ini Bu. Dia anak penjahat! " teriak Seruni dengan penuh emosi, lalu menangis.

Ibu Nurani segera memeluk Seruni, dan ikut menitikkan air mata.

" Sabarlah sayang. Pasti ada jalan keluarnya. Kita punya Allah Runi... "ujar Ibu Nurani.

" Saya tidak tahu Bu. Apakah ada kebaikannya? Saya merasa hanya keburukan yang terjadi, " Seruni terisak-isak. Kondisinya masih belum stabil.

Ibu Nur mengajak Seruni untuk duduk.

" Runi, siapa yang tahu masa depan? Seandainya kamu memilih melahirkan anakmu, apakah kamu tahu akan menjadi apa kelak anakmu itu? Dia bisa menjadi seorang guru yang dicintai oleh murid-muridnya, yg mengajarkan ilmu yang bermanfaat. Bisa menjadi ulama, dokter, atau bahkan presiden.  Tinggal bagaimana kita berusaha mendidiknya sebaik mungkin, " tutur Ibu Nur.

" Bagaimana kalau dia menjadi penjahat? " tanya Seruni.

"Tidak ada yang menjamin itu Runi. Nabi Ibrahim adalah putra pembuat berhala. Sementara putra Nabi Nuh tenggelam bersama orang-orang kafir. Masa depan itu rahasia Allah. Tugas kita hanyalah mengikuti aturan Allah, " lanjut Ibu Nur yang bernama Juwita itu.

************

Hari demi hari keadaan jiwa Runi semakin membaik.
Nurani dan keluarganya memberikan dukungan lahir dan batin kepadanya.
Bahkan Mas Yudi diam-diam memperhatikan Seruni.

Tibalah saatnya keluarga Nurani memenuhi janjinya pada Seruni, untuk mengantarkannya pulang.

**********

Kabut tipis yang menyelimuti desa  Wonosalam telah hilang beberapa jam yang lalu.

Seusai melepaskan lelah beberapa saat di sebuah warung, Ibu Nurani yang dibonceng ayah Nurani kembali meneruskan perjalanan.  Seruni yg berada 1 motor dengan Mas Yudi tampak tegang.

Di sebuah pekarangan yang luas, mereka berhenti. Tak ada satupun keluarga Seruni yang tampak. Hanya beberapa ekor ayam yang mematuk-matuk tanah, serta suara sapi yang melenguh. Aroma kotoran sapi yang khas tercium hingga pekarangan itu.

" Assalamu'alaikum! " Bu Juwita mengetuk pintu rumah Seruni yang tidak tertutup.

"Wa'alaikum salam.! " terdengar sahutan suara anak kecil, yang segera menemui mereka.

Wajahnya tampak terkejut. Mulutnya terbuka, lalu berubah menangis.

" Mbak Runiiii!! " teriaknya dengan keras.

"Mbaak, Ria kangen. Mbak dari mana saja?!! Jangan pergi Mbak...! " serunya lagi sambil memeluk Seruni.

Mereka berdua berpelukan sambil menangis.

" Ma- af. Si-la- kan  ma- suk... " ucap Seruni terbata-bata.

Semua ikut terbawa suasana, bahkan ayah dan Mas Yudi juga tampak berkaca-kaca.

"Adik cantik, Bapak sama Ibumu dimana? " tanya Mas Yudi pada Ria.

" Bapak masih di kebun, tapi Ibu di sumur, mencuci baju, " jawabnya.

"Boleh minta tolong dipanggilkan? " pinta Yudi.

Ria mengangguk, lalu masuk ke dalam.

Hati Seruni makin cemas.

Sejurus kemudian, seorang wanita masuk ke ruangan itu. Ujung bajunya tampak basah.

"Ya Allah, Seruni! Kamu darimana saja!  Sudah membuat kami stress! " teriaknya.

Spontan, Seruni berlari ke arahnya.

" Ibuuu.... Maafkan Runi Buu! "
Ia tersimpuh di kaki ibunya sambil menangis.

********
Bersambung...

Terima🙏💕 kasih sudah berkenan membaca.
Lanjut part 3  di bab selanjutnya ya.






Komentar

Login untuk melihat komentar!