5. Tetaplah di jalan Allah part. 1


Jembatan tua itu sedang sepi. 
Tak satupun kendaraan yang melintas. Dingin, karena kencangnya angin yg bertiup. Gelap, tanpa lampu penerangan sama sekali. Hanya sekilas cahaya lampu kendaraan yang lewat, menerangi besi-besi pembatas jembatan yang telah kusam dimakan waktu. 

Di ujung jembatan tua yang dingin itu, berdiri seorang gadis yang tampak bimbang dan putus asa. Matanya tak berhenti mengalirkan butiran-butiran hangat. Pandangannya jauh ke dasar sungai yang tampak penuh dengan batu-batu besar, karena airnya sedang surut. 

Nurani terkejut karena tiba-tiba Mas Yudi mencubitnya. 

"Aduuh, sakit! " pekiknya. "Kenapa sih Mas?! " 

"Tuh, lihat. Helmnya jatuh!  Kamu ngantuk, sampai helm jatuh nggak kerasa! "

"Astaghfirullah! " Nurani memegang kepalanya. 

"Untung yang jatuh cuma helmnya. Bagaimana kalau kepalamu yang jatuh? Gimana coba? " Mas Yudi masih melanjutkan marahnya. 

Nurani cuma meringis. 

"Iya, iya. Maaf Mas. "

Rupanya Nurani mengantuk saat dibonceng Mas Yudi. Mereka dalam perjalanan menuju desa neneknya di Wonosalam, Jombang. 

"Makanya,  tadi kusuruh tidur siang dulu, biar nggak ngantuk, " ujar Mas Yudi. 

"Mas Yudi sih, diajak dari tadi nggak mau. Sekarang jadi kemalaman, " protes Nurani nggak mau disalahkan.  

Bergegas dia turun mengambil helmnya yang terjatuh. 

"Eh, kamu sudah dianterin, masih menyalahkan. Cerewet, cepat naik! " perintah kakak semata wayangnya. 

"Ajak ngobrol dong Mas, biar nggak ngantuk, " pinta Nurani. 

"Males. Biasanya kamu yg suka curhat, " jawab Mas Yudi sambil melajukan kembali sepeda motornya. 

"Huh. Dengerin lagu aja ah, " ucap Nurani sambil tangannya menggerayangi tas kecilnya. 

Namun baru beberapa meter... 

Prakk...! 

"Innalillahi WA inna ilaihi raji'uun! " seru Nurani. 

Mas Yudi kembali berhenti. 

Nurani kembali turun dan berlari. 

"Alhamdulillah ya Allah, Alhamdulillah... " ucap Nurani sambil menciumi HP kesayangannya. 

"Hati-hati Nur. Kalo rusak Ibu nggak mau belikan lagi lho! "

"Allah masih sayang aku Mas, " jawab Nurani. 

"Trus, kalau HPmu pecah berarti Allah sudah nggak sayang? Allah tuh selalu sayang, tapi kita kadang malah nggak sayang sama diri sendiri.  Sudah, ayo cepetan naik. Aku juga mulai ngantuk, " ujar Mas Yudi. 

Dengan perlahan, suara mesin sepeda motor itu mulai memecah keheningan malam. Namun, baru beberapa meter melewati jembatan, Nurani menepuk pundak kakaknya. 

"Mas, Mas, sebentar. Berhenti dulu. "

"Ada apa lagi Nuuuur?! "

"Kayaknya tadi aku melihat ada orang di ujung jembatan itu," jawab Nurani. 

"Masa sih, jangan-jangan Kuntilanak?"

"Ayo, Mas putar balik. Sepertinya rambutnya panjang," pinta Nurani. 

"Lha iya, mbak Kunti kan rambutnya memang panjang," gurau Mas Yudi. 

"Kamu aja sendiri Nur, Kuntilanak kok disamperin," Mas Yudi ngotot nggak mau putar balik. 

"Ckk," Nurani terpaksa berlari sendirian. Dia sangat yakin yang dilihatnya tadi adalah manusia. Perasaannya kuat sekali. 

Dengan hati-hati ia mendekat. Ia merasa pernah melihat sosok itu. 

"Astaghfirullah...Runi? Kamu Seruni kan? "
Sedang apa kamu disini? "Nurani terkejut. 
Ia ingat, gadis itu adalah teman sekelasnya waktu TK  di desa. 

Gadis yang dipanggil Seruni itu juga terkejut, namun tidak menjawab. 

" Aku Nurani? Kamu ingat kan? "

Tiba-tiba gadis itu menubruk dan memeluknya sangat erat. 

"Aku ingin mati Nur... Hik hik.... " tangisnya. Suaranya tak terlalu keras, tapi   bahunya berguncang-guncang. 

"Astaghfirullah... Kenapa Runi? " 

Runi hanya menggelengkan kepalanya berkali-kali. 

Mas Yudi tiba. Akhirnya dia tak tega juga, dan menyusul Nurani. 

"Ya udah. Yuk,  ikut ke rumah nenekku. Nanti kamu bisa cerita banyak sama aku, " bujuk Nurani. 

"Nggak usah, aku cuma ingin mati... " 

"Sudah siap disiksa dalam kubur? " tanya Nurani serius. 

Runi menggeleng. Pipinya basah oleh airmata. 

"Ya udah, ayo ikut, " ujar Nur sambil menggandeng Nurani. 

" Mas Yudi, Runi ikut ke rumah. "

" Iya, ayo. "

**********

"Assalamu'alaikum...! " teriak Nurani. 

Tak ada sahutan dari dalam. Mungkin saja neneknya sudah tidur. Maklum,  jam 9 malam di desa sudah sangat sepi. 

"Assalamu'alaikum... " Mas Yudi yg gantian mengucapkan salam. 

"Tok-tok-tok! " Nurani mengambil kunci motor dari tangan kakaknya, lalu mengetukkan ke pintu. 

" Wa'alaikumussalam! " terdengar sahutan dari dalam. 

"Yes! " sorak Nur. 

"Oalah, Yudi to. Ayo masuk... "

Mereka tersenyum, lalu mencium tangan neneknya. 

Nurani senang bila berada rumah neneknya. Modelnya masih seperti zaman dahulu. Kamarnya juga banyak, dan cukup besar untuk ditempatinya bersama Seruni. 

Setelah makan malam dan berbincang sejenak dengan neneknya, Nurani mengajak Seruni masuk ke dalam kamar. 

"Runi, apa yang terjadi? Kamu cerita sama aku. Jangan disimpan sendiri, " bujuk Nur. 

Wajah Seruni berubah sedih. 

" Kamu bisa nyimpan rahasia kan? " tanya Seruni  ragu. 

Nurani mengangguk. 

Seruni masih terdiam beberapa saat. 

"Nur, apa yang akan kamu lakukan, bila mengalami musibah seperti aku?  Aku sungguh tak pernah menyangka akan mengalaminya. 

Nurani mengernyitkan dahinya. 

" Aku... Aku diperkosa Nur. Dia sungguh kejam. Padahal, selama ini dia sangat baik padaku. 

"Siapa Runi? "

"Pacarku sendiri Nur. Orang yang kukira akan melindungiku, ternyata malah menghancurkan hidupku. Huu uuu... " Seruni menangis tersedu-sedu. 

Nurani ikut menangis sambil memeluk Seruni. 

"Orang tuamu tahu? "

"Nggak ada yang tahu Nur. "

" Kenapa nggak bilang? "

"Aku takut dan malu Nur. Sejak pertama, orang tuaku tak setuju aku pacaran sama dia. Mana mungkin mereka percaya aku benar-benar diperkosa. Mereka pasti menyalahkan aku. Aku sendirian, Nur...huu uuu... "

" Nggak Runi, kamu nggak sendirian. Ada  Allah yang Maha Tahu. Maha Pengasih, Maha Penyayang... "hibur  Nurani. 

" Apakah Allah kejam Nur? Membiarkan itu terjadi?" 

"Nggak Runi, Allah tidak pernah menganiaya hambaNya. Tapi hambaNya yang menganiaya diri sendiri." tutur Nurani lembut. 

Sebenarnya ada perasaan kurang suka pada Runi, karena dia juga bersalah.  Seharusnya dia mau menurut pada orang tuanya. Bagaimanapun, tingkah laku anak pada akhirnya, keluarga juga ikut terkena dampaknya. Tapi dalam kondisi begini, nggak mungkin dia malah menyalahkan Seruni. Bisa-bisa dia mencoba bunuh diri lagi. 

"Bagaimana kejadiannya Runi? "

"Waktu itu, dia mengajakku jalan-jalan ke taman wisata di Malang. Ketika aku haus, dia membelikan aku minum. Tapi, setelah minum, aku jadi sangat mengantuk. Aku merasakan dia menggendongku, tapi aku tak bisa melawan, karena tak kuat bergerak. Pasti dia mencampur minumanku dengan obat-obatan terlarang.  Ya Allah... dia kejam sekali  Nur... "Seruni menangis lagi sambil menutup wajahnya. 

Nurani memeluk Seruni, dan ikut meneteskan air mata. 

" Sabar Runi, pasti ada jalan keluarnya, " bisik Nurani. 

" Kamu nggak mengalami Nur, gampang ngomong sabar, " ujar Seruni frustasi. 

"Lalu dimana pacarmu itu?  Apa kamu tidak menuntutnya? "

"Dia menghilang. Aku tidak tahu rumah orang tuanya. Disini dia cuma kos. Aku sudah mencari ke tempat kos, dan tempat kerjanya. Dia sudah tidak ada. Sudah berhenti kerja."

"Kita cari fotonya, lalu lapor polisi, bagaimana? " 

" Siapa yang mau percaya Nur? Semua orang tahu dia pacarku. Lalu buktinya apa, kalau aku diperkosa? Minuman itu sudah habis, dan botolnya juga sudah nggak tahu dimana. Pasti semua orang menganggap kami melakukannya suka sama suka. Saksi juga tidak ada, "  Seruni melanjutkan. 

Nurani menarik nafas panjang. Ya  Allah, mendengarkan saja terasa begitu berat. Apalagi mengalaminya. Masalah ini sangat rumit. 

Lanjut part 2 di bab selanjutnya. 

********

Terima🙏💕 kasih sudah berkenan membaca. 
Terima🙏💕 kasih pula bila bersedia menekan tombol love ❤ atau berkomentar. 
























Komentar

Login untuk melihat komentar!