"Ampuni aku Ya Allah.
Mataku ini tak bisa lepas memandangnya. Mahakarya-Mu itu begitu indah bagiku. Kemarin aku melihatnya duduk-duduk di taman sekolah. Rambutnya berkibaran seolah memintaku untuk menyentuhnya.
Senyumnya begitu manis dan matanya menawan dengan sorot yang tajam menusuk ke dalam jantungku."
"Ya Allah ampuni aku, ampuni aku," Nurani mengeluh lirih sambil menggigit penanya.
Sreeettt...!
"Hei, jangaaan!" teriak Nurani sambil berlari mengejar Riska.
Terlambat. Riska sudah membaca kertas berisi coretan Nurani.
"Aduh-aduh, Nur, siapa niih?"
Riska menggoda sambil tertawa-tawa. Nurani malu bukan kepalang rahasianya ketahuan Riska.
"Udah deh Ris, tolong balikin," pinta Nurani mengiba.
"Jatuh cinta, berjuta rasanya. Nggak siang nggak malam terbayang wajahnya," Riska masih menggoda Nurani sambil menyanyikan lagu Titik Puspa.
"Please dong Ris, balikin," Nurani merengek lagi.
Mmm, kasih tahu dulu siapa dia?" Riska memberi syarat."
"Aku malu Ris, kamu itu nakal," Nurani cemberut kesal.
"Kalau nggak mau, nanti******keras-keras lho." Riska belum puas menggoda Nurani dan merasa di atas angin.
"Iya, iya, aku ngalah. Ketua SKI," jawab Nurani sambil menutup mukanya. Rona merah seketika mewarnai wajah gadis itu.
"Mmm, Nur, bagus juga seleramu. Kalau aku ngefans sama dia berarti kita saingan dong," Riska kembali tertawa.
"Tolong ya Ris, RHS, " Nurani memelas.
Wajahnya yang seperti udang goreng, ditambah ekspresi seperti itu malah membuat tawa Riska semakin keras.
"Hua hahaha... ! Cup cup, jangan nangis. Ini, aku punya permen. "
Teng teng teng!
Terdengar suara sebongkah besi tua yang tak satupun ada yang berminat untuk meliburkannya meskipun telah bertahun-tahun tergantung disana. Usang tapi paling menyenangkan saat berdentang.
Gadis manis yang periang itu pun berjalan menuju kelasnya, setelah mendapatkan kembali coretannya.
Pada waktu pelajaran Nurani tidak bisa konsentrasi karena terus terbayang-bayang kakak kelasnya itu. Sewaktu ditanya oleh gurunya dia gelagapan menjawabnya.
"Sudah, suruh pergi dulu Raihannya," bisik Riska, teman sebangku yang mengerti keadaan Nurani."
"Iya, iya Ris. "
Namun, beberapa saat kemudian, bayangan itu kembali memenuhi kepala Nurani.
"Astaghfirullah hal adziim. Ya Allah, tolonglah aku," keluhnya lirih.
*******
"Pulsek ikut aku Nur," ajak Riska.
"Oh iya, ini hari Sabtu. Boleh. Kita mau ke mana Ris?"
"Ke rumah tanteku. Mama nitip sedikit oleh-oleh buat tante. Aku tadi membawa helm dua kok."
Nurani mengangguk.
Ia segera mengabari ibunya lewat HP.
*****
Ternyata rumah tante Riska berada di daerah Kampung Malang, dekat Pandegiling.
Di belokan sebuah gang, Riska menjerit karena hampir saja menabrak seekor kucing dan membuat jantungnya seperti mau copot. Ia berhenti menenangkan diri yang melemah karena kaget.
"Astaghfirullah," Riska memegangi dadanya.
"Hampir saja. Bisa kena sial aku, kalau menabrak kucing sampai mati."
"Masa sih Ris?" tanya Nurani.
"Iya Nur. Kata orang, kalau menabrak kucing sampai mati itu bikin sial. "
"Masa begitu sih? Masa yang bikin kita kena musibah itu kucing? Nggak masuk akal lah. Mestinya kan Allah. Kalau Allah menghendaki celaka ya celaka. Kalau Allah nggak menghendaki celaka, ya nggak bisa celaka. Hati-hati Ris, kepercayaan seperti itu bisa termasuk syirik. Dosanya nggak bisa diampuni lho." Nurani mengingatkan.
"Masa segitunya Nur? "
"Yah, memang banyak yang tidak sadar. Kelihatannya sepele, tapi dosanya nggak main-main, " lanjut Nurani.
Di sebuah rumah sederhana, Riska berhenti dan memarkir sepedanya.
"Assalamualaikum Tante! " teriak Riska.
"Waalaikum salam!" terdengar jawaban dari dalam rumah.
Sejurus kemudian, seorang wanita bertubuh langsing tersenyum dan memeluk Riska.
"Lama sekali kamu tidak ke sini Ris. Bagaimana kabar Mama sekeluarga?"
"Alhamdulillah Tante. Mama sama Ayah sehat. Saya memang disuruh ke sini karena Mama mau nitip oleh-oleh."
"Alhamdulillah. Sampaikan terima kasih buat Mama ya. "
"Om Sandi mana Tante? "
"Tuh, di belakang. Sedang nyuci motor."
Nurani mengekori Riska ke belakang rumah.
"Wah, keren nih. Motor baru ya Om? Kok pake kembang segala. Mana bisa melekat wanginya? " tanya Riska.
"Eh, Riska. Sudah lama?" Om Sandi berhenti sebentar untuk bersalaman dengan Riska.
"Ini kan motor baru, biar selamat. Tolak bala Ris," ujar Om Sandi.
Riska memperhatikan sekeliling. Dia merasa ada yang berubah dengan rumah Tantenya.
"Lho, pintu yang sebelah sini kok dipindah Om? "
"Iya, dulu rezeki Om seret. Sekarang lumayan lancar sejak pintunya menghadap ke timur, " Om Sandi menerangkan.
"Dikasih tahu siapa sih Om, kok mikirnya seperti itu?" tanya Riska.
"Teman Om yang bilang dan Om juga sudah membuktikan sendiri."
"Om bisa saja. Kan yang melapangkan atau menyempitkan rezeki itu Allah Om. Kemarin Riska ngajinya sudah sampai Surat Saba ayat 39. Isinya tentang masalah itu. Awas terpeleset syirik lho Om. Sudah ya, Riska mau ke depan dulu."
"Wah, kamu berani sekali Ris," komentar Nurani.
"Aku kan sayang sama Omku Nur. Jangan sampai dosa besar, gitu. "
Riska menuju toko kelontong milik tante Yunita di depan rumah. Sementara itu, Nurani duduk menyeruput es teh yang telah disuguhkan di meja. Tangannya juga mengambil beberapa potong kue kering dan mengunyahnya.
"Lumayan, mumpung gratis nih, hehehe," batin Nurani. (Di mana pun dan kapan pun, gratisan memang enak, hihihi).
Setelah cukup puas, kemudian ia menyusul Riska di toko.
"Tambah banyak dagangannya ya Tante, " komentar Riska.
"Alhamdulillah, tambah laris jadi bisa nambah dagangan sedikit-sedikit. "
"Alhamdulillah, ikut senang Tante. "
Mata Nurani tertumbuk pada seikat padi yang menggantung di atap rumah.
"Itu buat apa tante?" tanya Nurani.
"Oh, itu syarat biar tambah laris Dik. "
"Jangan percaya sama begitu-begituan ah. Dosa besar Tante," lagi-lagi Riska menegur.
Rupanya ucapan Nurani sangat memengaruhi pikirannya.
"Yang penting kan tetap percaya sama Allah," bantah tante Yunita.
"Cuma ngingetin," ucap Riska.
Sebelum pulang, tante Yunita menitipkan beberapa barang dagangannya buat Mama Riska.
"Kami pamit dulu Tante, terima kasih," Riska menyalami adik kedua Mamanya itu.
Semuanya lancar saja, hingga di sebuah perhentian lampu merah...
Deg. Jantung Nurani berhenti sesaat ketika melihat cowok yang ditaksirnya juga berhenti beberapa meter darinya dengan membonceng Mbak Risa sambil tertawa-tawa.
"Ya Allah, hanya begitu saja hatiku sudah terasa perih karena cemburu. Bagaimana lagi Engkau yang memberikan segalanya bagi hamba-Mu, tapi kami malah lebih mencintai makhluk-Mu? Apalagi kalau sampai menyekutukan-Mu. Astaghfirullah hal adziim.." rintih Nurani dalam hati.
*****
Terima🙏💕 kasih telah mampir.
Terima🙏💕 kasih pula buat yang bersedia tap love atau berkomentar.
Login untuk melihat komentar!