Teng-teng-teng!
Benda besi yang sudah berkarat di sudut ruang guru itu bergetar, saat Pak Dhani memukulnya keras-keras.
Entahlah, sudah sekian tahun benda kuno itu masih saja dipertahankan.
"Asyiiik...!"
Seruan ricuh terdengar di kelas 1 Bahasa.
Deni, Yunan, dan Topan segera berlari ke kantin. Semua senang, waktu istirahat telah tiba.
Nurani mengambil air dari dalam tasnya. Masih dingin dan berembun.
"Eh Nur, kok masih dingin ya? Padahal sekarang sudah siang," tanya Riska teman sebangku Nurani.
"Gampang Ris. Kemarin aku simpan di freezer, trus pas kubawa sekolah masih keadaan beku. Nah, sekarang udah cair tapi masih dingin," jawab Nurani sambil tertawa kecil.
"Aku cabut dulu ya," pamit Riska. Nurani tersenyum memperlihatkan giginya yang putih dan rapi. Miji timun, begitu istilah dalam bahasa Jawa, yang artinya seperti biji ketimun.
"Cabut apaan? Cabut gigi lu?!" kelakar Nurani dengan gaya selengekan.
Riska cuma meringis.
Kelas sudah sepi, tinggal Nur dan Fitri yang duduk di bangku belakang. Nurani menghampiri Fitri yang tampak murung dan gelisah.
"Hai Fit, kok nggak keluar? Biasanya kamu langsung antri bakso."
"Aku lagi malas. Perasaanku nggak karuan," jawab Fitri.
"Boleh tahu sebabnya? Mungkin aku bisa bantu."
"Tapi jangan bilang siapa-siapa ya. Aku malu. Bener lho..." Fitri mewanti-wanti.
"Iya deh, janji."
"Anu Nur...emm....emmm..." Fitri masih tampak ragu.
"Nggak papa, cerita saja."
"Kemarin pas malam Minggu, Ruddy, cowokku itu main ke rumah. Kebetulan ortu sama adikku pergi ke pernikahan putri teman ibu. Jadi yang di rumah cuma aku. Terus...." Fitri berhenti sesaat.
Nurani mengeryitkan dahi.
"Mulanya sih, kami cuma ngobrol sambil bercanda. Tapi kemudian, darahku berdesir-desir saat Ruddy mendekat padaku. Dan..." Fitri kembali diam.
Nurani bertambah cemas.
"Terus?"
"Tiba-tiba dia mencium pipiku Nur. Aku kaget dan secara refleks menampar pipinya. "
Nurani bertambah penasaran.
"Terus...?"
"Lalu dia marah, dan ninggalin aku. "
"Sudah?"
"Ya sudah Nur. "
Nurani menghela nafas panjang. Dia sedikit lega, pikirannya yang terlalu jauh ternyata tidak terjadi.
"Aku bingung Nur. Perasaanku nggak karuan. Antara senang tapi sedih dan menyesal. Tapi sebenarnya aku lega, sudah memberi pelajaran buat dia. Tapi, takut juga kalau dia mutusin aku," keluh Fitri.
Nurani tersenyum.
"Alhamdulillah, kamu merasa sedih dan menyesal. Dan Alhamdulillah juga kejadian itu nggak berlanjut lebih parah. Wah, jangan sampai deh, kalian terjerumus lebih dalam. Naudzubillah. Semoga kita terhindar dari zina, Fit. Karena kata Al Qur'an, itu perbuatan yang keji," tutur Nurani.
" Iya Nur, aku juga takut. "
"Kalau ngomongin akibatnya sih, mengerikan ya Fit. Bayangkan, umur kita baru 16 tahun, tapi sholat kita 40 tahun nggak diterima. Apalagi kalau sampai hamil, hiii...masa depan sama cita-cita hancur berantakan. Belum lagi kita dan keluarga kita menanggung malu. Trus, kalau jadi anak, kasihan, nggak bisa jadi ahli waris. Kalau perempuan, ayahnya juga tidak bisa jadi wali nikah.
Belum lagi kalau pihak laki-laki nggak mau tanggung jawab. Aduuh, hilang sudah masa remaja yang ceria. Teman-teman kita pada asyik jalan-jalan, kita sudah harus mikirin kebutuhan sehari-hari. Belum lagi kalau anak sakit. Insya Allah, aku nggak mau ngorbanin di masa depan, cuma untuk kesenangan sesaat. Aku masih ingin menjadi Sarjana Psikologi," celoteh Nurani.
" Iya, iya Nur. Makasih nasehatnya. Insya Allah, aku bisa jaga diri. Aku juga tidak mau menyesal seumur hidup. Tapi... gimana kalo Ruddy mutusin aku?"
"Berarti dia nggak sayang sama kamu. Itu artinya dia cuma nafsu sama kamu. Biarin Fit. Masih ada jutaan cowok selain dia yang lebih baik. Wanita hanya bernilai bila masih punya kehormatan Fit," Nurani memegang tangan Fitri.
"Tapi..." Fitri masih tampak bingung.
"Udah deh, tenang. Kalau dia beneran cinta, pasti nggak tega mutusin kamu..."lanjut Nurani sambil tersenyum menenangkan.
Belum selesai Nurani berceloteh, terdengar suara dari HP Fitri. Beberapa saat kemudian, dia tersenyum gembira, seraya menunjukkan SMS yang ternyata dari Ruddy.
"Hai sayang, maafkan aku ya. Kemarin Sabtu aku telah mengecewakan kamu. Aku nggak bisa menahan perasaanku. Aku janji nggak akan terulang lagi, karena aku teramat sayang sama kamu. Aku bangga jadi cowok kamu.
I love you..."
"Tuh, kan.....aku bilang apa," Nurani tertawa.
"Hati-hati ya Fit. Jangan berduaan, karena yang ketiga adalah setan. Dan kalau bisa, nggak usah pacaran dulu. Ntar kalo udah waktunya, langsung nikah aja. Pacaran itu bahaya Fit. Berat rasanya menahan perasaan...." lanjut Nurani.
"Ah, kayak kamu punya pacar aja. Dasar jomblo nggak laku!" ledek Fitri sambil tertawa.
"Ye, enak aja. Kata siapa? Aku memang bukan selera pasar, tapi selera eksklusif, hehehe."
Nurani beranjak meninggalkan kelas. Namun, baru sampai di depan pintu, suara lonceng tanda masuk telah terdengar kembali.
"Yah... Nggak sempat beli bakso..." gerutu Nurani sambil memonyongkan bibirnya.
Kayaknya, sampai bisa dikuncrit dan diberi pita deh, hihihi.
******
Terima kasih sudah berkenan membaca.
Terima kasih pula bila ada yg bersedia memberikan tanda ♥️ atau berkomentar.🙏🙏🙏❤️❤️❤️
"