Bab 1. Suami dan ART Ketahuan Satu Ranjang
"Adelia," ujar Radit tidak bisa menutupi rasa terkejut. Dua bola matanya membesar dan raut wajah yang tegang.
"Tuan," seru Ningsih yang belum menyadari kedatangan Adelia.
Radit melirik ke arah Ningsih. Perempuan yang berselisih umur delapan tahun dengannya.
"Ada apa Tuan?" tanya Ningsih ulang karena tidak mendapat jawaban dari Radit.
Ningsih masih menatap Radit dengan polos. Memperhatikan wajah laki-laki yang baru saja tidur bersamanya yang terdiam seribu bahasa.
"Kalian, apa maksud kalian ini?"
***
Di tengah malam buta, Adelia baru saja tiba di rumah setelah pulang dari luar kota bersama kakak ipar dan suaminya. Dia menumpang di mobil mereka lantaran mobil miliknya sedang mogok. Kebetulan mereka juga dalam perjalanan pulang dari kota yang sama. Jadi sekalian pulang saja daripada harus menunggu besok. Masalah mobil bisa diurus oleh bawahannya.
"Mbak dan Mas nggak masuk dulu," tawar Adelia yang sudah keluar dari mobil.
"Mbak dan Mas David langsung pulang ya. Ini sudah jam satu lewat. Kasihan anak Mbak sendiri di rumah," tolak Mika, kakak dari sang suami.
"Baiklah, Mbak. Mbak dan Mas hati-hati di jalan. Terima kasih sudah mengantar Adel."
"Sama-sama. Sana kamu masuk."
Mobil Mika segera meninggalkan rumah sang adik. Meninggalkan Adelia sendiri di depan rumah yang sepi. Setelah mobil itu hilang dari pandangan, baru dia melangkahkan kaki ke arah pintu utama.
Begitu tangan menyentuh gagang pintu, jantung Adelia berdetak kencang. Seperti ketika seseorang mendapat firasat buruk. Seketika membuatnya khawatir.
'Apa ini? Kenapa perasaanku jadi tidak enak ya,' gumam Adelia mengerutkan kening. Dengan tangan yang sontak memegang dada. Tempat jantungnya berada. Belum pernah dia ragu masuk ke dalam rumah sendiri.
'Apa jangan-jangan terjadi sesuatu pada Mas Radit dan Yuda ya,' tebaknya. Perasaan cemas menghantui pikiran sampai overthink.
'Ya ampun Adel, mereka pasti baik-baik saja. Jika sesuatu terjadi sama mereka, Mas Radit sudah menelepon kamu.'
Adelia menyingkirkan pikiran negatif dengan menepuk kedua pipi. Setelah mengatur detak jantung kembali normal, dia segera masuk ke dalam rumah.
***
Di dalam rumah sepi, sunyi dan rada gelap. Hanya ada cahaya remang-remang. Sinar cahaya hanya berasal dari lampu luar dan juga beberapa hiasan seperti lampu kolam ikan dan lampu hias, bukan lampu utama.
Adelia masih bisa berjalan lancar walaupun tidak terlalu jelas. Rumah itu sudah ditempati selama tujuh tahun. Jadi bukan masalah besar kalau hanya berjalan dalam ruangan yang rada gelap. Semua tata letak barang sudah di hafal diluar kepala.
Tanpa banyak kata Adelia segera pergi ke arah kamar utama. Kamar yang ditempati bersama sang suami. Badannya sudah cukup lelah, minta rebahan dan istirahat. Pekerjaan yang dilakukan di luar kota sangat melelahkan. Apalagi dia memaksa pekerjaan yang jatahnya dikerjakan selama dua minggu diselesaikan hanya dalam kurun waktu sepuluh hari. Tidak bisa membuang banyak waktu karena ada pekerjaan lain yang masih menumpuk.
Alis perempuan itu menekuk ketika tidak menemukan sang suami di dalam kamar. Seharusnya jam segini sangat suami sedang tertidur lelap dan berada di alam mimpi. Sontak ujung matanya melirik ke arah jam yang tergantung di dinding.
"Ini sudah jam satu lewat. Kemana Mas Radit," gumam Adelia berjalan ke arah tempat tidur.
Adelia meletakkan koper di samping kasur. Rencana akan dirapikan besok pagi. Tidak sanggup lagi mengurus malam ini.
Lalu dia melihat ke sekeliling kamar mencari keberadaan Radit, sang suami. Suasana kamar terasa sunyi dan dingin, padahal AC sama sekali tidak menyala. Dengan langkah pasti, dia mencari di dalam kamar mandi. Hasilnya juga nihil, tidak ada orang di kamar mandi.
"Apa Mas Radit tidur di kamar Yuda ya. Kamar ini juga tidak ada tanda dinyalakan AC. Tidak mungkin Mas Radit bisa tidur tanpa AC," terka Adelia.
Adelia sangat ingat kebiasaan sang suami yang tidak bisa tidur tanpa AC. Sehari-hari saja AC selalu hidup dan jarang mati jika mereka berada di kamar atau ruangan lainnya. Dimana tubuh yang tidak tahan dengan panas dan lebih suka udara dingin.
Tanpa pikir panjang lagi, Adelia segera berangkat ke kamar sang anak. Kamar yang tidak jauh dari kamar mereka. Dengan tas yang masih terpaut di atas bahu.
***
Alis Adelia kembali berkerut. Lagi-lagi tidak menemukan keberadaan sang anak dan suami. Kamar sang anak juga kosong dan tidak ada tanda AC yang menyala. Artinya sang suami dan anak tidak ada di dalam kamar tersebut.
"Kemana mereka jam segini? Apa mereka tidak ada di rumah? Itu tidak mungkin. Lampu hias dalam rumah menyala. Berarti mereka ada di rumah. Tapi dimana mereka."
Dimana tempat yang mungkin ditempati atau tempat sang anak dan suami tidur malam ini. Rumah mereka tergolong besar. Rumah dua tingkat yang memiliki banyak kamar dan ruangan. Namun karena penghuni di rumah tersebut hanya mereka bertiga dan ditambah ART, jadi banyak kamar yang kosong.
Aneh jika suami dan anaknya tidur di kamar kosong lain. Buat apa coba. Mereka sudah memiliki kamar masing-masing yang fasilitas lebih memadai. Kecuali ….
"Itu tidak mungkin kan," tebak Adelia dengan mata membesar.
Perempuan satu anak itu segera berlari menuju ke arah sebuah kamar. Kamar yang sudah ditempati oleh seorang ART selama 4 tahun belakangan ini. ART yang direkrut sambil mengasuh anaknya saat dia mulai aktif pergi bekerja.
Langkah kakinya menggema ke seluruh ruangan yang sunyi. Tidak ada suara lain selain langkah kaki dan deru nafas yang menggebu. Menggebu seirama dengan detak jantung yang tidak karuan.
Setelah berlari melewati beberapa ruangan, akhirnya sampai juga di depan kamar ART. Kamar yang terletak di pojok rumah dekat dengan dapur. Kamar yang jauh dari kamar yang ditempatinya.
Dengan hati yang bergejolak gelisah, Adelia memegang gagang pintu kamar tersebut dengan bergetar dan mulai berkeringat dingin. Tidak bisa dipungkiri jika dia sedang panik dengan tebakan sendiri. Berharap jika dugaannya salah.
Klik.
Pintu kamar sedikit terbuka ketika gagangnya di tekan. Ternyata tidak dikunci dari dalam. Sontak tangan bergetar dan berkeringat itu mendorong pintu dengan perlahan. Tidak enak jika dugaannya salah dan mengganggu tidur ART yang terlelap.
Kedua lutut seketika lemas melihat pemandangan di depan kedua bola matanya. Di atas tempat tidur ART ada sang suami yang tidur bersama ART. Tidak cukup sampai di sana saja, ternyata sang buah hati juga berada di antara mereka. Mereka terlihat seperti suami istri yang sedang menemani sang anak tidur.
Adelia menjatuhkan tas yang berada di atas bahu. Dia sudah tidak ada tenaga sama sekali setelah melihat isi dalam kamar tersebut. Seakan tenaganya telah disedot oleh pemandangan di depannya.
Suara tas yang terjatuh membuat Radit terbangun. Lalu matanya mencari asal suara benda yang terjatuh. Ketika matanya bertemu dengan mata Adelia, dia langsung bangun dari atas kasur. Semua rasa ngantuk hilang karena sangat terkejut dengan kehadiran sang istri.
"Adelia," ujar Radit tidak bisa menutupi rasa terkejut. Dua bola matanya membesar dan raut wajah yang tegang.
Ningsih alias ART yang sudah bekerja selama empat tahun ikut terbangun mendengar suara kaget Radit.
"Tuan," seru Ningsih yang belum menyadari kedatangan Adelia.
Radit melirik ke arah Ningsih. Perempuan yang berselisih umur delapan tahun dengannya.
"Ada apa Tuan?" tanya Ningsih ulang karena tidak mendapat jawaban dari Radit.
Ningsih masih menatap Radit dengan polos. Memperhatikan wajah laki-laki yang baru saja tidur bersamanya yang terdiam seribu bahasa.
"Kalian, apa maksud kalian ini?" tanya Adelia buka suara setelah bisa menguasai tubuhnya kembali.
Pertanyaan Adelia menyadarkan Ningsih atas keberadaan sang nyonya rumah.
"Nyo … Nyonya," ucap Ningsih dengan terbata-bata.
Mana mungkin bisa berbicara seperti biasa ketika melihat Nyonya rumah berada di depannya. Ketika dia baru saja tidur bersama Tuan rumah.
Adelia sudah diselimuti kemarahan. Kedua tangan saling menggenggam dengan erat di samping tubuhnya. Matanya memerah menahan air mata yang siap tumpah ruah. Namun ditahan dengan keras agar tidak jatuh setetes pun. Dia bukan perempuan yang hanya bisa menangis melihat perselingkuhan sang suami.
Bagaimana dia tidak marah ketika mengetahui sang suami ketahuan tidur dengan perempuan lain. Perempuan yang sangat dipercayai untuk menjaga rumah dan anaknya.
Kedua kaki Adelia melangkah dengan lebar dan cepat ke arah Ningsih. Ketika sudah berada di samping Ningsih yang masih terduduk di atas tempat tidur dia langsung menjambak rambut itu dengan keras. Membuat Ningsih menengadah kepala ke atas dan merintih kesakitan.
"Apa yang sudah kamu lakukan. Hah!" bentak Adelia tanpa ampun.
"Ampun Nyonya!"
"Adel! Ningsih"
Bersambung ….
Kira-kira siapa yang akan dibantu oleh Radit? Kenapa Radit selingkuh dengan Ningsih?
Login untuk melihat komentar!