Pertemuan Pertama
TA'ARUF

PART 3

Ada rona merah yang tampak di sembunyikan. Cuit, cuit. Lampu hijau.

Aku mengatupkan tangan sebagai ganti salaman. Wanita setengah baya menyambut ramah. Sedikit basa-basi, lantas mereka mengajakku memasuki area pesantren .

Pesantrennya lumayan jauh dari jalan raya. Menyusuri lembah dan bukit. (Oke Yang ini lebay).

Niat hati bertanya lebih jauh tentang Azizah. Nyatanya aku malah dibawa jalan-jalan keliling pesantren oleh seorang ustad yang merupakan kakak ipar dari Azizah.

Tidak ada perkenalan, yang ada pembicaraan seputar pondok.

Santrinya lumayan banyak. Sekitar 400 santri putra. Dan 300 santri putri. Dari usia SMP sampai kuliah.

Satu kesimpulan yang aku dapatkan tentang keluarga ini. Mereka semua mengabdikan diri untuk mengurus para santri. Meninggalkan bisnis yang dikelola, lantas fokus mengurus pondok tahfidz.

Jelas keluarga ini sangat baik. Lantas timbul pertanyaan. Apakah aku layak?

Waktu menujukkan pukul sepuluh, para santri memasuki masjid utama. Cukup luas, terdiri dari dua lantai.

"Setiap hari minggu ada pengajian ustad. Kami akan sangat berterima kasih kalau ustad berkenan mengisi ceramah," kata ustad Fatir.

Aku mengaruk pelipis yang tidak gatal. Masa ngisi ceramah pake celana bolong begini. Terlebih karena merasa ditatap aneh oleh para santri.

.
Sebelum mengisi kajian aku mengambil baju koko dan sarung. Pakaian seperti biasa ketika tampil di layar kaca. Tatapan aneh makin banyak lagi. Wes lah, emang ganteng mau digimanain lagi. Hehehe

Bukan untuk pencitraan, tapi setiap pakaian punya tempatnya.

Kajian dimulai. Pertama mengisi kajian seorang syekh, guru di sana. Lalu setelah itu pembawa acara mempersilahkanku.

"Hari ini kita kedatangan tamu istimewa. Seorang ustad muda yang berkarisma. Beliau ini pengisi kajian di Islam Itu Keren."

Terdengar riuh tepuk tangan para jama'ah.

Tidak menyangka sambutan akan sehangat ini. Aku menunduk hormat pada beberapa guru yang ada di jajaran depan. Kemudian mulai mengisi tausiah seperti biasa.

Setengah jam berlalu. Dilanjutkan dengan tanya jawab.

Beberapa santri mengacungkan tangan. Mikrofon bergulir. Si penanya berdiri.

"Ustad, apa ustad sudah punya calon?" tanyanya. Jama'ah ber-uwu ria bagai mendapat komando.

"Dari sekian ratus santriwati, kenapa antum yang menanyakan hal itu?" timpalku mengulum senyum. Aneh aja ada santri yang bertanya hal itu.

"Hhhhuuuu."
"Hahahaha."
"Owekokekokek." (Saking riuhnya jadi tidak jelas bicara apa).

"Ma-maksudnya kenapa belum menikah gitu ustad?" Sang santri mengklarifikasi.

"Oke, ana paham," ucapku kemudian setelah riuh mereda.

"Jadi kedatangan saya ke sini sebagai ikhtiar. Barangkali ada di sini jodoh saya. Jadi antum kalau punya cengceman waspada. Mana tahu nanti saya tikung," candaku. Lalu hadirin riuh kembali.

Pertanyaan kedua. Kali ini mikrofon tidak bergulir. Tapi salah seorang santriwati telah berdiri. Jelas dia telah mempersiapkan mikrofon dari awal.

Azizah telah siap bertanya.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Suaranya membuat semua jama'ah yang berbisik-bisik menjadi diam. Mungkin mereka mengenali suara siapa yang berbicara.

"Pertanyaan saya. Baginda nabi kan punya istri lebih dari satu. Apa ustad memiliki niatan seperti itu?"

Bersambung...

Komentar

Login untuk melihat komentar!