"Raya, menikahlah dengan saya, agar saya bisa berjuang membahagiakan kamu." Pak Ganes menatap Raya dengan tatapan lembutnya.
Raya yang sedang melamun ia langsung batuk-batuk. Nggak salah kah dengan kata-kata Pak Ganes yang mengajaknya menikah?
"Bapak tidak sedang ngelantur kan?"
"Apakah perjuangan saya berada di sini, di saat keluargamu tidak peduli, bisa disebut ngelantur?" Pak Ganes terlihat kecewa dengan ucapan Raya.
Raya langsung mengatupkan mulutnya, ia sudah salah bicara pada dosennya.
"Jawab Raya, apakah perasaan saya sama kamu itu adalah sebuah kebohongan?"
Raya menghembuskan napas lelah. "Pak, Bapak itu ganteng, pintar, dan kata Dian sudah mapan. Banyak juga mahasiswi yang suka sama Bapak. Kenapa harus sama saya yang bodoh, pelayan caffe dan…"
"Cukup Raya! Sampai kapan kamu mau bersembunyi dalam topeng kelemahan kamu. Jika orang tua kamu tidak menghargai kamu, setidaknya kamu bangkit, lawan mereka dengan pencapaian-pencapaian kamu. Bukan terpuruk, dan membenarkan ucapan keluargamu, sehingga mereka bebas memperlakukan kamu dengan semena-semena. Menikahlah dengan saya, biar saya bisa menjagamu, dan saya akan berusaha membahagiakanmu. Saya akan membantumu untuk meraih mimpi-mimpimu."
Raya terisak. Ternyata Pak Ganes tau banyak tentang dirinya. Termasuk dirinya yang diperlakukan buruk oleh keluarganya. Mungkin Dian sudah banyak bercerita pada Pak Ganes. Kebetulan Raya dan Dian kenal dari SMU dan mereka sudah lama bersahabat. Jika Dian yang sepupuan dengan Pak Ganes kuliah di universitas negeri favorit, Raya memilih di universitas biasa, dengan biaya sendiri. Yang terpenting impiannya untuk kuliah bisa tercapai.
Ketika sedih dan merasa terpuruk, Dian lah tempat pelarian Raya. Dan Pak Ganes tahu banyak tentang Raya dari Dian.
"Saya bingung mau jawab apa Pak, Bapak terlalu baik pada saya. Meskipun beberapa minggu ini Bapak sangat menyebalkan, karena tidak meng-ACC skripsi saya."
"Itu karena saya kesal karena kamu menolak perasaan saya."
"Berarti Bapak tidak profesional, tidak bisa memisahkan antara persoalan pribadi dengan pekerjaan."
"Kamu hanya perlu menjawab iya, maka saya akan berjuang untuk menikahimu, mengeluarkan kamu dari sikap semena-mena keluargamu." Pak Ganes tetap kukuh dengan pendiriannya.
"Tapi kenapa harus saya? Di saat banyak wanita …."
"Saya maunya hanya sama kamu, jadi jangan sebutkan perempuan lain, karena fokus saya hanya kamu." potong Pak Ganes
Raya menundukan pandangannya, ia tidak sanggup menatap tatapan tajam dosennya, dan itu menimbulkan debaran aneh di dadanya.
"Saya kasih kamu waktu seminggu untuk menjawab lamaran saya," putus Pak Ganes.
Raya mendongakan kepalanya, menatap dosen muda di depannya, ia ingin menolak, karena belum siap menikah. Tapi, ah … ia mendadak pusing.
"Jika kamu diam, dalam waktu seminggu, berarti menerima. Jika menolak, saya akan memaksa pada orang tuamu, agar saya bisa diterima menjadi menantunya. Dan pasti kedua orang tua kamu tidak akan menolak." Pak Ganes terlihat yakin.
Raya hanya mampu menelan ludah. Berarti ia tidak diberikan pilihan kalau harus tetap menikah dengan dosen pemaksa ini.