Sembilan
"Akhirnya Pak, anak itu berguna juga buat keluarga. Ibu sangat senang ada laki-laki bodoh yang mau sama anak kita, dan bersedia membayar hutang-hutang kita ke renternir dan juga ke Bank," ujar Bu Rini, ibunya Raya.

"Betul banget, Bu. Bapak senang kita bisa terbebas dari belitan hutang. Dan hidup kita pasti enak, karena nanti bisa memanfaatkan suami si Raya itu, agar dia ngasih jatah uang bulanan pada kita. Sehingga kita nggak harus pontang-panting lagi bekerja," ujar Bapaknya lebih tidak berperasaan lagi.

Seharusnya sebagai bapak dia melindungi putrinya. Bukan mendukung apa yang dilakukan oleh istrnya, karena sumber masalah ini semua berawal dari perselingkuhannya. Sehingga Bu Rini yang sedang mengandung, sangat benci sekali pada Raya. Kerena menurutnya, wajah Raya sangat mirip dengan selingkuhan suaminya, dulu.

Mata Bu Rini terbelalak senang, demi mendengar ucapan suaminya. Benar juga, dengan Raya menikah, ia bisa mendapat keuntungan yang berlipat. Tidak usah bekerja lagi bikin kue yang harus dititipkan ke warung tetangga, atau terima pesanan. Dan ada yang bisa bantuin kuliah Raisa, juga membeli keinginan putri bungsunya yang tidak boleh ada kata, 'tidak ada.' Raisa adalah anak yang keinginannya selalu dituruti dari kecil, kalau bilang tidak boleh, maka ia akan tantrum, dan hal ini berlanjut hingga ia dewasa. Raisa akan membanting-bantingkan barang, jika kemauannya tidak dituruti. Bersyukurnya anak itu cantik dan juga cerdas. 

"Betul apa yang dikatakan Bapak. Ibu senang banget mendengarnya. Kita memang akan dobel untung. Si anak bodoh itu, pasti akan mengikuti kemauan kita, dengan merayu suaminya. Nggak sia-sia ibu punya anak bodoh, sehingga bisa dimanfaatkan," ujarnya sumringah.

Ganesa yang sudah menemukan rumah orang tua Raya, ia menelan ludah kasar ketika mendengar ucapan kedua orang tua tidak berperasaan tersebut. Ingin rasanya ia menendang apa saja yang ada di depannya, tetapi ia tahan. Tapi ia tidak kehilangan akal, ia berhasil merekam percakapan orang tua jahat tersebut, yang mungkin sewaktu-waktu bisa dibutuhkan. Setelah menyimpan ponsel ke dalam saku celananya, Ganesa membaca salam sambil mengetuk pintu rumah yang tertutup.

"Assalamu'alaikum," ucap Ganesa dengan suara sedikit dikeraskan.

"Sepertinya dia sudah datang, Pak," bisik Bu Rini pada suaminya.

"Semoga dia tidak mendengar percakapan kita, ya, Bu," ujar suaminya pelan. Perasaannya mulai tidak enak. Jangan-jangan calon menantunya itu mendengar ucapan dia dengan istrinya.

Bu Rini dan suaminya pun menyambut tamu yang datang, dan mempersilahkan tamunya masuk.

"Maaf Bu, saya datang ke sini bersama teman saya yang seorang pengacara," ujar Ganesa sambil memperkenalkan Markus.

Bu Rini membeliakan matanya, dadanya langsung berdebar kencang. Ini mau melunasi hutang, tapi kenapa harus bawa pengacara segala.

"Sebentar-kenapa-harus bawa-pengacara?" ujar Bu Rini gugup.

"Karena ini masalah hutang piutang yang harus diselesaikan secara hukum. Sebenarnya beberapa orang saksi sudah cukup, tapi saya takut dikemudian hari dirugikan, jadi sebelum melakukan pelunasan hutang, Bapak dan Ibu harus melakukan perjanjian dengan menandatangi surat yang saya bawa ini."