Delapan Belas
Efek pertemuan dengan Airlangga di tukang bubur wajah Ganes berubah dingin, hal itu terjadi ketika sudah berada di rumah. Wajahnya tidak enak dilihat. Jika ditanya hanya menjawab, ya, hem, gelengan kepala, dan anggukan. Nyebelin!

Raya menghentakan kakinya kesal. Kenapa cowok dingin dan kalem, tidak seindah yang ada dalam drakor, yang sering ia lihat bareng Dian. Cowok-cowok dingin yang bikin baper, romantis, dan tatapannya bikin merinding. Tapi dalam versi nyata, cowok dingin itu bikin bete, garing kayak kanebo kering. Ternyata cowok supel, dan hangat lebih asyik, jika dalam dunia nyata. Boleh dingin, tapi pada wanita lain, yang bukan istrinya.

"Mas kenapa sih, kok nyuekin aku?"

"Kamu tanya pada diri kamu, apa salah kamu?"

"Ya, aku mana tau Mas, kalau Mas nggak cerita apa yang Mas nggak sukai. Menikah itu kan kuncinya di komunikasi. Kita harus saling terbuka, jika ada yang mengganjal di hati kita. Contohnya kayak sikap dingin Mas ini, nggak mungkin bisa berubah gitu aja kalau nggak ada penyebabnya.

"Jadi, kamu sama sekali nggak peka kalau Mas lagi cemburu."

Otak Raya langsung mudeng, kalau perubahan sikap suaminya, karena cemburu pada Airlangga.

"Hm … Mas cemburu sama Airlangga ya?" tanya Raya takut-takut.

"Iya, kamu tadi terlihat sangat senang saat dihampiri sama dia, dan kamu memberikan senyum manis kamu pada laki-laki tadi, sedang pada Mas, kamu jarang senyum, ditatap aja, kamu menghindar."

"Maaf, Mas, aku nggak bermaksud bikin Mas cemburu, kok. Tadi Airlangga kan, cuma menyapa doang. Dia temanku waktu SMU. Nanti-nanti aku nggak bakalan senyum pada orang lagi, nggak apa-apa dikatain jutek juga."

"Bagus, senyum manis kamu hanya milik Mas. Dan …." sebuah kecupan singkat tiba-tiba mendarat di mulut Raya, tubuh Raya berubah lemas seperti jelly. Debaran dijantungnya makin menggila.

"Kamu sudah benar-benar sehatkan?"

"Ih, kok, dari tadi pertanyaannya itu terus, emang kenapa sih, Mas?" Raya menatap suami penuh kecurigaan.

"Mas mau ngajak kamu nginap di Villa punya Papa yang ada di Bogor. Suasana di sana sangat dingin, jadi tubuh kamu harus fit kalau berada di sana."

"Nginap di Villa, mau … mau … Mas, aku pingin ngerasain dengan suasana puncak."

"Sekalian kita …." Ganes menghentikan ucapannya.

"Sekalian apa sih, Mas?" 

"Nanti kamu bakalan tahu, deh, tanpa harus Mas cerita. Hayuk, siap-siap, biar kita bisa cepat sampai di sana."