Enam Belas
"Hari ini aku mau masuk kerja ya, Mas." Raya meminta izin pada suaminya. 

"Kerja? Terus Mas di rumah sendirian?"

"Emang Mas nggak kerja?" Raya menautkan kedua alisnya.

"Kita baru menikah jadi Mas ambil cuti. Dan setelah menikah, Mas melarang kamu kerja, Mas masih sanggup untuk menghidupi kamu. Sekarang pikirkan kebahagiaan kamu sendiri. Jika kemarin kamu kerja buat membiayai keluarga, dan membiayai kuliah kamu. Sekarang tidak ada lagi. Semua tanggung jawab kamu, sudah bisa Mas cukupi."

"Tapi Mas …." 

"Nggak ada tapi-tapi lagi, Ray. Selama Mas mampu, kamu nurut apa kata suami. Sekarang mending kamu fokus pada skdipsi kamu biar cepat selesai, dan kamu juga ikut banyak mursus keahlian yang bisa menunjang kemajuan hidup kamu. Kamu harus buktikan pada keluargamu, kalau kamu nggak sebodoh yang mereka kira. Kamu bisa sukses melebihi kakak dan adikmu. Jika perlu, kamu lanjut S2 juga."

Mata Raya berkaca, sungguh nikmat mana lagi yang harus ia dustakan. Menikah dengan dosennya, bisa jadi menkadi awal perubahan besar dalam hidupnya. Bisa dikatakan Pak Ganes adalah peta yang akan menjadi pemandu hidupnya. Langkahnya yang tersaruk lelah dan letih, bisa berubah menjadi lebih baik.

"Tapi aku belum resign, dari Caffe, Mas, dan bosku belum tahu aku nikah, hingga kalau aku meliburkan diri hari ini …."

"Nanti siang, Mas antar kamu buat resign. Sekarang kamu bilang kalau kamu nggak bisa masuk ada kepentingan keluarga."

"Aku nggak bisa bohong."

Ganes menjentikan jari di kening istrinya. "Mengurus suami juga bagian dari kepentingan keluarga."

"Ya, tapi kan, nggak urgent."

"Urgent, kita masih pengantin baru, semua orang juga pasti ngerti. Dan melayani suami itu lebih utama, dibandingkan kerja yang hukumnya mubah."

"Ya udah, aku hubungi Afifah dulu." akhirnya Raya mengalah untuk tetap diam di rumah.

Afifah mencak-mencak di telepon, karena ia kecewa tidak diberi tahu, kalau Raya sudah menikah dengan dosen favorit di kampus.

Raya meminta maaf, karena ia menikahnya mendadak, sekaligus dipaksa. Akhirnya Afiffah hanya bisa mendo'akan semoga Raya bisa bahagia dengan pernikahannya.

"Kamu sudah sehat kan, hari ini? tanya Pak Ganes dengan tatapannya yang dalam.

"Sudah Mas, emang kenapa?"

Pak Ganes membisikan sesuatu di telinga Raya, dan itu menimbulkan semburat merah di pipinya. Terlihat makin menarik di mata Pak Ganes.

"Aku mau bikin sarapan, perutku lapar."

"Ya, udah nanti setelah sarapan saja, ya." Pak Ganes mengedipkan matanya.

Raya bergidik ngeri, dan langsung ngacir ke dapur.