Dua Puluh Lima
Tapi ternyata sampai sore menjelang saudara-saudara Ganes dari pihak ibunya belum juga pulang, karena hujan deras di sekita puncak di sertai dengan petir. Om Kembar dan saudara-saudaranya terpaksa mengurungkan niatnya untuk pulang ke Jakarta. Ganes semakin uring-uringan saja.

"Udahlah Mas, nggak usah uring-uringan. Hujan gini enaknya beramai-ramai. Apalagi sekarang kita berada di villa sebesar ini. Kalau habya kita berdua malah terasa sepi dan menyeramkan, mana jauh ke mana-mana juga. Yuk, kita gabung sama mereka aja," ajak Raya. 

Ganes pun terpaksa mengikuti saran Raya. Bergabung dengan saudara-saudaranya. Duduk di dekat perapian sambil menikmati makan jagung Bakar. 

"Maaf ya, Nes, honey moon kamu terganggu," ujar Om Azriel sambil mengedipkan mata.

Ganes mendengkus, dan Raya menenangkan suaminya dengan usapan halus.

"Mas, nggak usah dengerin godaan-godaan mereka. Ada banyak hal yang bisa kita lakuin di sini selain berbulan madu. Berkumpul dengan saudara, yang mungkin di hari-hari biasa akan sangat susah untuk bisa berkumpul bersama. Diskusi bareng membicarakan banyak topik, atau membicarakan masadepan pernikahan kita."

Meskipun ada rasa tidak rela karena kedekatannya dengan istrinya terganggu karena kedatangan saudara-saudaranya, tapi dalam hati Ganes membenarkan ucapan Raya. Mereka memang jarang bertemu, karena kesibukan masing-masing.

"Mas kamu kapan mau gabung ke perusahaan milik Kakek?" tanya Dian. 

"Nanti kalah Raya udah wisuda."

"Terus jadi Dosennya ditinggalkan?"

"Lihat nanti saja." 

Sebenarnya Ganes ingin tetap mengajar, karena itu passionnya. Tapi ia tidak ingin dengan kesibukan yang seabreg akan sedikit memiliki waktu buat keluarga. 

Ganes sendiri sudah berjanji pada ayahnya, jika sudah menikah baru akan bergabung dengan perusahaan milik keluarganya, yaitu Urban Architec.