Dua Puluh Empat
Dian mendekati Raya yang bengong dengan perubahan sikap suaminya.

"Duh, maaf ya, Ray, kita jadi ganggu honey moon kalian," ujar Dian dengan raut penuh penyesalan.

"Nggak apa-apa, ini bukan salah kalian. Villa ini kan punya keluarga, jadi bebas siapa pun bisa datang."

"Tapi Mas Ganes jadi marah. Pastinya dia ingin berduaan dengan kamu. Kamu susul gih, Mas Ganes kalau marah suka lama. Kan' horor kalau dia mogok bicara."

Raya sebenarnya enggan mengikuti suaminya masuk kamar, tapi berada di tengah keluarga Dian juga bukan pilihan tepat jika tidak bersama suaminya.

"Ayo, susul dia Ray," Dian mendorong bahu Raya.

Dengan langkah berat, Dian melangkahkan kakinya, mengikuti saran Dian menuju kamar.

Ganes sedang berdiri di tepi jendela, matanya fokus memandang hamparan teh. Udara puncak sangat dingin dan menenangkan, tapi entah kenapa perasaan Ganes sangat jengkel. Om kembarnya itu benar-benar sangat menjengkelkan. Harusnya mereka mengalah mencari Villa lain.

"Mas kamu kenapa? Lagi marah ya?" tanya Raya lembut.

Ganes memilih diam, dan tidak menoleh sedikitpun pada istrinya.

"Kalau Mas merasa terganggu di sini, karena kedatangan mereka, nggak apa-apa kalau mau pindah Villa. Pasti Mas butuh privasi kan?"

Ganes langsung menoleh, hatinya mendadak riang dengan pengertian istrinya.

"Benar kamu mau pindah Villa, sayang?"

"Dari pada Mas kesal tinggal di sini karena merasa terganggu dengan honey moon kita."

"Aku senang punya istri pengertian kayak gini." Dan sebuah ciuman pun mendarat di pipi Raya, membuat gadis itu gelagapan.

"Ayo, Mas kita bersiap."

"Kamu sepertinya nggak sabar juga ya, sayang?"

Raya berusaha tidak peduli dengan pertanyaan suaminya, meskipun rasanya ingin saja ia menggetok kepala suaminya. 

"Ayuk, Mas juga udah nggak sabar."

"Jangan mikir yang aneh-aneh ya, Mas."

"Mikirin aneh-aneh apa sih?" tanya Raya dengan nge-gas.

"Entar juga tahu."

Ketika pasangan pengantin itu keluar, seluruh mata menatapnya.

"Kalian mau pada kemana?"

"Nyari villa buat kami berdua Om," jawab Ganes dengan ketus.

"Kami benar-benar mengganggu kedatangan kalian ya? Duh, maaf … kami nggak tahu kalau di sini ada pengantin baru yang butuh waktu berduaan." Om Arshell memasang wajah pura-pura menyesal.
"Padahal anggap saja kami patung. Kalian kan' hanya butuh di kamar saja. Kami nggak bakal ganggu, kok," tambahnya.

"Sebenarnya kami di sini cuma sampai sore aja, nggak niat menginap kok, Nes. Sore kami turun buat pulang ke Jakarta." Om Azriel sama sekali tidak berniat menggoda keponakannya.

"Nggak usah nyari villa, Nes. Gabung aja dengan kita. Waktu malam bisa menjadi milik kalian berdua."

Akhirnya Ganes mengalah. Dia harus bersabar sampai sore, dan bersabar menerima godaan-godaan dari Om kembar dan para sepupu.