Suara ribut-ribut yang menerobos masuk ruang tempat Raya dirawat, membuat gadis itu menoleh ke arah sumber suara. Yang datang adalah ibunya di temani ayahnya juga.
"Kamu jadi anak benar-benar tidak berguna. Malah bikin orang tua susah. Kamu pikir, masuk rumah sakit itu bisa pakai daun, udah tau orang tua lagi kesusahan, malah sakit!" maki ibunya.
Kedatangannya ke rumah sakit bukannya menanyakan keadaannya, ibunya malah memaki dirinya yang terbaring lemah. Siapa juga orang mau sakit.
Mata Raya berkaca-kaca. Sikap orang tuanya sudah tidak bisa ditolerir lagi, hati Raya sudah cukup sakit. Ibu tidak pernah marah kalau yang sakit adalah Mbak Fatma atau Raisa. Mereka kedua saudaranya itu pernah dirawat di Rumah Sakit juga. Tapi ibu dengan tulus merawat mereka, dan Raya akan ikut dorepotkan, karena harus menunggu kedua saudaranya itu.
"Raya drop karena kelelahan, tidak ada di dunia ini orang yang mau sakit. Dia tumbang saat kuliah," terang Pak Ganes, ia tidak tega melihat Raya dimaki ibunya, saat gadis manis itu membutuhkan perhatian dan dukungan.
"Kamu siapa?" Ibu Raya menyorot Pak Ganes dengan tatapan tidak suka.
"Saya dosen Raya di kampus, dan yang membawa putri ibu kemari. Saya sudah menghubungi Ibu semalam, karena orang tuanya tidak bisa datang, jadi saya yang menungguinya semalaman di sini. Dan Ibu nggak usah khawatir dengan biaya rumah sakit. Saya sudah membayarnya," jelas Pak Ganes.
"Syukurlah, jadi saya nggak usah ngeluarin duit buat biaya si anak nggak berguna ini." lagi-lagi ibu Raya mengucapkan kata-kata yang tidak enak didengar oleh Pak Ganes, begitupun Raya, gadis ini terisak.
"Dasar anak cengeng! Malah mewek, sudah tau tindakan kamu udah ngerepotin banyak orang." kali ini Bapak Raya ikutan bicara.
Raya semakin terguncang, isakannya semakin keras terdengar. Rupanya, dia sudah tidak kuat menahan beban.
Pak Ganes merasa prihatin melihat perlakuan kedua orang tua Raya pada anaknya. Ada rasa iba yang membuncah. Dia memang harus menyelamatkan Raya dari sikap semena-mena keluarganya.
"Bapak, Ibu, jika memang Raya menjadi beban kalian, bagaimana kalau saya mengambilnya, menjadikan dia istri saya." Pak Ganes merasa sudah tidak tahan lagi. Ia harus mengeluarkan Raya dari keluarga toxic ini. Raya bisa gila, kalau hidup seatap dengan orang tua seperti ini.
Kedua pasangan suami istri itu saling pandang. "Gimana Bu?" kata Bapak Raya pada istrinya.
"Ibu sih nggak masalah. Asal sebelum menikah, kamu harus bayar hutang-hutang saya ke Bank dan Bank keliling."
"Tidak masalah. Saya bersedia, tapi hari ini juga saya ingin menikah dengan Raya Ayu Diah Pitaloka."
Kedua orang tua itu terlihat senang. Selama ini, ia hanya mengandalkan Raya untuk membayar hutang-hutangnya yang menumpuk ke Bank. Sedang anak sulungnya, meski sudah mendapat pekerjaan, tapi uangnya habis untuk membiayai gaya hidupnya yang mahal. Tapi, itu nggak masalah, siapa tahu nanti sulungnya dapat suami orang kaya.
Sedang dada Raya semakin sesak. Orang tuanya tega menikahkan dirinya dengan Pak Ganes demi bisa membayar hutang ke Bank.
Ketika kedua orang tuanya ke luar untuk memberi tahu keluarganya, Raya semakin tergugu.
"Menikahlah dengan saya, dan saya akan mengakhiri penderitaan yang disebabkan oleh keluargamu. Persyaratan itu saya terima, agar kamu bisa terbebas dari segala tekanan. Saya mencintai kamu dengan tulus Raya." Pak Ganes berusaha menenangkan hati Raya.
Raya bisa mengucapkan terimakasih. Mungkin benar apa yang dikatakan Pak Ganes, ia harus segera menjauh dari keluarganya, biar hatinya tidak sering terluka.