Keluarga Penuh Masalah
Pembayaran hutang pada bang keliling dan beberapa renternir akhirnya bisa dibayar dengan lunas, dengan terlebih dahulu orang tua Raya menandatangani perjanjian yang disodorkan Ganes, bahwa setelah nanti dia menikahi dengan Raya, tidak boleh kedua orang tuanya merecoki keluarga kecilnya, apalagi jika sampai membebaninya dengan hutang-hutang seperti ini. Kalau sampai itu terjadi, maka mereka akan berurusan dengan pihak hukum. 

Sebagai suami, Ganes harus tegas, karena kalau tidak, Raya akan dimanfaatkan. Ia bukan tidak bisa menerima keluarga Raya, tapi mengingat keluarganya sendiri yang sangat pilih kasih dalam membagi kasih sayang pada anaknya. Kalau tidak tegas, maka akan banyak masalah yang dihadapi di kemudian hari. Dan Raya yang tidak tahu apa-apa harus banyak menanggung masalah yang ditimbulkan oleh keluarganya.

"Kamu luar biasa bro, mau menikahi gadis yang keluarganya terlihat ingin memanfaatkanmu. Kalau aku, cinta itu rasional, kalau ayah dan ibunya kayak gitu, lebih baik aku mundur." ujar Markus kagum pada Ganes, tapi miris jika melihat calon mertuanya kayak gitu, teihat matrealistis.

"Aku kasihan sama Raya, Kus. Dia gadia yang baik dan penuh perjuangan untuk mengejar impiannya, tapi sayangnya dia keluarga toxic, orang tuanya tidak pernah memberikannya kasih sayang, tidak menghargai usaha-usahanya. Gadis itu hanya dijadikan alat sapi perah kelyarganya," tutur Ganes merasa miris.

"Jadi, kamu menikahinya karena cinta atau kasihan?" tanya Markus.

"Dua-duanya," jawab Ganes.

"Aku dukung, semoga pernikahan kamu nanti bahagia. Jangan sampai kamu dimanfaatkan oleh keluarga kayak gitu. Ingat dengan pernikahan Topan, dia menyerah di tahun kelima, karena nggak kuat lagi dengan permintaan dari keluarga istrinya yang harus selalu dituruti. Dan mirisnya mertua Topan selalu banyak ikut campur dengan pernikahan anak dan menantunya. Apalagi kamu yang berasal dari keluarga yang cukup sukses, bukan tidak mungkin mereka juga bakal manfaatin kamu ketika tahu, siap kelurgamu."

"Makanya kamu jangan kasih tahu. Lagian apa yang dimiliki oleh ayah dan ibuku, itu bukan milikku. Jadi, aku nggak berhak untuk membanggakannya ke khalayak umum. Aku ingin sukses atas hasil kerja kerasku sendiri."

Ini yang selalu Markus kagumi dari Ganes, ia tidak pernah sombong dengan apa yang orang tuanya miliki. Keluarganya juga sangat humble dan dermawan.

Ketika pernikahan yang sebentar lagi akan diberlangsungkan, Mbak Fatma mengamuk kalau ia tidak mau dilangkahi.

"Aku nggak mengizinkan Raya menikah duluan, Bu, aku nggak ridho!" jeritnya histeris.

"Tapi ini harus dilakukan, Nak. Karena kalau tidak ayah dan ibumu akan masuk penjara, karena tidak sanggup membayar hutang. Kamu mau ya, dilamgkahi adikmu, biar hidup kita setelah ini bisa tenang karena tidak ada lagi para penagih hutang yamg datang ke rumah. Ibu sudah stress, tiap hari didatangi debt colector, terus dibentak-bentak. Kalau nggak bisa bayar, bunganya terus naik," ujar ibunya dengan wajah memelas.

"Ini salah Ibu kenapa juga harus punya banyak hutang. Makanya, Bu, jangan jadi orang miskin. Yang tiap kurang duit minjem sama renternir. Ibu juga selalu memanjakan Raisa, kalau nggak mampu jangan dituruti segala keinginannya yang nggak masuk akal itu. Anak ibu yang satu itu harus tahu, kalau kita ini orang miskin!" ujar Mbak Fatma pedas.

"Heh, Mbak, kok jadi nyalahin aku sih, harusnya Mbak itu bantuin orang tua, ngasih Bapak dan Ibu uang yang banyak, bukan mementingkan penampilan terus. Buktinya Mbak yang dandan mati-matian nggak ada yang ngelirik juga, malah Mbak Raya yang duluan nikah. Dia orang yang sering kita hina, malah dia yang bisameringankan beban orang tua. Harusnya Bapak dan Ibu bangga punya abak seperti Mbak Raya."

Tumben-tumbenan kali ini Raisa berpikir waras, mau membela Raya.

Mbak Fatma tidak terima dihina adiknya, hampir saja dia menjambak rambut adiknya, tapi segera dihalangi oleh bapak. Giliran Bapak yang jadi amukan Mbak Fatma.

"Semua masalah ini gara-gara kamu, yang nggak becus jadi bapak yang membahagiakan keluarganya. Raya menderita juga karena kamu, sehingga kelahirannya tidak pernah disambut dengan bahagia. Sehingga ibu memperlakukannya seperti layaknya pada anak tiri. Keluarga kita memang menyedihkan, dan bodohnya ibu, masih mau menerima laki-laki sampah ini!" ujarnya dengan benci, setelah itu ia memutar tubuhnya meninggalkan rumah sakit dengan perasaan sedih dan kecewa.

Pak Bambang mematung, kata-kata yang diucapkan oleh putri sulungnya sangat menohok.