Gadis vs Emak - Emak
"Say Chiiiiissss!!!"
Berswaphoto bersama dua gadis kecilku di sebuah resto cepat saji. Sudah jadi kebiasaan mengabadikan tiap moment, sebelum menyantap makan siang, aku dan anak - anak berswaphoto dulu. Ah bahagianya punya anak cantik dan menggemaskan.
Pas disamping meja kami, tiga orang wanita muda juga sedang asyik berselfie ria. Saat sedang asyik memasang mengambil gambar, seseorang dari mereka berucap seakan menyindirku dan lirikan mata meremehkan.
"Sudah tuir, mau juga eksis," cemooh salah seorang dari mereka.
Mendengar celetukannya, aku berhenti sejenak menatapnya dengan tajam. "Mulut gak ada akhlak, percuma sekolah." sindirku.
Kulanjutkan makan siang dengan gadis kecilku yang kududukkan di baby chair dan si kakak yang tengah asyik dengan mainan hadiahnya. Kali ini suamiku tak ikut makan siang, ada urusan dan akan menyusul ke Mal jika urusannya sudah selesai.
Setelah santap siang, kami melanjutkan keliling Mal untuk sekedar cuci mata dan lanjut belanja bulanan kebutuhan rumah tangga, tiga gadis muda pecicilan juga terlihat mendorong shopping chart, kuingat mereka dari out fit yang dikenakannya saat di resto tadi.
Merasa kebutuhan sudah lengkap dengan keranjang sudah full. Saatnya mengantri di kasir, antreannya lumayan panjang. Si sulung masih ke sana ke mari memilih cemilan kesukaannya di beberapa rak lalu datang dan menaruhnya di keranjang. Bahagianya melihat dia berlari - lari kecil sementara sang adik duduk di atas troly lagi berceloteh menggemaskan.
Jika ditanya, fase mana dalam hidup yang paling membahagiakan? maka pada fase inilah, saat jadi Ibu, apalagi memiliki anak - anak yang sehat, lucu dan cantik - cantik. Bukan saat remaja ataupun saat masih single.
"Senyum - senyum terus anak mama," kukecup manja pipinya. Si baby menatap ke belakang antrean sambil senyum - senyum, oh ternyata mereka lagi.
"Cewek - cewek alay gak ada akhlak," gerutuku dalam hati. Melihatku mereka langsung berhenti melambai - lambai ke baby lucuku, mungkin baru sadar kalo Emaknya, orang yang mereka sindir di resto tadi. Andai celetukannya tak sampai di telingaku, aku tak akan se - baper ini.
"Lihat saja karma apa yang menantimu setelah meremehkan emak - emak!" umpatku.
Dengan gerakan lambat ala aktris di film - film, kubalikkan badanku yang tak lagi langsing ke belakang. Kusapu dengan tatapan penuh arti wajah - wajahnya dan terhenti di keranjang dengan belanjaan yang ala kadarnya dan kembali menatap mereka dalam - dalam. Aku mencebik dan tersenyum penuh kemenangan.
Setelah transaksi di kasir dengan menggesek kartu debit, kembali kupakai shopping chart dengan menaikkan si baby dan belanjaanku. Tentu tak sanggup mengangkatnya jika kutenteng sendiri.
Aku sengaja tak langsung beranjak dari situ, posisiku sedikit dekat dengan kasir hingga dengan leluasa bisa melihat transaksi cewek-cewek alay ini.
Tak berselang lama, kasir menyebut nominal yang harus dibayar. Mataku tak lepas dari mereka, dan menyaksikan beberapa lembar rupiah berpindah ke laci kasir. Aku mendecik, "receh!" ledekan yang mengusik harga diri dan kepercayaan diri, buktinya mereka tak berani lagi menatapku seperti saat di resto tadi. "Emak - emak dilawan,!" gumamku
Lelah berbelanja, Putri pertamaku merengek minta dibelikan buku, kami pun menuju ke sebuah toko buku besar dan satu-satunya di Mal ini. Setelah kutitipkan belanjaan si sulung langsung menuju rak khusus buku anak - anak.
Jodoh emang tak kemana, cewek - cewek pecicilan ini lagi. Mereka terlihat asik bercanda ria di depan rak buku komik anak - anak.
"Pantas kayak bocah, bacaannya ini toh!" sindirku tanpa menoleh ke arah mereka.
Merasa tersinggung dengan ucapanku, mereka bergerak pindah ke rak buku lainnya. Entah kenapa rasanya begitu kesal dengan ucapan Abg - abg tua itu. Aku juga pernah seumuran mereka, tapi tak pernah terlintas dibenak untuk meremehkan yang sudah tua. Malahan kalau ketemu yang lebih tua suka minta wejangan atau paling seru kalau diceritakan pengalaman dari yang lebih senior utamanya soal jodoh, malam pertama dan saat hamil juga melahirkan. Cepat atau lambat setiap wanita pasti mengidamkan semua tahapan hidup itu.
" Ma, sudah dapat bukunya. Aku ambil dua ya Ma, boleh kan? putri pertamaku menyodorkan dua buku bergambar princess dan kuda ponny kesukaannya
"Boleh, sayang," sahutku
Tak sengaja melewati gadis - gadis ini lagi yang sedang berselfie ria saat menuju kasir.
"Dibeli dong, jangan dibaca ditempat ajah. Mau eksis, tapi gak modal!" nada suara yang mengandung ledekan. Aku tersenyum membungkam remehan mereka.
Zaman kuliah dulu, aku pun bela - belain berdiri berjam - jam demi membaca novel favorit di toko buku ini demi berhemat biaya hidup yang memang sangat terbatas, dan tak jarang menjumpai bocah - bocah kecil yang lucu merengek minta dibeliin buku sama ibunya. Saat itu terlintas dipikiran, nanti aku seperti itu juga, jadi perempuan yang tak lagi muda disibukkan dengan bocah - bocah kecil yang menggemaskan, ah bahagianya pikirku.
***
[Tunggu di Cafe layar ]
Pesan dari suami, yang sebentar lagi datang menjemput. Kami bergegas ke sana.
Eh lagi - lagi gadis - gadis perawan ini juga hang out di sana, menyeruput pop Ice rasa coklat, vanila dan taro.
Terpaksa duduk di belakang meja mereka, pengunjung cafe ini lumayan banyak. Harga makanan dan minumannya tak menguras kantong, tapi rasa dan pelayanannya tak kalah dari cafe lain yang lebih mahal.
Jiwa kepoku meronta - ronta saat mereka asyik ngobrol. Kupasang kuping baik - baik, mau tau apalagi topik utama ABG - ABG tua ini. "Oh - bahas masalah pria idaman rupanya." dalam hati aku tertawa, Jadi ingat masa lalu saat seumuran mereka, kalau gak gosip yang bahas masalah cowok. Kriteria cowok idaman-lah, yang penting tajir-lah, atau yang penting soleh dan sebagainya.
Hampir tiga puluh menit menunggu. Pria berbadan tegap dan atletis nyaris sixpack melambaikan tangan dari arah pintu cafe, tiga orang perempuan di depanku saling pandang berbinar - binar saat melihat cowok keren apalagi terlihat sudah mapan, lalu salah seorang balas melambaikan tangannya.
Si pria makin mendekat, lalu duduk di kursi yang sudah tersedia.
"Ayahhh," teriak putri pertamaku dan duduk dipangkuan suamiku.
"Nyari jodoh jangan suami orang juga kali," ucap salah satu wanita berjilbab ala anak kuliahan.
Ingin rasanya tertawa melihat mereka salah tingkah.Para perawan itu langsung beranjak dari tempat duduknya.
"Bye - bye bucin," ledekanku dengan suara sedikit berbisik namun yakin sampai ke kuping mereka.
Suamiku berdiri, menghampiri salah seorang dari mereka yang baru saja berdiri hendak mengekori teman - temanya. Kulihat wajahnya merona dan berusaha menyembunyikan rasa gugupnya saat suamiku mendekat.
"Boleh minta- ?" suamiku menyodorkan smartphonenya.
"Nomor aku?" selanya dengan percaya diri.
"Maaf, bukan minta nomor. Tolong fotoin!" pinta suamiku,
"Oh! Boleh Mas," sahutnya dengan gestur hendak mengambil gambar kami sekeluarga.
"Cih, panggil Mas," gumamku.Aku tersenyum, tatapanku tak lekat menguliti harga dirinya.
"Terima kasih ya," kembali suamiku mengambil Gawainya. Tatapanku tak lepas hingga si gadis tak lagi tampak.
"Emak - emak dilawan!" rasa bangga menyeruak di hati dan merekahkan senyum penuh makna.