Satu : Penyuluhan Desa
KUPERMALUKAN SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA SAAT PENYULUHAN DESA 1


"Baiklah, untuk acara selanjutnya adalah penyampaian penyuluhan tentang perilaku hidup bersih sehat oleh bu bidan Renata," terdengar Emilia, sekertaris desa yang menjadi pembawa acara kali ini.

Aku berdiri dari duduk dan membawa flashdisku ke depan.

Memang sebagai bidan sekaligus istri kepala desa, aku kerap diminta oleh warga untuk menyampaikan penyuluhan yang berkaitan dengan kesehatan.

Tentu saja aku menerima dengan senang hati, karena telah difasilitasi dengan layar proyektor besar yang dihubungkan dengan laptop. 

Sehingga warga desa bisa melihat gambar yang terpampang dan berkaitan dengan materi yang kusampaikan.

"Mbak Emi, tolong duduk di kursi penonton saja, mbak Emi juga perlu mendapat informasi tentang penyuluhan ini bukan?" tanyaku.

Tampak Emilia memandangku sekilas dan terbengong sesaat. Tapi sejurus kemudian dia berdiri dan duduk diantara warga desa.

Aku lalu memasukkan flashdisk ke laptop dan mengklik file "penyuluhan", lalu tampaklah gambar kantor balai desa ini. Lalu ku tekan tombol pause.

"Assalamualaikum, terimakasih  saya ucapkan kepada seluruh warga desa atas kesempatan yang diberikan pada saya untuk menyampaikan kebenaran yang selama ini ditutup-tutupi oleh kepala desa kalian alias suami saya," 

Terlihat beberapa warga desa mulai kebingungan dan saling berpandangan mendengar ucapanku.

Dengan cepat kutekan tombol "lanjut" dan berputarlah percakapan antara Emilia dan suamiku.

Kulihat suamiku berwajah sangat pucat bagai mayat hidup, dan Emiliapun seakan terpaku pada kursinya.

Suamiku yang hendak melangkah ke arahku, segera dicekal oleh adikku. Seperti rencana awal yang telah kami susun bersama.

Di video yang telah kurekam dengan jelas menampilkan gambar Emilia yang mengantar berkas untuk ditandatangani suamiku di ruang kantor kepala desa.

Namun setelah menerima tanda tangan, Emilia tidak segera pergi dari ruang kantor, justru menggenggam tangan suamiku dan berkata," Mas Adi, kapan bapak menikahi saya?" 

Suamiku terlihat membalas genggaman tangan Emilia. "Jangan dibahas disini ya, nanti kalau ada aparat desa yang tahu, kita bisa didemo warga,"

"Tapi Mas telah melakukan hal itu dengan saya, Mas harus tanggung jawab," kata Emilia sendu.

"Aku akan tanggung jawab Emi, aku kan sudah menyerahkan hasil panen sawah bagianku ke kamu sejak 3 bulan lalu?" 

"Iya Mas, tapi kemarin aku telat datang bulan, dan setelah aku tes, ternyata positif," kata Emilia. Kini sudah terdengar isak tangis darinya.

"Tenang Sayang, kita akan segera menikah, tunggu aku menceraikan Renata ya," Ucap suamiku dalam video tersebut sebelum akhirnya kutekan tombol pause lagi.

Warga kasak kusuk dan berbisik-bisik di belakang.

"Wah, pak kades nggak bener, harus lengser kalau bisa malam ini!" ucap salah seorang warga.

"Wah mengotori desa, perbuatannya rendahan banget," sahut yang lain.

Suamiku segera memaksa berdiri walau dicekal adikku.

"Heh, Renata, kamu sungguh tidak menjaga aib suami. Tega kamu membeberkan kesalahan suami kamu sendiri!" seru mas Adi.

"Itu karena mas tega menghancurkan kepercayaanku! sudah berapa kali kalian melakukan hubungan itu? sampai Emilia hamil? yang benar aja Mas?!" sentakku.

"Bapak dan ibu, sebulan yang lalu suami saya ketahuan membalas whatsapp Emilia begitu mesra, dan saat kuminta mas Adi dengan penuh kesabaran untuk memutuskan Emilia, dia berjanji akan berhenti berhubungan dengan sekertarisnya, tapi ternyata mereka tetap melakukan itu sampai Emilia hamil.

Untung saja saya beli cctv berbentuk pulpen yang saya letakkan diantara tumpukan pulpen mas Adi di ruangannya. Menurut ibu-ibu, apa yang harus dilakukan bila ada pelakor di desa kita? " tanyaku dengan nafas memburu menahan marah.

"Seret pelakor, seret pelakor, usir dari desa," beberapa wanita menyeret Emilia dari kursi.

Emilia meronta-ronta dan berteriak kebingungan. 

"Mas Adi! tolong akuuu! " teriaknya memilukan. 

Emilia diseret sampai halaman balai desa. Sedangkan mas Adi meninju adikku sampai terjatuh dan segera berlari mengejar sekertarisnya.

Aku segera menolong adikku berdiri dan menyusul mas Adi.

"Heh, berhenti, jangan sakiti Emilia! atau aku akan..."

Ucapan mas Adi segera kupotong dengan teriakanku.

"Atau apa Mas? di hadapan warga desa sekarang aku ingin mengatakan ceraikan aku, Mas!"


Next?











Komentar

Login untuk melihat komentar!