Aku kira keramik, ternyata kalkukator.
Kukira mbaknya cantik, ternyata pelakor.
"Atau apa Mas? di hadapan warga desa sekarang, silakan pilih, Emilia, sang sekertarismu, atau aku!" teriak Renata, istri Adi.
Adi tampak kebingungan dan memandang bergantian antara Renata dan Emilia. Lalu dia menjawab, "aku memilih kalian berdua sebagai istriku, nggak apa-apakan? toh, poligami juga halal," sahut Adi percaya diri.
"Hahaha, walaupun kamu milih aku, tapi aku sudah nggak ingin jadi istri kamu lagi tuh," ucap Renata sambil mendekati lelaki yang sebentar lagi menjadi mantan suaminya itu.
"Jangan sombong kamu Ren, mentang-mentang punya kerjaan, seenaknya nggak butuh suami lagi!" sentak Adi sengit.
"Mas yang mulai mengkhianati aku, kalau istri sendiri bisa dikhianati, apalagi kepercayaan warga desa, nggak menutup kemungkinan kan suatu saat bapak kades ini melakukan korupsi? ya nggak bapak-bapak dan ibu-ibu?" tanya Renata.
"Iya benar, lebih baik sekarang bawa ke kantor polisi saja!" usul seorang warga.
"Iya, mereka telah berzina," tukas warga yang lain.
Beberapa ibu mulai "mempermak" rambut Emilia sehingga tampak awut-awutan.
"Tenang, jangan main hakim sendiri, mari kita duduk di balai desa dan musyawarah bersama," tukas Pak Rian, wakil kepala desa.
Emilia dan Adi pun dibawa kembali ke balai desa.
"Terus dua orang ini kita apain menurut pak Rian?" tanya salah seorang warga.
"Kita tanya dulu pada pada pak Adi dan sekertarisnya," kata pak Rian.
"Mana ada maling ngaku Pak, percuma Pak, langsung bawa ke kantor polisi!"
Adi tampak berpikir sejenak dan berkata, "Tunggu! kalian tidak dapat membawa saya ke kantor polisi! kalian tidak punya bukti dan saksi bahwa saya telah berzin* dengan Emilia!"
"Rekaman bu Renata tadi bisa jadi bukti!" kata salah seorang warga.
"Hahaha, nggak bisa lah, kan kami lagi nggak berada di atas ranjang, sebenarnya aku dan Emilia telah menikah secara siri, Emilia hanya memintaku untuk menikahinya secara resmi," sahut Adi penuh percaya diri.
Renata tersenyum. Sudah bisa diduga Adi merupakan seseorang yang licik dan pandai bersilat lidah. Tapi dia juga sudah menyiapkan rencana untuk membalas perlakuan Adi dan Emilia.
"Kalau kalian tetap membawaku ke kantor polisi, aku akan menuntut balik, atas pencemaran nama baik," sahut Adi sambil menyeringai.
Sebagian warga mulai terpengaruh dan terlihat berkasak kusuk.
"Wah, untung deh, kalau Mas sudah ngaku nikah siri, berarti aku juga berhak memilih untuk tidak mau dimadu dong," sahut Renata.
"Walaupun menikah siri, kami masih butuh bukti," kata pak Rian.
"Baik, besok saya bawakan saksi yang menikahkan saya," sahut mas Adi percaya diri.
"Kalau semua urusan telah jelas dan, kami pulang dulu, saya sudah lega telah memberi tahu para warga siapa sebenarnya kepala desanya. Dan urusan saya telah selesai sampai disini." kata Renata lalu mengajak adiknya pulang kerumah.
"Renata! tunggu, mau kemana kamu setelah mengumbar aib suami?" teriak Adi.
"Heh, Mas, ngaca dong! situ yang harusnya malu karena telah selingkuh. Coba kamu nggak selingkuh, pasti nggak malu kan?" Sentak Dimas, adik Renata.
"Ayo dek, pulang, biar warga yang mengurus mereka," sahut Renata menggandeng lengan Dimas.
Mereka berlalu dengan diiringi tatapan penuh dendam dan kebencian dari Emilia dan Adi.
***
"Pak Adi, saya harap bapak benar-benar membawa saksi pernikahan siri kalian, kalau tidak bisa, silakan keluar dari desa ini," kata salah seorang sesepuh desa.
"Iya Pak, sudah kan urusannya? saya nggak kumpul keb*, saya ingin pulang sekarang," pinta Adi.
"Walaupun jika nanti terbukti pak Adi sudah menikah siri, kami tetap mau membawa masalah ini ke bupati, kami tidak mau mempunyai kepala desa seorang pengkhianat," seru salah seorang warga lagi.
"Hhh, terserah kalian, sekarang saya mau pulang, besok pasti saya bawakan saksi saya menikah siri," kata Adi lagi lalu berdiri dan menggandeng Emilia untuk meninggalkan balai desa.
"Astaga, mobil Mas dibawa Renata, si*l memang, anterin aku pulang ya," pinta Adi pada Emilia saat melihat mobilnya yang tadi terparkir di halaman desa raib.
"Mas masih mau pulang ke rumah Renata? apa Renata masih mau menerima Mas?" tanya Emilia ragu.
"Dia mau jadi istri durhaka? aku kan masih suaminya," seru Adi percaya diri.
"Baiklah, kalau gitu, aku antar pulang Mas,"
Namun betapa terkejutnya Adi saat melihat tas dan kopernya ada di luar rumah.
"Wah, apa-apaan ini!"
Adi langsung turun dari motor dan menuju pintu rumahnya.
"Ren...Renata! jelaskan apa maksudnya tas dan koper yang ada di luar ini? buka pintu, Woy," Adi dengan bar-bar menggedor pintu.
"Malam pak kepala desa, eh, habis ini mantan kepala desa ya," dengan tenang Renata membuka pintu rumahnya.
Tapi dia berdiri di tengah-tengah pintu sehingga menghalangi Adi untuk masuk.
"Minggir, aku mau masuk!"
"Nggak bisa Mas,"
"Kenapa? ini rumahku juga kan?" tanya Adi berang.
"Kata siapa ini rumahmu? Mas lupa kalau rumah ini warisan orang tuaku, kamu cuma beli isinya saja," jawab Renata santai.
Adi tercengang. Perkataan Renata memang benar.
"Kamu memang keterlaluan!"
"Mas yang lebih keterlaluan, mana ada perempuan yang mau menerima suami yang telah berselingkuh di rumahnya?" tanya Renata retoris.
"Jadi silakan pergi ke manapun bersama Emilia, dan jangan coba menganggu kehidupanku lagi," kata Renata.
"Kamu pasti menyesal telah mempermalukan aku di hadapan warga dan mengusirku dari rumah!" geram Adi.
"Oh iya, nih kunci mobilmu, silakan bayar angsuranmu sendiri ya," Renata melempar kunci mobil ke hadapan suaminya.
Adi memungut kunci mobil yang telah dilempar oleh Renata.
"Dasar bidan bar-bar!!" seru Adi kesal.
"Eh, heloo, situ yang bar-bar keles, sudah punya bini kenapa selingkuh?! dulu sudah kuberi kesempatan untuk setia, tapi mas malah selingkuh lagi," balas Renata.
"Gak usah bengong lama-lama di luar, cepet pergi daripada kupanggilin warga. Mereka mana tahan kalau ada warga yang jadi pelakor!" sambung Renata lagi.
"Mas, ayo pergi!" Emilia menggaet tangan Adi.
Dan dengan geram, Adipun menurut.
Saat dia sedang memasukkan koper ke bagasi mobilnya, sebuah suara dan tarikan pada rambut Emilia mengagetkan mereka.
"Aaaww," Emilia menjerit kesakitan karena rambutnya yang dijambak dari belakang.
"Huh, jadi kamu pelakornya?!"
Siapa yang menjambak Emilia?
Next?