Pak Arman yang mempesona
Bismillah 

         " CINTA DAN DOSA"

# Part_5

#kbm_cerbung

# by: Ratna Dewi Lestari 

   
     "Astaga!" bisa-bisanya dia mengaduk-aduk hatiku. Mukaku jadi merah padam di buatnya.

   Mobil melaju cukup kencang. Tapi yang kuherankan, mobil berjalan ke arah berlawanan bukan ke arah rumahku. Mau di bawa kemana aku?

    " Mau kemana kita? Pak?" lirih suaraku nyaris tak terdengar.

    " Bapak?" dia menatapku dengan sinis. Alis matanya naik sebelah.

    " I--iya, Bapak. Kan Bapak guruku di sekolah," sahutku.

   "Serius?" ia menatapku tajam. Tiba-tiba mobil berhenti di pinggir jalan.

    Wajahnya mendekat. Aku semakin salah tingkah. Napasku memburu. Dia mau apa?

    "Apa aku terlalu tua untukmu? tidak ganteng? tidak menarik?" cecarnya.

   Sebenarnya maksud pria ini apa? apa? huh, otakku jadi travelling nih! oksigen! mana oksigen!

    "Bukan begitu, ta--tapi," ucapku terbata.

   "Hm, kalau di luar stop panggil Bapak! oke!" katanya penuh penekanan.

   "Kenapa?" tanyaku.

   "Kenapa?" ia semakin mendekatkan wajahnya padaku. Amat dekat hingga hidungnya yang mancung hampir saja menyentuh hidungku.

   Pluk!

   Jari tangannya menyentuh keningku dan mendorongnya menjauhi wajahnya. Kini mataku tepat menatap mata coklatnya yang sempurna.

  "Karena nanti jika berjalan denganmu, aku dikira Bapakmu! ya kali cowok setampan aku udah punya anak gadis. Kan malu!" sungutnya. Dan ia kembali duduk di bangku supirnya. Mobilpun kembali berjalan dengan lambat.

   "Fiuhhhh," aku menghela napas dalam-dalam. Sungguh dadaku sesak. Ah, aku butuh kamu. Eh, oksigen maksudnya. 

   "Eh, bocah. Kamu kenapa senyum-senyum sendiri. Tu muka udah kaya tomat," ia tersenyum mengejek.

  " Jangan bilang kamu naksir aku, ya. Aku ga suka sama anak-anak," selorohnya. Matanya masih tetap fokus ke jalan.

  Aku hanya terdiam. Apa mungkin ia tahu perasaanku? iya sih sepertinya aku naksir. Salah ya?

   "Ya, salah la. Lagian mana mau dia sama upik abu sepertiku. Bangun Ratih, bangun!" batinku.

   "Tapi, aku bukan anak-anak, Pak. Umurku hampir tujuh belas tahun," sanggahku.

    "Hm, tapi kamu tetap anak-anak. Anak muridku," sahutnya.

    "Tapi ...,"

    Ckittttt!

    Mobil berhenti tepat di depan sebuah toko baju. Ia menyuruhku turun. Aku tak mengerti apa maksudnya membawaku kesini.

    " Ayo, ikut,"

   " Tapi ...,"

   "Jangan banyak tanya, bocah! ikut aja!" ajaknya. Akupun terpaksa mengikutinya.

     Toko bajunya lumayan keren. Baju yang terpajang di situ pun bagus-bagus. Ternyata toko baju ini khusus menjual perlengkapan anak-anak muda. Termasuk aksesoris seperti tas, sepatu, dan perlengkapan sekolah lainnya.
   
   " Sini, ikut aku," seenak hati si Arman ini menarik tanganku. Arman? sopan sekali aku.

   " Mau kemana, Pak?"tanyaku.

   "Mau ke pelaminan! eh ini bocah banyak tanya, ya!" ia mulai marah. Aku hanya merunduk dan mengikuti langkahnya. Mulutku seperti terkunci. 

   Rupanya ia membawaku ke deretan tas-tas sekolah. Aku langsung memeluk tasku yang memang sudah lusuh dan retsleting nya sudah rusak. Arman mengambil satu tas berwarna pink dengan motif bunga-bunga yang amat cantik.

    "Kamu suka ga? cantik kan," ucapnya seraya menunjukkan tas cantik itu kepadaku. 

    "Cantik,Pak, eh kak," jawabku pelan.

    "Tapi ga usah repot-repot ,Kak. Tasku masih bagus," lanjutku.

   "Ye, jangan geer kamu, ini untuk adikku," asli kata-katanya kali ini sukses membuatku salah tingkah. Malu. Aku berpura-pura melihat sekeliling untuk menyembunyikan wajahku yang kembali memerah.

    Ia kemudian berjalan menuju deretan jaket wanita, aku berjalan lebih pelan sehingga kini jarak kami lumayan jauh. Menatap dirinya yang asyik memilih jaket, baju dan perlengkapan sekolah.

    Setelah selesai berbelanja, ia mengajakku ke kafe yang tak jauh dari toko. Memesan beberapa makanan dan dibungkus. Aku memilih menunggu di luar toko. Semakin dekat dengannya semakin kurasa udara yang kuhirup sedikit. Sesak. 

     "Ayok!" seenak hati ia melingkarkan tangannya yang kekar di leherku dan membawaku masuk ke dalam mobil. Anehnya aku tak mampu berontak. 

     "Yuk, kita pulang. Oia, setelah kecelakaan dua minggu yang lalu, apa masih terasa sakit?" ia menatapku sendu.

    " Enggak Kak, sudah ga terasa apa-apa," sahutku pelan. Ampun cowok ini gantengnya maksimal. Melihat sebentar saja aku rasa mau pingsan. Tahan. Tahan. Tahan.

     "Alhamdulillah, yuk kita pulang sekarang, ya!" 

***

     "Terimakasih, Kak. Sudah mengantarku pulang," ujarku pelan. Aku hanya menunduk tak berani melihat wajah tampannya.

    " Iya,sama-sama. Oia, bawakan ini untuk Bapak dan ibu, ya. Dan ini untukmu ," sahutnya sembari menyerahkan bungkusan makanan dan belanjaan yang tadi di bawanya.

    "Untukku?" tanyaku ragu. 

    "Iya, ini untukmu. Pakai ya," sahutnya. Ia kemudian memandangku sendu. Tatapan kasihan dan iba kepadaku.

   "Aku tahu kamu kadang kehujanan saat pulang dan pergi sekolah. Jaketmu sudah usang, makanya aku belikan jaket biar kalau panas, matahari yang menyengat tak membakar kulitmu dan jika hujan mampu melindungi mu dari dingin ," paparnya.

    "Kamu anak yang baik dan pintar. Gunakanlah semua perlengkapan yang kuberikan. Ini sengaja kubelikan Tas. Aku tau jika disekolah kau sering di pandang sebelah mata," lanjutnya.

  "Darimana Kakak tau?" jawabku. Airmataku tiba-tiba meluruh jatuh. Aku selama ini berusaha tegar dengan kenyataan hidupku yang memang pahit dan serba terbatas. 

   "Karena aku selalu memperhatikanmu, gadis kecil," sahutnya sembari menyeka airmataku yang tumpah. Tangannya yang lembut menyentuh mataku yang basah.

    "Jangan nangis. Mulai saat ini Aku akan menjadi temanmu dan sahabatmu, kamu mau kan?" Ia tersenyum dan membelai rambutku. Sumpah lelaki ini mampu menenangkan hatiku.

     Aku mengangguk dan melangkah keluar dari mobil membawa semua bungkusan dari nya. Sebuah senyum terulas untuknya, ia pun membalasnya. Setelah menutup pintu ia pun sempat melambaikan tangannya untukku. Mobil menderu dan aku masih tegak mematung hingga ia benar-benar hilang dari pandangan. Jiwaku terasa terbawa bersamanya. Sungguh dalam hati aku benar-benar menyukainya.

Komentar

Login untuk melihat komentar!