Ratih
Bismillah 

         "CINTA DAN DOSA"

#part_6

#kbm_cerbung 

# by: Ratna Dewi Lestari.

   "Darimana Rat?" tanya Ibu ketika melihat kedatanganku.

   "Dari jalan-jalan, Buk. Ini ada titipan dari Pak Arman, guruku," ucapku seraya menyerahkan kantung-kantung belanjaan ke Ibu.

   Mata Ibu terbelalak melihat barang bawaanku. Ia memasang wajah marah dan matanya merah. Ada apa dengan Ibu?

   "Sejak kapan kamu jadi wanita murahan Rat! walaupun kita orang miskin jangan sampai harga dirimu kau gadai!" pekik Ibu.

   Aku melangkah mundur untuk menghindari tangan Ibu yang terangkat ke atas hendak menamparku.

   Plak! Plak! Plak!

   "Ampun Bu, ampun," rintihku ketika tamparan Ibu mendarat di pipiku berkali-kali.

  "Buang semua barang itu! aku tak butuh barang haram dariku!" hardik Ibu.

  "Jangan Bu, Pak Arman hanya kasihan kepadaku, makanya ia memberikanku ini semua," paparku. Tanganku menyentuh pipiku yang merah. Bekas tamparan Ibu.

   "Heh,itu cuma modus. Baik bener gurumu! kalau cuma karena kasihan mana mungkin ia rela beliin kamu sebanyak ini. Pasti kamu ada apa-apa dengan dia, iya kan?" cecarnya.

  "Apa Ibu tau siapa Pak Arman? dia orang yang telah menabrakku dua minggu yang lalu. Sejak saat itu dia selalu memberi perhatian padaku," isakku.

    Mata Ibu terbeliak mendengar ucapanku. 

   "Lelaki itu, gurumu?" ucapnya tak percaya.

   "Iya, Bu. Guru baru di sekolahku," sahutku.

   "Jauhin dia! pria itu sudah berumur! dia bisa saja berbuat jahat padamu!" bentak Ibu.

   "Tapi, Bu. Dia amat baik," sanggahku.

   "Kamu jangan bod*h! pokoknya kamu jangan lagi dekat-dekat dengannya! itu dosa!" sentak Ibu.

    Aku yang baru pertama kali jatuh cinta merasa sangat heran dengan ucapan Ibu. Dosa? kenapa berdosa? 

    "Kenapa dosa, Bu?" tanyaku.

    "Karena dia gurumu dan kamu muridnya! mana boleh guru dan murid berdekatan!" omel Ibu.

    Aku menghela napas dalam-dalam. Benar kata Ibu. Antara guru dan murid tidak boleh terlalu dekat. Apalagi pacaran. Pacaran? memangnya dia mau denganku? 

    Daripada berdebat dengan Ibu, aku memilih masuk ke kamar dan membawa semua barang yang dibelikan. Dibuang? sayang lah, enak aja!

 ***

    Kamar ini terasa sumpek. Kupandangi langit-langit kamar yang di sudutnya penuh sarang laba-laba.

    Pikiran melayang membayangkan wajah tampan Pak Arman. Guru bahasa indonesia yang sukses menggetarkan hatiku. 

    "Arman, apakah salah jika aku jatuh cinta padamu? perbedaan umur? perbedaan status? kasta? atau karena aku yang punya wajah pas-pasan?"

    Aku beranjak menuju cermin yang di gantung di dinding. Cermin yang sudah kusam. Sekusam wajahku. Eh.

    Ku pandangi bayangan yang memantul di cermin. Memutar tubuhku ke kanan dan ke kiri. Mengibas rambutku yang hitam tergerai. Kuperhatikan wajahku yang tidak cantik. 

      "Huffft," dengusku. Aku menyentuh hidungku yang mancung. Mancung ke dalam alias pesek. Udah pesek megar lagi. Paket komplit.

     Kembali kuperhatikan kulitku, kulit putih yang terkena matahari, sawo mateng tapi kelewat mateng mendekati busuk, item.

    Terus, apa yang bisa kubanggakan? tidak cantik, tidak putih, tidak pintar dan bukan orang kaya.

     Bugh!

     Ku lempar tubuh cungkringku di atas kasur kapuk yang sepreinya penuh jahitan. 

    "Tuhan, hapuskan rasa suka ini, aku tak mau sakit hati," lirihku. Kupejamkan mataku dan kuhapus bulir bening yang mulai terjatuh. Sadar diri siapa aku, sebelum akhirnya penolakan itu muncul.

***

     Hari ini Bapak sengaja mengantarku lebih pagi. Aku sengaja membungkus kembali pemberian Pak Arman, ga semua sih. Makanannya ya kumakan. Kan sayang daripada basi dan terbuang.

    Aku menunggu di balik rerimbunan bunga asoka merah yang berderet di pinggir kelas. Suasana masih sepi. Hanya satu dua orang yang berlalu lalang. 

   Lima menit, sepuluh menit tak jua ku lihat sekitar tak juga nampak Pak Arman. Baru saja ingin beranjak, ku lihat mobil Pak Arman masuk ke area sekolah dan ke arah parkiran. Aku mengulas senyum. Akhirnya yang di tunggu datang juga.

    Mataku terbelalak melihat Pak Arman turun bersama Bu Dewi, guru bahasa inggris yang terkenal cantik dan seksi. Kulit nya putih bersih. Wanita berhijab yang modis dan sangat elegan.

    Tap! Tap! Tap!

      Suara high heels Bu Dewi terdengar mendekat. Aku memilih mundur dan menyembunyikan diriku di balik rimbunnya bunga asoka. Sambil terus memperhatikan gerak gerik mereka yang bak orang lagi kasmaran.

       Bu Dewi selalu menatap Pak Arman yang di balas dengan senyuman manisnya. Huh, harusnya senyum itu untukku . Hanya untukku. Heh.

     Kok aku jadi posesif? siapa aku? hanya remahan rengginang. Sadar Ratih. Sadar!

    Ku remas bungkusan hitam di tanganku . Aku harus segera mengembalikannya. Pelan kulangkahkan kakiku mengikuti mereka dari belakang.

Komentar

Login untuk melihat komentar!