Bahagianya Aku
"Kamu kenapa sih, Kei? Dari tadi nggak fokus gitu?" 

Aina membuyarkan lamunanku. Benar katanya, aku memang nggak bisa fokus. Pikiranku melayang entah kemana. Aku hanya menggeleng tanpa menjawab pertanyaan Aina. 

Hari ini aku merasa sangat bosan. Sekolah pun rasanya malas. Tidak seperti biasanya, semangatku kali ini menguap entah kemana. 

"Keisya! Bagaimana pendapatmu?" tanya bu guru mengagetkanku. 

Entah apa yang ditanyakan bu guru padaku. Aku hanya bisa menunduk malu. Kurasakan semua mata memandang ke arahku. Tapi aku tak peduli. Sebuah tangan kurasakan menyentuh lenganku. Siapa lagi kalau bukan sahabatku Aina? 

Ia membisikkan sesuatu padaku, membuat kepercayaan diriku kembali tumbuh. Kujawab pertanyaan bu guru dengan lancar. Kulihat senyum tulus guruku terukir begitu tulus. Seperti senyum papaku. Ah, kenapa aku selalu ingat papa? 

'Papa, Keu kangen papa.'

Padahal baru dua hari papaku pergi. Tapi rasanya sudah seperti sebulan. 

"Keisya, Kamu tidak apa-apa, Nak? Apa Kamu sakit?" ucap bu guru yang tiba-tiba sudah ada di samping tempat dudukku. Entah sejak kapan bu guru ada di sini. 

"Ng--nggak papa, Bu. Kei cuma kangen papa," ucapku lesu. 

"Emang papamu kemana?" 

Bu guru tampak antusias menunggu jawabanku. Mengabaikan semua murid yang berbisik-bisik mengghibahiku.

"Ke luar kota, Bu."

"Kamu sama siapa di rumah?"

"Sendirian, Bu. Tapi kalau Kei nggak beranj biasanya Kei minta Aina menemani."

Rasanya pipiku memanas karena malu. Kenapa bu guru jadi menginterogasiku? Ah, aku paling nggak suka jadi pusat perhatian seperti ini. 

***

Tepat pukul 14.00 bel pulang berbunyi. Dengan semangat 45 aku membereskan alat tulisku. Bersama Aina, kami berhegas menuju gerbang sekolah. Kulihat sebuah mobil yang sangat kukenal. 

'Itu kan mobil papa.'

Langkahku terhenti. Melihat sosok yang kurindukan keluar dari mobil dengan senyum mengembang. Hatiku menghangat, serasa ada ribuan kembang api meledak-ledak di dada. 

Kupacu langkahku agar segera sampai. Kuingin segera menghambur ke pelukan hangat papa. Namun saat langkahku tinggal beberapa, wanita cantik yang kusebut mama ikut keluar. Kedua tangannya merentang. Memintaku menghambur dalam pelukannya. 

Nyes.

Rasanya seperti menemukan oase di tengah padang tandus. 

"Mama, Kei kangen," ucapku manja. 

Kulirik papaku tersenyum. Tangannya terulur ke kepalaku. Kurasakan baian lembut menyusuri kepala berkerudung putih ini. 'Ah, bahagianya hatiku.'

Untuk sesaat, aku melupakan siapa diriku. Pertanyaan yang terus berputar di otak hingga membuatku hilang konsentrasi belajar, terlupakan. Untuk saat ini. Entah apakah akan muncul kembali suatu saat?

Mobil yang kami tumpangi melaju membelah jalanan beraspal. Sepanjang jalan, tak henti-hentinya kami bercanda. Membuat dada ini terasa sesak akibat kebahagiaan yang tak terkira. 

'Ya Allah, aku ingin kebahagiaan ini terus berlanjut. Jangan ambil papa dan mamaku sebelum aku bisa membahagiakan mereka kelak.' 



Komentar

Login untuk melihat komentar!