THE NEXT STEP (MASA REMAJA)
Pada pertengahan tahun 2014 kami pindah dari apartemen milik Paman saya ke rumah milik kami sendiri yang berlokasi di BSD Tangerang Selatan. Ya…, kami akhirnya memiliki rumah sendiri, sesuatu yang dulu kami pikir nyaris mustahil. Lagi-lagi Allah menunjukkan kuasaNya. 

Suatu hari, saya diajak bertemu oleh kakak saya yang nomor 2 (almarhum), Mas Rizkan Chandra. Beliau menawarkan untuk membantu saya membeli rumah. Kemudian…, hanya dalam hitungan hari, tiba-tiba sebuah rumah sudah dapat kami miliki. Seperti mimpi.

Abim saat itu berusia 13 tahun dan sedang dalam masa pemulihan setelah mengalami penurunan luar biasa akibat proses dalam tubuhnya yang sama sekali tidak saya pahami. Ketika ia menjalani terapi biomedis dengan lengkap ternyata badannya menjadi lebih sensitif dengan gluten dan casein. Sehingga saat diet bocor, reaksinya menjadi sangat luar biasa. Ia menjadi sangat hiperaktif dan kemampuannya pun menurun drastis.  

Di tempat baru ini, Abim menjalani terapi intensif sensori integrasi di pusat terapi Al-Ihsan serta terapi tingkah laku secara privat di rumah. Target pertama adalah mengembalikan kondisi Abim seperti sebelumnya.  Syukurlah, setelah terapi sekitar hampir tiga bulan, hiperaktivitasnya sudah jauh berkurang dan kemampuannya mulai meningkat dengan cukup signifikan.  

Selanjutnya Abim terus menjalani terapi di Al-Ihsan dan terapi privat di rumah.  Abim juga melanjutkan sekolahnya di SKH Al-Ihsan yang merupakan sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus.  Meskipun jam terapi dan suplemennya sudah banyak dikurangi dibandingkan dulu, Abim terus menunjukkan perkembangannya.

Untuk terapi privat di rumah, kami tetap bersama Bu Nana,  terapis yang sudah bertahun-tahun menangani Abim, yaitu sejak Abim usia 5 tahun.  Bu Nana rela mengendarai motornya sejauh 25 km demi mencapai rumah kami yang baru. Dia adalah salah seorang terpenting dalam proses penanganan Abim maupun support system-nya. Karena ia tidak hanya terapis Abim, tapi juga tempat curhat kedua saudara perempuan Abim dan saya sendiri. Dia selalu siap setiap saat untuk diajak berkonsultasi dan tidak henti-hentinya membakar semangat kami untuk terus berjuang serta tidak pernah putus asa.  Bu Nana mendampingi Abim selama kurang lebih 13 tahun yaitu tahun 2006 hingga 2019.

Terlepas dari segala kekurangannya, Abim adalah seorang anak yang menyenangkan dan suka bercanda, tentu dengan bercandaan ala dia. Candaan Abim yang cukup abadi adalah mempelesetkan kata-kata.  Sejak ia berusia sekitar 10 tahun hingga sekarang dewasa, itu salah satu andalan kelucuan dia.   Misalnya, ia menyebut “saus tomat” menjadi “kete tomat” atau “Tivi” menjadi “Tivo”.  Pernah juga dia bernyanyi “Kecoak-kecoak di dinding..., diam-diam merayap”, pelesetan lagu Cicak-cicak di Dinding.  Candaan pelesetan lainnya yaitu membuat pernyataan, seperti “Abim makan pizza” (pernyataan salah, karena diet dia tidak boleh makan pizza) atau “Abim makan pepaya” (pernyataan benar, karena dia boleh makan pepaya).  Setelah itu dia akan memandangi kita dengan wajah iseng sambil tersenyum-senyum nakal. Dia akan terus mengulang-ulang ucapannya sampai kita menjawab “Betul” atau “Salah”.  Bila jawaban kita benar, maka dia akan tertawa-tawa senang. Sebaliknya kalau jawaban kita salah, dia akan mengulangi pertanyaannya terus sampai jawaban kita benar.  

Akhir-akhir ini, candaan Abim lainnya adalah memirip-miripkan sesuatu sesuai dengan point of view dia.  Seperti kemah mirip prisma, bantal mirip Handphone, guling mirip pulpen. Dia cukup posesif dengan candaannya itu. Akan terus diulang-ulang sampai kita mau menanggapi. Saya sendiri harus berpikir beberapa kali untuk bisa melihat dari sudut pandang dia. Suatu waktu dia search gambar-gambar orang hutan di internet. Lalu dia melihat ke arah saya sambil mengatakan,  "Mama mirip orang hutan!"  Baiklah, untuk yang satu ini sepertinya saya tidak perlu berpikir keras.  Saya sudah tahu miripnya di mana.  

Abim sangat menyukai musik terutama lagu-lagu pop romantis.  Ia menggemari lagu-lagunya Yovie Widianto, Melly Goeslaw dan banyak lagi.  Ia juga bisa memainkan nada-nada lagu yang dia suka di piano aplikasi di telepon genggam.  

Ia juga fans berat serial televisi Thomas and Friends.  Selain itu, Abim sangat menyukai kalender dan hebatnya bila kita menyebut tanggal tertentu (tahun berapapun) ia bisa menebak dengan tepat harinya. Ia pun sibuk menyusun jadwal, dan berkali-kali mengingatkan Mama, Papa maupun saudara-saudaranya tentang jadwal yang ia susun di pikirannya, seperti hari Rabu tanggal 24 April 2019 pergi ke Ancol, Minggu tanggal 23 Agustus 2026 jalan-jalan ke Taman Mini. Ia menyusun jadwal mulai dari jangka pendek, menengah hingga jangka sangat panjaaaaaaang sekitar tahun 2200an.
Seperti anak-anak lainnya, Abim juga butuh diapresiasi.  Setiap kali dia berhasil melakukan sesuatu hal maka dia akan berteriak “Bisa!” dan setelah itu melirik kami semua meminta pujian.  Kami pun akan bertepuk tangan dengan wajah penuh kekaguman sambil memujinya hebat. Kalau kami lupa memujinya maka ia akan mengingatkan, “Hebat! Tepuk tangan!”

Namun Abim masih kesulitan untuk memahami norma-norma sosial yang berlaku. Ia bisa tiba-tiba mengambil barang orang lain tanpa izin, bahkan milik orang yang tak dikenalnya. Dia juga suka buang angin dengan suara keras tanpa memandang siapa pun yang berada di sekitarnya. Tapi yang paling berat adalah mengontrol ketertarikannya pada lawan jenis.

Sejak usia 12 tahun, Abim sudah menunjukkan rasa sukanya pada perempuan cantik. Dia akan sangat caper bila melihat wanita cantik, misalnya dengan mondar-mandir atau berlari berputar-putar di sekitar wanita itu. Namun mulai usia 15 tahun ungkapan rasa sukanya tidak hanya sekedar itu, ia ingin menyentuhnya.

Pertama kali melihat Abim menyentuh *maaf* bokong perempuan, saat kami jalan-jalan di mall.  Saat itu saya maupun suami sangat marah. Dengan tegas kami memarahi Abim dan memintanya untuk tidak mengulanginya lagi. Setelah itu bila bepergian dengannya, kami menjadi sangat waspada. Namun selalu ada kesempatan dan ketika kami lengah, ia pun mengulanginya lagi. 

Puncaknya adalah saat kami berlibur ke luar kota saat Abim berusia 16 tahun. Seperti biasa, sebelum tidur saya meminta Abim ke kamar mandi untuk buang air kecil dan sikat gigi.  Sambil menunggu Abim dikamar mandi, saya pun membereskan barang-barang. Tiba-tiba saya mendengar suara perempuan menjerit-jerit dan berteriak minta tolong. Saya pun keluar kamar dan benar-benar shock melihat apa yang terjadi di hadapan saya. Abim ternyata berusaha “menyentuh lebih jauh” seorang gadis remaja.  Saya pun segera menarik tubuh Abim, namun tenaganya sangat kuat dan akhirnya bisa lepas setelah saya berteriak memarahinya. Saya tarik Abim keluar dari kamar gadis tersebut dan saya ungkapkan rasa murka saya padanya. Saya ingin dia benar-benar mengerti bahwa yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan yang sangat besar dan ia tidak boleh mengulanginya lagi.  

Saya tahu, Abim melakukan itu semua karena keterbatasannya memahami nilai-nilai sosial. Namun tetap saja saya merasa down dan sangat terpukul. Saya perempuan dan memiliki dua anak perempuan. Tetapi, sekarang saya harus melihat kenyataan kalau anak lelaki saya hampir melakukan hal yang sangat ‘jahat’ pada seorang perempuan.   Saya marah dan kecewa pada diri saya sendiri karena sudah lengah menjaga Abim. Butuh beberapa lama untuk menumbuhkan rasa percaya diri saya lagi karena saat itu saya merasa hampir putus asa, tidak tahu lagi bagaimana caranya memberitahu Abim supaya mengerti.

Setelah peristiwa itu, kami sekeluarga menjadi jauh lebih waspada dan terus menerus secara konsisten memberikan pemahaman pada Abim tentang apa yang boleh maupun tidak boleh dilakukan pada lawan jenisnya. Namun ini semua bukanlah hal yang mudah untuk Abim. Ia harus bertarung dengan gejolak-gejolak dalam dirinya yang tidak mudah ia pahami. Di satu sisi, kemampuan komunikasinya sangat terbatas, Abim kesulitan memahami hal-hal yang abstrak sehingga penjelasan tentang seksualitas tidak dapat tertangkap olehnya.  Hingga akhirnya ia frustrasi dan tidak jarang mengamuk ketika dorongan dalam tubuhnya datang dan ia tidak mengerti harus melakukan apa. Usia 16-17 tahun merupakan masa-masa Abim sering mengamuk dengan tenaga yang sangat besar. Dia akan menghancurkan apa saja yang ada di dekatnya. Abim biasanya mengamuk di rumah walaupun pernah juga beberapa kali mengamuk di luar rumah. Biasanya kalau di rumah mengamuk kami berusaha mendorong dia ke dalam kamarnya dan kami kunci dari luar. Kamar Abim tidak ada barang-barang yang membahayakan dan lemarinya pun ringan sehingga kalau dibanting tidak akan fatal. Selain itu kami ingin memberi ruang pada Abim untuk mencari solusinya sendiri.

Menghadapi Abim kuncinya yaitu tegas dan konsisten. Setiap ia melakukan hal yang negatif maka kita harus tegas menegurnya dan tetap konsisten ketika ia mengulanginya lagi dan mengulanginya lagi. Alhamdulillah menjelang usia 18 tahun ini Abim sudah semakin baik mengontrol dirinya. Ia pun semakin memahami hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

Komentar

Login untuk melihat komentar!