STAY HOME BERSAMA ABIM
Awal tahun 2020, terjadi Pandemi COVID-19.  Semua masyarakat dihimbau untuk stay home, dan ke luar rumah hanya untuk hal-hal yang penting saja.  Termasuk  aktivitas sekolah, semua kegiatan dilaksanakan secara daring.  Di awal tahun 2020 Abim menduduki kelas 2 SMA di SKH Al-Ihsan dan di pertengahan tahun naik ke kelas 3 SMA.  

Keluarga kami pun sama. Semua stay home.  Hanya saya satu-satunya yang masih terus beraktivitas ke luar rumah, karena kebetulan pekerjaan saya memang terkait langsung dengan penanganan pandemi.  Setiap hari Sabtu dan Minggu, yang biasanya selalu kami isi dengan berjalan-jalan sekeluarga, sekarang tidak dilakukan lagi.  Bahkan lebaran tahun 2020 yang biasanya diisi dengan kumpul family pun dilakukan di rumah saja melalui zoom.  Padahal kegiatan jalan-jalan termasuk kegiatan silaturahim merupakan favorit Abim dan ia selalu mencatatnya sebagai aktivitas di agenda dia.  (Catatan : Agenda Abim itu ada di kepalanya.  Tapi dia hafal dan jangan coba-coba menjanjikan.  Karena sekali dijanjikan, akan dia ingat dan ditagih).

Perubahan kondisi ini membuat tanda tanya besar bagi Abim.  Berkali-kali ia membuat jadwal dan setelah itu meng-endorse ke kami.  


“Hari Minggu, tanggal  26 April 2020 pergi ke Taman Kota.”  (Abim senang bermain di Taman Kota).

“Hari Sabtu, tanggal 23 Mei 2020 naik pesawat pergi ke Semarang.” (Memasuki bulan puasa, Abim hafal kalau lebaran kami akan mudik ke Semarang mengunjungi mertua saya).

“Hari Rabu, tanggal 3 September 2020 pergi sekolah ke Al-Ihsan.” (Dia sudah tidak sabar untuk kembali sekolah offline).


Kami berusaha memberikan pengertian kalau saat ini sedang ada virus Corona yang mengancam kita kalau ke luar rumah.  Meskipun kami tahu pemahaman abstrak seperti ini tidak mudah dipahami Abim, tapi dia berusaha keras mencernanya.  Ini terbukti setelah beberapa bulan akhirnya dia selalu menjawab sendiri.  Setiap kali dia membuat jadwal (sebagaimana kebiasaannya), dia lapor ke kami semua di rumah, dan setelah itu ia jawab sendiri, “Corona!”.  Itu tandanya Abim tahu kalau jadwal yang ia rancang tidak bisa dilaksanakan karena ada Corona. Seperti biasa, Abim akan melakukan sesuatu secara berulang-ulang.  Meskipun ia sudah tahu jawabannya, tetapi ia tetap membuat serangkaian jadwal dan  meng-endorse-nya.  Dari sorot matanya saya sebenarnya saya menangkap kalau dia terus berharap kami akan memberikan jawaban berbeda.  Seperti kita semua, Abim juga berharap Pandemi segera berlalu.  

Sekolah secara daring bukanlah hal yang mudah bagi Abim.  Ia tidak bersemangat untuk mengikuti zoom dan dari hari ke hari semakin malas untuk mengerjakan tugas-tugas sekolahnya. Bahkan mandi pun malas, bangun selalu siang.  Sebaliknya di tengah malam ia malah “melek” dan melakukan aktivitas yang ia suka, seperti bermain game atau mencari lokasi makanan-makanan “terlarang” karena mengandung gluten dan casein, yang selalu kami sembunyikan.  Tak jarang, bila ia sudah mulai bosan dan kesal, maka  ia akan berteriak marah sambil membanting-banting pintu.     

Kami memahami rasa frustrasi Abim, karena sesungguhnya kondisi ini memang stressful.  Apalagi bagi Abim yang tidak bisa sepenuhnya mengerti dengan situasi yang terjadi.  
Dengan kesibukan saya bekerja, tentu saja saya tidak bisa mendampingi Abim seharian di rumah.  Ais, anak sulung kami, usai menamatkan kuliah di Bandung, kembali tinggal bersama kami.  Dialah yang selama lebih dari setahun pandemi ini terus mendampingi Abim sekaligus menjadi guru di rumah untuk adiknya tersayang.  Ia dengan sabar mengajari Abim sehingga dapat memahami materi-materi sekolah yang diberikan.  Ia juga tidak mundur saat Abim mulai emosional dan enggan menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya.  Sesekali Ais mengajak Abim berjalan-jalan ke luar rumah, untuk menghilangkan kebosanan adiknya itu.  Ia juga mengajak Cia, putri bungsu kami, untuk bersama-sama mendampingi Abim agar tetap dapat belajar dengan baik serta mampu meredam rasa frustrasi di tengah situasi yang tidak nyaman ini.  

Di rumah saja, tidak melulu membuat cerita duka.  Banyak juga cerita-cerita lucu dan menyenangkan.  Seharian di rumah membuat Abim dapat berinteraksi secara intens dengan keluarga kecilnya.  Ia jadi bisa lebih banyak berkomunikasi, terutama dengan kakak dan adiknya.  Seperti biasa, komunikasinya tentu akan diselingi berbagai candaan ala Abim yang seringkali membuat kami tertawa dan menambah keceriaan di rumah kami.  Ia juga dilibatkan untuk membantu urusan-urusan rumah tangga seperti mengangkat jemuran, membuka pagar, mencuci piring, membersihkan rumah dan lain-lain. Ikatan Abim dan keluarga semakin dekat, ketrampilannya pun bertambah.

Kesabaran dan kekuatan Ais dan Cia menghadapi Abim, bahkan terus merangkulnya agar dapat terus berkembang, membuat saya selalu bersyukur pada Allah.  Sungguh luar biasa pemberian-Nya pada keluarga kami. Di tengah sekoci yang terus harus bertarung melawan ombak, kami memiliki anggota tim yang kuat dan terus bergandengan tangan untuk tetap bertahan.  

Komentar

Login untuk melihat komentar!