Saat intimidasi dan penyiksaan kepada umat Islam di Makkah semakin meningkat, Nabi Shallallahu alaihi wasallam memerintahkan beberapa umat Islam untuk Hijrah ke Habsyah. Beliau mengabarkan bahwa disana terdapat seorang raja Nasrani yang baik hati. Hijrah ke Negeri yang termasuk dalam Benua Afrika ini merupakan hijrah pertama sebelum nanti hijrah ke Yatsrib, dan sekarang disebut dengan Madinah.
Setelah beberapa waktu tinggal disana, datang utusan Quraisy agar Raja Najasy memulangkan dan mengembalikan kaum Muslimin Makkah kembali ke kampung halaman. Amru bin Ash sebagai ketua delegasi dengan kecerdikan dan kepintarannya, menghadap Raja untuk membujuknya dengan memancing jubir muslimin agar menyebut bahwa Tuhan yang diyakini Raja direndahkan.
Namun utusan dari kaum muslimin, Ja’far bin Abi Thalib membalasnya dengan membacakan firman Allah surat Maryam. Usai dibacakan surat tersebut, deraian air mata Raja tak henti menetes. Ia tersentuh dengan firman Allah tersebut lantas meyakini atas apa yang telah ia dengar.
Tak berapa lama Raja Najasy masuk Islam dan itu membuat kaum muslimin bersuka cita. Pada saat Rasulullah mendengar kabar bahwa Raja Najasy telah berpulang kepada Allah, Maka beliau melaksanakan shalat ghaib bersama para sahabat.
Dilain waktu dan tempat, ada seorang raja yang memiliki kekuasaan besar. Seorang pemimpin dari salah satu super power pada saat itu. Raja Heraklius. Sebenarnya ada kecondongan pada kebenaran ketika ia mendengan kabar telah di utus seorang Nabi di Jazirah arab. Beberapa kali ia mencari tahu melalui para pedagang arab yang berdagang di negeri Syam.
Pernah suatu ketika Abu Sofyan tengah berada di Syam mendapat undangan dari raja agar datang menemuinya. Terjadilah percakapan antara Abu Sofyan dan Raja Romawi melalui penerjemah.
Heraklius berkata kepada penerjemahnya, “Katakan kepadanya, bahwa aku bertanya kepadanya tentang lelaki yang mengaku sebagai Nabi. Jika ia berdusta kepadaku maka kalian harus mendustakannya.
Abu Sofyan: ”Demi Allah, kalau bukan rasa malu akibat tudingan pendusta yang akan mereka lontarkan kepadaku niscaya aku berdusta kepadanya.”
Heraklius: “Bagaimana kedudukan nasabnya ditengah-tengah kalian?”
Abu Sofyan: “Dia adalah dari keturunan baik-baik (bangsawan) “.
Heraklius: “Apakah ada orang lain yang pernah mengatakannya sebelum dia?”
Abu Sofyan: “Tidak ada”.
Heraklius: “Apakah bapaknya seorang raja?”
Abu Sofyan: “Bukan”.
Heraklius: “Apakah yang mengikuti dia orang-orang yang terpandang atau orang-orang yang rendah?”
Abu Sofyan: “Bahkan yang mengikutinya adalah orang-orang yang rendah”
Heraklius: “Apakah bertambah pengikutnya atau berkurang?”
Abu Sofyan: “Bertambah”.
Heraklius: “Apakah ada yang murtad disebabkan dongkol terhadap agamanya?”
Abu Sofyan: “Tidak ada”.
Heraklius: “Apakah kalian pernah mendapatkannya dia berdusta sebelum dia menyampaikan apa yang dikatakannya itu?”
Abu Sofyan: “Tidak pernah”.
Heraklius: “Apakah dia pernah berlaku curang?”
Abu Sofyan: “Tidak pernah. Ketika kami bergaul dengannya, dia tidak pernah melakukan itu”. Aku tidak mungkin menyampaikan selain ucapan seperti ini”.
Heraklius: “Apakah kalian memeranginya?”
Abu Sofyan: “Iya”.
Heraklius: “Bagaimana kesudahan perang tersebut?”
Abu Sofyan: “Perang antara kami dan dia sangat banyak. Terkadang dia mengalahkan kami terkadang kami yang mengalahkan dia”.
Heraklius: “Apa yang diperintahkannya kepada kalian?”
Abu Sofyan: “Dia menyuruh kami; ‘Sembahlah Allah dengan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun, dan tinggalkan apa yang dikatakan oleh nenek moyang kalian.’ Dia juga memerintahkan kami untuk menegakkan shalat, menunaikan zakat, berkata jujur, saling memaafkan dan menyambung silaturrahim”.
Heraklius berkata kepada penerjemahnya: “Katakan kepadanya, bahwa aku telah bertanya kepadamu tentang keturunan orang itu, kamu ceritakan bahwa orang itu dari keturunan bangsawan. Begitu juga laki-laki itu dibangkitkan di tengah keturunan kaumnya. Dan aku tanya kepadamu apakah pernah ada orang sebelumnya yang mengatakan seperti yang dikatakannya, kamu jawab tidak.
Seandainya dikatakan ada orang sebelumnya yang mengatakannya tentu kuanggap orang ini meniru orang sebelumnya yang pernah mengatakan hal serupa. Aku tanyakan juga kepadamu apakah bapaknya ada yang dari keturunan raja, maka kamu jawab tidak. Aku katakan seandainya bapaknya dari keturunan raja, tentu orang ini sedang menuntut kerajaan bapaknya. Dan aku tanyakan juga kepadamu apakah kalian pernah mendapatkan dia berdusta sebelum dia menyampaikan apa yang dikatakannya, kamu menjawabnya tidak. Sungguh aku memahami, kalau kepada manusia saja dia tidak berani berdusta apalagi berdusta kepada Allah. Dan aku juga telah bertanya kepadamu, apakah yang mengikuti dia orang-orang yang terpandang atau orang-orang yang rendah?” Kamu menjawab orang-orang yang rendah yang mengikutinya. Memang mereka itulah yang menjadi para pengikut Rasul.”
Aku juga sudah bertanya kepadamu apakah bertambah pengikutnya atau berkurang, kamu menjawabnya bertambah.
Dan memang begitulah perkara iman hingga menjadi sempurna. Aku juga sudah bertanya kepadamu apakah ada yang murtad disebabkan marah terhadap agamanya. Kamu menjawab tidak ada. Dan memang begitulah iman bila telah masuk tumbuh bersemi di dalam hati. Aku juga sudah bertanya kepadamu apakah dia pernah berlaku curang, kamu jawab tidak pernah. Dan memang begitulah para Rasul tidak mungkin curang. Dan aku juga sudah bertanya kepadamu apa yang diperintahkannya kepada kalian, kamu jawab dia memerintahkan kalian untuk menyembah Allah dengan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun, dan melarang kalian menyembah berhala, dia juga memerintahkan kalian untuk menegakkan shalat, menunaikan zakat, berkata jujur, saling memaafkan dan menyambung silaturrahim.
Seandainya semua apa yang kamu katakan ini benar, pasti dia akan menguasai kerajaan yang ada di bawah kakiku ini. Sungguh aku telah menduga bahwa dia tidak ada diantara kalian sekarang ini, seandainya aku tahu jalan untuk bisa menemuinya, tentu aku akan berusaha keras menemuinya hingga bila aku sudah berada di sisinya pasti aku akan basuh kedua kakinya."
Dengan akhir percakapan tadi menunjukkan Heraklius sudah tertarik dengan ajaran Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam. Namun sayangnya kekuasaan yang besar membuatnya berat untuk menerima panggilan hidayah.
Akhirnya raja Romawi ini pun mati bertahan dalam keyakinannya. Dia lebih mendahulukan kekuasaan dari pada kebenaran yang jelas dimata. Ia gengsi terhadap kebenaran karena terlanjur cintanya pada jabatan yang di emban.
Sangat berbeda jauh dengan Raja Habasyah yang menerima Islam dengan lapang dada.
Deraian mata saat mendengarkan lantunan surat Maryam yang dibacakan oleh Ja’far bin Abi Thalib menandakan lembutnya hati seorang penguasa Nasrani di Habasyah. Para Menteri menentangnya ketika gelagat rajanya menerima ajaran itu. Namun kehendak raja tidak ada yang bisa mengubahnya. Ia menerima Islam dengan pasrah dan penuh kekhusyuán.